-

alhamdulillahi 'ala ni'amihi adhdhohirati wal bathinati qadiiman wa khadiitsan. washsholatu wassalamu 'ala nabiyyihi wa rasuulihi muhammadin wa aalihi wa shokhbihi alladzina saaruu fii nushrati diinihi sairan khatsiitsan. wa 'ala atba'ihimulladziina wa ritsuu 'ilmahum.
Segala puji bagi Allah SWT atas segala nikmat-nikmat-NYA, baik yang nampak maupun yang tidak nampak, baik yang dahulu dan yang sekarang. Dan sholawat dan kesejahteraan atas Nabi - NYA dan Rasul - NYA Muhammad SAW dan keluarganya dan sahabatnya yang berjalan didalam menolong agama - NYA dengan jalan yang cepat. Dan atas pengikutnya yang mewarisi ilmu-ilmu mereka.

Jumat, 28 Januari 2011

Mufti Afsel Jelaskan Hukum Mengenakan Dasi

Hidayatullah.com--Mufti Siraj Desai, seorang ulama yang sering dijadikan rujukan di Afrika Selatan membahas hukum memakai dasi bagi seorang Muslim. Walau dasi bukan simbol salib, namun seorang Muslim tidak boleh memakainya dalam beberapa kondisi, sebagaiman dilansir dalam situs resminya, askmufti.co.za (25/10).

Sebagaimana dipublikasikan dalam situs resminya, Syeikh Siraj Desai menjelaskan bahwa dasi bukanlah simbol salib. Menurut mufti yang banyak berbijak kepada madzhab Hanafi ini, dalam banyak penelitian, tidak ada hubungan antara salib dengan dasi.

Sejarah Dasi

Dasi pertama kali dipakai pada abad ke enam belas oleh para prajurit Croation. Mereka mengenakan sepotong kain diikat di leher sebagai pakaian tradisonal. Perancis kemudian tertarik mengapdosi bentuk pakaian ini setelah para prajurit tersebut masuk Perancis. Beberapa abad kemudian, Inggris mengadopsinya, kebanyakan digunakan tentara, untuk menutup mulut dari debu dan menjaga agar leher hangat.

Praktik mengenakan kain leher ini akhirnya merambat ke Amerika. Pada tahun 1864 Jerman dan Amerika mulai meproduksi versi modern dari ikat leher ini dan mereka mematenkannya.

Islam Memandang Dasi

Berdasarkan penjelasan di atas, Mufti Siraj Desai memandang bahwa dasi bukanlah simbol salib dan bukanlah simbol agama. Sebab itulah seorang Muslim boleh menggunakannya dalam kondisi tertentu. Namun, karena dasi (saat ini) tidak memiliki fungsi kecuali hanya sebagai model, maka makruh memakainya. Karena syariat tidak menghendaki seorang Muslim memakai pakaian yang tidak bermanfaat.

Namun, jika tempat bekerja atau sekolah menuntut untuk menggunakan pakaian ini, diizinkan untuk mengenakannya.

Sedangkan bagi mereka yang mengenakan dasi bukan karena alasan formal seperti di atas, bahkan karena hanya didorong ingin meniru budaya Barat atau percaya bahwa dasi adalah simbol kehormatan, maka dia berdosa dan memakai dasi dalam keadaan demikian dilarang, bukan makruh lagi.

Mufti Siraj Desai merujuk firman Allah, yang artinya,” …Apakah mereka mengharapkan penghormatan dari pihak mereka itu (orang-orang kafir)? Ketahuilah bahwa semua izzah milik Allah.” (An Nisa [4]: 139)

Menurut Siraj Desai, orang Muslim dibolehkan mengenaikan pakaian orang-orang kafir karena kebutuhan, seperti pakaian dan celana, namun tidak boleh percaya terhadap nilai-nilai dari budaya mereka. Jika, hal dilakukan maka ia terjerumus kepada keharaman. Sebagaimana sabda Rasulullah yang diriwayatkan At Thabarani, “Bukan bagian dari kita, siapa yang mempraktikan cara-cara orang lain( selain Islam).[tho/ask/hidayatullah.com]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar