-

alhamdulillahi 'ala ni'amihi adhdhohirati wal bathinati qadiiman wa khadiitsan. washsholatu wassalamu 'ala nabiyyihi wa rasuulihi muhammadin wa aalihi wa shokhbihi alladzina saaruu fii nushrati diinihi sairan khatsiitsan. wa 'ala atba'ihimulladziina wa ritsuu 'ilmahum.
Segala puji bagi Allah SWT atas segala nikmat-nikmat-NYA, baik yang nampak maupun yang tidak nampak, baik yang dahulu dan yang sekarang. Dan sholawat dan kesejahteraan atas Nabi - NYA dan Rasul - NYA Muhammad SAW dan keluarganya dan sahabatnya yang berjalan didalam menolong agama - NYA dengan jalan yang cepat. Dan atas pengikutnya yang mewarisi ilmu-ilmu mereka.

Minggu, 30 Januari 2011

Bahaya Faham Pluralisme Di Era Modern

Kondisi dunia dewasa ini sangat sesuai dengan gambaran Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم lima belas abad yang lalu:

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِي جُحْرِ ضَبٍّ لَاتَّبَعْتُمُوهُمْ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ

Rasulullah صلى الله عليه و سلم bersabda: "Sungguh, kalian benar-benar akan mengikuti tradisi/kebiasaan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga sekiranya mereka masuk ke dalam lubang biawak-pun kalian pasti akan mengikuti mereka." Kami bertanya; "Wahai Rasulullah, apakah mereka itu kaum Yahudi dan Nasrani?" Beliau menjawab: "Siapa lagi kalau bukan mereka." (HR. Muslim, No. 4822)

Di era modern dewasa ini kita tidak bisa pungkiri bahwa yang sedang Allah سبحانه و تعالى beri giliran memimpin masyarakat dunia ialah masyarakat Barat atau biasa disebut The Western Civilization. Sedangkan masyarakat Barat terdiri dari masyarakat kaum Yahudi dan Nasrani. Merekalah yang mengarahkan masyarakat dunia –termasuk ummat Islam- mengikuti selera kebiasaan dan tradisi mereka. Ironisnya, tidak sedikit ummat Islam yang dijuluki sebagai Ahlul-Qur’an juga mengekor kepada apa saja yang ditawarkan oleh mereka. Seolah mereka tidak pernah memperoleh petunjuk dari Allah سبحانه و تعالى bagaimana seharusnya menata kehidupan pribadi dan sosial dalam kehidupan nyata. Padahal Al-Qur’an merupakan satu-satunya Kitabullah yang masih terpelihara keasliannya. Sedangkan Kitabullah yang diturunkan kepada Nabiyullah dari kalangan Bani Israel –yakni Taurat dan Injil– telah mengalami distorsi yang tidak bisa dibantah oleh para rabbi Yahudi dan pendeta/pastor Nasrani.

Akhirnya The Western Civilization yang memimpin dunia membuat berbagai bid’ah (hal-hal yang mengada-ada) dalam me-manage kepemimpinan mereka atas segenap ummat manusia dewasa ini. Di antara bid’ah tersebut ialah dikampanyekannya secara massif berbagai faham sesat produk akal (baca: hawa nafsu) manusia yang sudah barang tentu terputus dari landasan wahyu ilahi. Kita mengenal adanya berbagai faham seperti pluralisme, sekularisme, liberalisme, humanisme, materialisme, hedonisme, konsumerisme dan masih banyak lainnya.

Tulisan ini ingin menyoroti bahaya faham pluralisme yang sedang gencar-gencarnya dipromosikan di seantero dunia. Tidak kurang seorang pemimpin negara adidaya Obama melazimkan dirinya untuk memberikan kuliah umum di salah satu kampus ternama ibukota negara berpenduduk muslim terbesar di dunia saat kunjungannya beberapa waktu yang lalu. Kalau kita perhatikan secara seksama, maka di antara pokok pikiran utama yang ingin dipromosikan melalui kuliah umum tersebut ialah faham pluralisme. Faham ini telah diterima oleh banyak sekali manusia yang ingin disebut modern, tanpa kecuali sebagian ummat Islam.

Pada tahap awal kampanye Pluralisme terasa manis bak madu. Ajaran ini menyuruh manusia modern agar “menghormati manusia lainnya apapun latar belakang keyakinan dan agamanya.” Sampai di sini tentunya kita tidak punya masalah dengan faham ini. Termasuk ajaran Islam-pun menganjurkan hal itu. Tetapi yang menjadi masalah ialah bahwa faham Pluralisme tidak berhenti sampai di situ. Faham sesat ini menuntut agar manusia modern lebih jauh lagi mengembangkan keyakinannya, yaitu bahwa “semua agama sama” malah “semua agama baik”, bahkan “semua agama adalah benar”. Nah, sampai di sini tentunya seorang muslim yang sungguh-sungguh beriman kepada Allah سبحانه و تعالى sebagai Rabbnya, Islam sebagai din-nya dan Muhammad صلى الله عليه و سلم sebagai Nabi dan Rasulullah harus secara tegas menolaknya. Mengapa? Sebab bila ia menerima keyakinan seperti ini, maka ia berada dalam bahaya besar. Ia terancam. Bukan terancam oleh sembarang fihak, tetapi terancam oleh Allah سبحانه و تعالى

Apakah ancaman Allah سبحانه و تعالى yang dimaksud? Di dalam ajaran Islam pelanggaran terhadap aturan Allah سبحانه و تعالى ada dua macam: pertama, sebuah pelanggaran yang menyebabkan pelakunya berdosa namun ia tetap dihukumi sebagai seorang yang beriman di mata Allah سبحانه و تعالى . Orang ini berarti telah melakukan suatu kemaksiatan dan tentunya dia harus memohon ampunan Allah سبحانه و تعالى atas dosanya tersebut. Lalu kedua, pelanggaran yang menyebabkan pelakunya tidak saja dicatat sebagai berdosa, tetapi bahkan dicatat sebagai terlibat dalam nawaqidhul-iman (pembatalan iman). Artinya, disebabkan pelanggaran tersebut Iman-Islamnya menjadi batal di mata Allah سبحانه و تعالى. Dengan kata lain ia telah menjadi murtad...! Wa na’udzubillahi min dzaalika...

Dalam kitab “Vonis Kafir”, Ustadz Mas’ud Izzul Mujahid Lc menyebut adanya sembilan Pembatal Keimanan yang disepakati oleh para ulama. Ketika menerangkan Pembatal Keimanan nomor lima yang berjudul “Tidak Mengkafirkan Orang-orang Musyrik, atau Ragu Terhadap Kekafiran Mereka, atau Membenarkan Mazhab Mereka,” beliau menulis sebagai berikut:

Siapa saja yang meragukan kekafiran orang-orang kafir berarti ia telah meragukan ayat-ayat Al-Qur’an, sedangkan orang yang meragukan kebenaran Al-Qur’an dihukumi kafir.

Di dalam kitabullah Al-Qur’anul Karim terdapat beberapa ayat yang jelas-jelas menolak pemahaman apalagi keyakinan bahwa “semua agama sama” atau “semua agama baik”, apalagi “semua agama adalah benar”. Di antaranya sebagai berikut:

إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الإسْلامُ

Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. (QS. Ali Imran [3] : 19)

وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الإسْلامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi. (QS. Ali Imran [3] : 85)

رُبَمَا يَوَدُّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ كَانُوا مُسْلِمِينَ

Orang-orang yang kafir itu sering kali (nanti di akhirat) menginginkan, kiranya mereka dahulu (di dunia) menjadi orang-orang muslim. (QS. Al-Hijr [15] : 2)

Tiga ayat di atas secara tegas menjelaskan bahwa di mata Allah سبحانه و تعالى tidaklah benar bahwa “semua agama sama” atau “semua agama baik”, apalagi “semua agama adalah benar”. Hanya ada satu saja dien (agama/jalan hidup) yang Allah سبحانه و تعالى ridhai, yaitu ajaran Al-Islam. Allah سبحانه و تعالى tidak meridhai berbagai agama selain Al-Islam. Bahkan Allah سبحانه و تعالى telah memberi gambaran kelak di akhirat nanti dimana kaum kafir bakal menyesal dan menginginkan kalau seandainya mereka sewaktu di dunia termasuk ke dalam golongan kaum muslimin alias penganut ajaran Al-Islam. Tetapi tentunya keinginan tersebut telah terlambat. Sebuah penyesalan yang tiada berguna saat itu. Maka, janganlah hendaknya seorang yang mengaku beriman berfikir bahwa dirinya lebih berpengetahuan daripada Pencipta dirinya, Allah سبحانه و تعالى . Jika Allah سبحانه و تعالى sudah dengan tegas mendekritkan bahwa hanya Islamlah din yang diridhai di sisiNya, maka jangan lagi seorang muslim memiliki pendangan selain mengikuti apa yang Allah سبحانه و تعالى telah tegaskan itu. Bahkan dalam ayat lainnya Allah سبحانه و تعالى menggunakan istilah dinul-haq (agama yang benar) untuk menyebut agamaNya Islam ini.

هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ

Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Al Qur'an) dan dinul-haq (agama yang benar/Al-Islam) untuk dimenangkan-Nya atas segala agama lainnya, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai. (QS. At-Taubah [9] : 33)

Maka sudah sepatutnya seorang muslim bersyukur bahwa dirinya telah diberikan Allah سبحانه و تعالى hidayah kepada iman dan Islam. Dan untuk itu seorang muslim tidak dibenarkan untuk memberikan “cek kosong” setelah memperoleh nikmat iman dan Islam. Ia dituntut terus-menerus di dunia untuk membuktikan kejujuran pengakuannya sebagai seorang yang beriman. Oleh karenanya seorang yang mengaku beriman bakal dihadapkan oleh aneka fitnah (ujian) untuk mendeteksi kejujurannya.

أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَ وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ

Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. (QS. Al-Ankabut [29] : 2-3)

Di antara ujian tersebut adalah apa yang sedang dialami kaum muslimin di era modern penuh fitnah dewasa ini. Ia diuji dengan berbagai faham sesat yang sengaja dilansir oleh musuh-musuh Islam yang sedang memimpin dunia secara hegemonik. Salah satunya ialah faham Pluralisme yang sangat berbahaya ini. Barangsiapa yang begitu saja mengekor kepada the Western Civilization alias the Judeo-Christian Civilization (Peradaban yahudi-Nasrani), berarti ia telah merelakan dirinya masuk bersama mereka ke dalam lubang biawak di dunia dan jurang neraka di akhirat kelak nanti. Wa na’udzubillaahi min dzaalika.

اللهم إنا نعوذبك مِنْ جَهْدِ الْبَلَاءِ وَدَرَكِ الشَّقَاءِ وَسُوءِ الْقَضَاءِ وَشَمَاتَةِ الْأَعْدَاءِ

“Ya Allah, kami berlindung kepada Engkau dari cobaan yang memayahkan, kesengsaraan yang menderitakan, takdir yang buruk dan cacian musuh.”

Nikah Siri dalam Islam Ilegal?

Menengok sejarah Islam pada masa lalu, tidak ditemukan riwayat pemerintahan Islam memberikan sanksi pelaku nikah siri

Oleh: Dr. Ahmad Zain An-Najah, M.A

Jawab :
Akhir-akhir ini ramai dibicarakan tentang nikah siri. Pasalnya, pemerintah telah mempersiapkan Rancangan Undang Undang (RUU) Peradilan Agama Tentang Perkawinan yang membahas nikah siri, poligami, dan kawin kontrak.

Dalam RUU tersebut, nikah siri dianggap ilegal sehingga pasangan yang menjalani pernikahan model itu akan dipidanakan, di antaranya adalah kurungan maksimal 3 bulan dan denda maksimal Rp 5 juta. Sanksi juga berlaku bagi pihak yang mengawinkan atau yang dikawinkan secara nikah siri, poligami, maupun nikah kontrak. Setiap penghulu yang menikahkan seseorang yang bermasalah, misalnya masih terikat dalam perkawinan sebelumnya, akan dikenai sanksi pidana 1 tahun penjara. Pegawai Kantor Urusan Agama yang menikahkan mempelai tanpa syarat lengkap juga diancam denda Rp 6 juta dan 1 tahun penjara.

Oleh karenanya, Rancangan Undang Undang (RUU) Peradilan Agama Tentang Perkawinan di atas ditolak oleh banyak kalangan, karena akan membawa dampak yang buruk dan secara tidak langsung akan semakin menyuburkan pelacuran. Bagaimana sebenarnya pandangan Islam tentang Nikah Siri ?

Siri secara etimologi berarti sesuatu yang tersembunyi, rahasia, pelan-pelan. (Ibnu al Mandhur, Lisan al Arab : 4/ 356). Kadang Siri juga diartikan zina atau melakukan hubungan seksual, sebagaimana dalam firman Allah swt :

???????? ???? ??????????????? ??????

“Tetapi janganlah kamu membuat perjanjian untuk berzina (atau melakukan hubungan seksual) dengan mereka. “ (QS Al Baqarah : 235 )

Sirran pada ayat di atas menurut pendapat sebagian ulama berarti: berzina atau melakukan hubungan seksual. Pendapat ini dipilih Jabir bin Zaid, Hasan Bashri, Qatadah, AnNakh’i, Ad Dhohak, Imam Syafi’i dan Imam Thobari. (Tafsir al Qurtubi : 3/126). Pendapat ini dikuatkan dengan salah satu syi’ir yang disebutkan oleh Imru al Qais:

??? ???? ?????? ????? ???? ???? ? ?? ???? ???? ??????

“Basbasah hari ini mengklaim bahwa aku sudah tua dan orang sepertiku ini tidak bisa lagi melakukan hubungan seksual dengan baik.“

Saat ini, nikah Siri dalam pandangan masyarakat mempunyai tiga pengertian:

Pengertian Pertama: Nikah Siri adalah pernikahan yang dilakukan secara sembunyi–sembunyi tanpa wali dan saksi. Inilah pengertian yang pernah diungkap oleh Imam Syafi’i di dalam kitab Al Umm 5/ 23,

?????? ??????? ?? ??? ??????????? ??? ??? ?????? ????????? ?? ???????? ???? ????? ?????? ??????????? ???? ??? ??????? ???????? ????? ????????? ?????? ????? ?????????? ??? ?????????

“Dari Malik dari Abi Zubair berkata bahwa suatu hari Umar dilapori tentang pernikahan yang tidak disaksikan, kecuali seorang laki-laki dan seorang perempuan, maka beliau berkata: “Ini adalah nikah sirri, dan saya tidak membolehkannya, kalau saya mengetahuinya, niscaya akan saya rajam (pelakunya). “

Atsar di atas dikuatkan dengan hadist Abu Hurairah ra:

?? ????? ??? ???? ???? ???? ??? ?? ???? ?????

“Bahwa nabi Muhammad saw melarang nikah siri. “ ( HR at Tabrani di dalam al Ausath dari Muhammad bin Abdus Shomad bin Abu al Jirah yang belum pernah disinggung oleh para ulama, adapun rawi-raiwi lainnya semuanya tsiqat (terpecaya) (Ibnu Haitami, Majma’ az-Zawaid wal Manbau al Fawaid (4/62) hadist 8057)

Pernikahan Siri dalam bentuk yang pertama ini hukumnya tidak sah.

Pengertian Kedua: Nikah Siri adalah pernikahan yang dihadiri oleh wali dan dua orang saksi, tetapi saksi-saksi tersebut tidak boleh mengumumkannya kepada khayalak ramai.

Para ulama berbeda pendapat tentang hukum nikah seperti ini:

Pendapat pertama: menyatakan bahwa nikah seperti ini hukumnya sah tapi makruh. Ini pendapat mayoritas ulama, di antaranya adalah Umar bin Khattab, Urwah, Sya’bi, Nafi’, Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’I, Imam Ahmad (Ibnu Qudamah, al Mughni, Beirut, Daar al Kitab al Arabi, : 7/ 434-435). Dalilnya adalah hadist Aisyah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda:

?? ?????? ??? ??????? ????????? ?????

“Tidak sah suatu pernikahan, kecuali dengan wali dan dua saksi yang adil“ (HR Daruqutni dan al Baihaqi). Hadits ini disahihkan oleh Ibnu Hazm di dalam (al-Muhalla : 9/465).

Hadits di atas menunjukkan bahwa suatu pernikahan jika telah dihadiri wali dan dua orang saksi dianggap sah, tanpa perlu lagi diumumkan kepada khayalak ramai.

Selain itu, mereka juga mengatakan bahwa pernikahan adalah sebuah akad mu’awadhah (akad timbal balik yang saling menguntungkan), maka tidak ada syarat untuk diumumkan, sebagaimana akad jual beli.

Begitu juga pengumuman pernikahan yang disertai dengan tabuhan rebana biasanya dilakukan setelah selesai akad, sehingga tidak mungkin dimasukkan dalam syarat-syarat pernikahan.

Adapun perintah untuk mengumumkan yang terdapat di dalam beberapa hadist menunjukkan anjuran dan bukan suatu kewajiban.

Pendapat Kedua: menyatakan bahwa nikah seperti ini hukumnya tidak sah. Pendapat ini dipegang oleh Malikiyah dan sebagian dari ulama madzhab Hanabilah (Ibnu Qudamah, al Mughni : 7/ 435, Syekh al Utsaimin, asy-Syarh al-Mumti’ ’ala Zaad al Mustamti’, Dar Ibnu al Jauzi , 1428, cet. Pertama : 12/ 95). Bahkan ulama Malikiyah mengharuskan suaminya untuk segera menceraikan istrinya, atau membatalkan pernikahan tersebut, bahkan mereka menyatakan wajib ditegakkan had kepada kedua mempelai jika mereka terbukti sudah melakukan hubungan seksual. Begitu juga kedua saksi wajib diberikan sangsi jika memang sengaja untuk merahasiakan pernikahan kedua mempelai tersebut. (Al Qarrafi, Ad Dzakhirah, tahqiq : DR. Muhammad al Hajji, Beirut, Dar al Gharb al Islami, 1994, cet : pertama : 4/ 401) Mereka berdalil dengan apa yang diriwayatkan oleh Muhammad bin Hatib al Jumahi, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:

????? ?????? ??????? ???????? ?????? ??????

“Pembeda antara yang halal (pernikahan) dan yang haram (perzinaan) adalah gendang rebana dan suara. “ (HR an Nasai dan al Hakim dan beliau mensahihkannya serta dihasankan yang lain).

Diriwayatkan dari Aisyah ra, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:

?????? ??????? ??????? ?? ???????? ????????? ???? ?????????

“ Umumkanlah nikah, adakanlah di masjid, dan pukullah rebana untuk mengumumkannya." ( HR Tirmidzi, Ibnu Majah ) Imam Tirmidzi berkata: Ini merupakan hadits gharib hasan pada bab ini.

Pengertian Ketiga: Nikah Siri adalah pernikahan yang dilakukan dengan adanya wali dan dua orang saksi yang adil serta adanya ijab qabul, hanya saja pernikahan ini tidak dicatatkan dalam lembaga pencatatan Negara, dalam hal ini adalah KUA.

Pertanyaannya, kenapa sebagian masyarakat melakukan pernikahan dalam bentuk ini? Apa yang mendorong mereka untuk tidak mencatatkan pernikahan mereka ke lembaga pencatatan resmi? Ada beberapa alasan yang bisa diungkap di sini, di antaranya adalah:

a. Faktor biaya, yaitu sebagian masyarakat khususnya yang ekonomi mereka menengah ke bawah merasa tidak mampu membayar administrasi pencatatan yang kadang membengkak dua kali lipat dari biaya resmi.

b. Faktor tempat kerja atau sekolah, yaitu aturan tempat kerjanya atau kantornya atau sekolahnya tidak membolehkan menikah selama dia bekerja atau menikah lebih dari satu istri.

c. Faktor sosial, yaitu masyarakat sudah terlanjur memberikan stigma negatif kepada setiap yang menikah lebih dari satu, maka untuk menghindari stigma negatif tersebut, seseorang tidak mencatatkan pernikahannya kepada lembaga resmi.

d. Faktor-faktor lain yang memaksa seseorang untuk tidak mencatatkan pernikahannya.

Bagaimana hukum nikah siri dalam bentuk ketiga ini?

Pertama: Menurut kaca mata syariat, nikah siri dalam katagori ini, hukumnya sah dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam, karena syarat-syarat dan rukun pernikahan sudah terpenuhi.

Kedua: namun, menurut kaca mata hukum positif di Indonesia dengan merujuk pada RUU Pernikahan di atas, maka nikah siri semacam ini dikenakan sanksi hukum.

Pertanyaannya adalah kenapa negara memberikan sanksi kepada para pelaku nikah siri dalam katagori ketiga ini? Apakah syarat sah pernikahan harus dicatatkan kepada lembaga pencatatan? Bagaimana status lembaga pencatatan pernikahan dalam kaca mata syari’at?

Kalau kita menengok sejarah Islam pada masa lalu, ternyata tidak ditemukan riwayat bahwa pemerintahan Islam memberikan sangsi kepada orang yang menikah dan belum melaporkan kepada negara. Hal itu, mungkin saja belum ada lembaga pemerintahan yang secara khusus menangani pencatatan masalah pernikahan, karena dianggap belum diperlukan. Dan memang pernikahan bukanlah urusan negara tetapi merupakan hak setiap individu, serta merupakan sunah Rasulullah saw.
Namun, beriring dengan perkembangan zaman dan permasalahan masyarakat semakin kompleks, maka diperlukan penertiban-penertiban terhadap hubungan antarindividu di dalam masyarakat. Maka, secara umum negara berhak membuat aturan-aturan yang mengarah kepada maslahat umum, dan negara berhak memberikan sangsi kepada orang-orang yang melanggarnya. Hal itu sesuai dengan kaidah fiqhiyah yang berbunyi:

???? ?????? ???? ?????? ??????

“Kebijaksanaan pemimpin harus mengarah kepada maslahat masyarakat.“ (As Suyuti, al Asybah wa An-Nadhair, Bierut, Dar al Kutub al Ilmiyah, 1993, Cet. Pertama, hlm : 121)

Maka, dalam ini, pada dasarnya negara berhak untuk membuat peraturan agar setiap orang yang menikah, segera melaporkan kepada lembaga pencatatan pernikahan. Hal itu dimaksudkan agar setiap pernikahan yang dilangsungkan antara kedua mempelai mempunyai kekuatan hukum, sehingga diharapkan bisa meminimalisir adanya kejahatan, penipuan atau kekerasan di dalam rumah tangga, yang biasanya wanita dan anak-anak menjadi korban utamanya.

Oleh karenanya, jika memang tujuan pencatatan pernikahan adalah untuk melindungi hak-hak kaum wanita dan anak-anak serta untuk kemaslahatan kaum muslimin secara umum, maka mestinya negara tidak mempersulit proses pencatatan pernikahan tersebut, di antaranya adalah mengambil langkah-langkah sebagai berikut:

a. Memberikan keringanan biaya bagi masyarakat yang tidak mampu, bukan malah meminta bayaran lebih, dengan dalih bekerja di luar jam kantor.

b. Membuka pelayanan pada hari-hari di mana banyak diselenggarakan acara pernikahan.

c. Tidak mempersulit orang-orang yang hendak menikah lebih dari satu, selama mereka bertanggung jawab terhadap anak dan istri mereka.

Tetapi jika ada tujuan-tujuan lain yang tersembunyi dan tidak diungkap, maka tentunya peraturan tersebut harus diwaspadai, khususnya jika terdapat indikasi-indikasi yang mengarah kepada pelarangan orang yang ingin menikah lebih dari satu, padahal dia mampu dan sanggup berbuat adil, jika keadaannya demikian, maka rancangan undang-undang tersebut telah merambah kepada hal-hal yang bukan wewenangnya, dan melarang sesuatu yang halal, serta telah mengumumkan perang terhadap ajaran Islam, dan secara tidak langsung memberikan jalan bagi perzinahan dan prostitusi yang semakin hari semakin marak di negeri Indonesia ini. Wallahu A’lam.

Sabtu, 29 Januari 2011

Wikileaks Gempar, Tapi Palestina Tetap saja Terpuruk

Dokumen Wikileaks babak kedua kembali menggemparkan lagi meskipun yang berkaitan dengan kawasan Timur Tengah (Timteng) dan dunia Islam umumnya tidak ada yang baru. Yang anehnya lagi, bocoran dokumen tersebut sampai saat ini belum ada yang menyulitkan Israel bahkan terkesan dokumen tersebut berisi "adu domba" di kalangan negara-negara Islam khususnya di kawasan Timteng.

Karena itu meskipun dokumen tersebut cukup penting, namun masih belum terungkap hal-hal yang jauh lebih penting seperti agresi Israel ke Libanon, pembantaian warga Palestina di Gaza, pembunuhan mendiang Yasser Arafat, serial pembunuhan politik di Libanon dan Palestina. Tentunya hal ini mengundang tanda tanya besar terhadap tujuan pembocorannya oleh pihak-pihak yang berkepentingan.

Media massa dunia (terutama Barat) memang melihat dokumen tersebut menggemparkan seolah-olah mendapatkan data yang asing bin aneh atau keluar dari kebiasaan yang ada selama ini. Namun bagi publik Arab, data-data yang dibocorkan menyangkut masalah kawasan tidak ada yang aneh bahkan tidak ada yang terasa baru.

"Wikileaks belum mengungkapkan kepada kita sesuatu yang baru karena hampir semua data yang dibocorkan sudah begitu lekat dengan benak publik Arab. Bedanya, publik tidak bisa berbuat banyak meskipun hanya sekedar untuk mengecamnya," papar Dr. Adnan Bakrih, seorang analis Arab dalam sebuah kolomnya yang menyorot tujuan tersembunyi di balik penyebaran bocoran babak kedua itu.

Masih menurut Dr. Bakrih, berbagai pertanyaan yang sejatinmya ingin diketahui publik justeru tidak muncul-muncul seperti (kompromi) dibalik invasi atas Libanon pada 2006, serangan atas Gaza (Desember 2008-Januari 2009), pembunuhan atas mendiang Presiden Yasser Arafat, bagaimana (kompromi) invasi atas Irak dan penggantungan Saddam Husein.

"Saya yakin publik Arab mengidam-idamkan data kongkret tentang hal-hal yang disebutkan tadi. Tidak adanya data dimaksud merupakan cacat yang kemungkinan bertujuan untuk tetap merahasiakan peran AS dan Israel, sehingga menimbulkan tanda tanya terhadap maksud tersembunyi dibalik penyebaran bocoran ini," tandasnya lagi.

Yang menimbulkan tanda tanya juga, papar Abdul Bari Athwan, analis Arab yang mukim di London, dokumen tersebut hingga saat ini masih belum mengungkap rahasia pembantaian Israel di Libanon dan agresi di Gaza. Juga rahasia tentang serangan atas armada kemanusiaan yang berlayar ke Gaza (Juni lalu) serta sikap AS dan juga dunia Arab atas serangan tersebut. " Yang pasti, kita tidak terlalu butuh bocoran tentang kejahatan Israel atas bangsa Palestina karena semua pihak mengetahui dengan pasti," tandasnya.

Senada dengan pendapat tersebut, Dr. Yasser Saad, analis lainnya juga mencurigai bahwa bocoran tersebut sepertinya disengaja karena sama sekali tidak membocorkan rahasia sebenarnya bukan pula data-data baru yang sebelumnya tidak diketahui oleh publik. Semua data yang dibocorkan sudah diketahui luas di kalangan publik Arab dan Muslim.

Apa yang dikemuakan beberapa analis Muslim di atas merupakan pendapat umum mayoritas publik Arab dan Muslim. Kita misalnya tidak perlu menunggu bocoran Wikileaks tentang penghancuran negara-negara Islam oleh AS seperti di Afgansitan, Irak, Pakistan dan Palestina. Kita juga tidak perlu bocoran untuk mengetahui politik lalim negeri ini terhadap isu-isu Umat Islam sebab semuanya jelas seperti matahari di siang bolong.

Mengingat data-data terakhir yang dikeluarkan laman Wikileaks tersebut belum ada yang "bergigi", maka tidak bisa dipungkiri bila timing pembocoran tahap kedua ini mengusung agenda terselubung. "Untuk kesejuta kali, kita mengatakan bahwa ada agenda terselubung dengan pengungkapan bocoran ini," tegas Athwan lagi.

Harapan makin jauh

Kecurigaan tersebut memang berdasar, pasalnya, momentum bocoran tahap kedua ini bertepatan dengan runtuhnya kembali upaya untuk melapangkan jalan menuju pengakuan internasional kemerdekaan Palestina dalam batas wilayah sebelum perang enam hari tahun 1967, meskipun minus kedaulatan utuh.

Perundingan damai secara langsung pupus kembali karena negeri zionis itu tak surut dari sikapnya untuk melanjutkan pembangunan pemukiman Yahudi di tanah milik warga Palestina di Tepi Barat. AS pun mengalah dengan mengatakan bahwa pihaknya tidak bisa menekan penundaan pemukiman seperti dinyatakan juru bicara Deplu AS, Philip Crowly (7/12).

Dengan demikian, harapan untuk mewujudkan Palestina merdeka makin jauh. Menlu Hillary Clinton, Sabtu (11/12) menegaskan bahwa agar kedua belah pihak (Israel dan Palestina) kembali ke meja perundingan tanpa syarat meskipun lewat perundingan tidak langsung. Hal ini berarti sebatas perundingan basa-basi, sementara pemukiman Yahudi termasuk di kota Al-Quds terus berlanjut.

Sejak bocoran Wikileaks bagian pertama muncul di media-media internasional, sebenarnya Israel berteriak girang seolah-olah berkata "hal ini baik bagi kita", papar Dr. James Zaghbi, Ketua Lembaga Arab-Amerika seperti dilaporkan harian Al-Watan, Oman (6/12). Pakar berkebangsaan Amerika asal Libanon ini tak ragu-ragu mengatakan "bocoran Wikileaks dimanfaatkan Israel untuk memperbaiki citranya dan sekaligus menghindar dari proses perdamaian".

"Apalagi di dalam salah satu dokumen Wikileaks disebutkan bahwa Iran adalah musuh paling berbahaya dunia Arab sehingga mengubah citra buruk Israel di mata masyarakat internasional sehingga PM Israel, Benjamin Netanyahu dengan bangga mengatakan bahwa Israel sebagai ancaman di kawasan hanyalah ilusi akibat propaganda selama 60 tahun," papar Zaghbi lagi.

Dampak dari laporan ini (menyebutkan Iran sebagai ancaman terbesar) adalah negeri zionis itu bisa berkelit dari perundingan damai serius. Seorang pejabat negeri zionis itu mengingatkan agar proses damai jangan dipikirkan dahulu, yang harus difokuskan adalah ancaman terbesar kawasan dari Iran. "Bagi saya jelas pernyataan ini konyol, namun sudah terduga sebelumnya," kata Zaghbi.

Namun sayang sekali, respon Palestina terhadap sikap AS yang tidak lagi menekan Israel untuk sekedar menunda pemukiman (bukan menghentikannya seperti yang dituntut Arab), dan melepaskan tangung jawab sebagai sponsor perundingan langsung, sangat memilukan. Sama sekali tidak ada sikap menentang meskipun sekedar demo di Ramallah sehingga seolah-olah tidak ada sesuatu yang terjadi.

Sikap ini sebagai cermin sikap dunia Arab secara keseluruhan yang memang selama ini berdalih tidak ada pilihan lain menghadapi sikap keras kepala zionis, kecuali terus berunding tanpa berani menuntut batas waktunya, baik pemukiman (pencaplokan) ditunda sementara waktu maupun diteruskan. Pada saat yang sama, embargo atas Gaza pun yang telah berjalan 5 tahun makin terlupakan.

Pengakuan Brazil dan Argentina terhadap negara Palestina dalam batas sebelum perang 1967 beberapa hari yang lalu yang disambut meriah oleh otoritas Palestina tak bermakna, padahal sudah dimaklumi, pengakuan semacam ini tidak akan mengubah nasib bangsa negeri ini yang telah menderita sejak 1948.

Masih teringat dibenak rakyat Palestina bahkan publik Arab dan Muslim pada umumnya, sekitar 22 tahun lalu Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) mendeklarasikan negara Palestina merdeka dari Aljier, Aljazair. Tak lama berselang sebanyak 126 negara mengakuinya, namun kenyataannya belum juga terwujud negara merdeka dan tidak ada pula manfaat yang dapat diperoleh rakyat Palestina dari pengakuan tersebut.

Tak berlebihan bila Abdul Fatah Alarabi, seorang analis Arab menyebut kondisi saat ini dengan mengatakan "pemumiman Yahudi lebih penting dari perdamaian". "Perundingan dengan syarat-syarat Israel hanya akan menambah penghinaan atas hak-hak bangsa Palestina," tegasnya.

Untuk mengatasi status quo ini, alangkah baiknya untuk mengembalikan isu Palestina ini ke pangkuan seluruh dunia Islam agar tekanan sesungguhnya dapat dirasakan AS dan Israel. Karena telah terbukti kegagalannya ketika mengkerdilkan isu ini sebatas isu Arab atau isu bilateral Palestina-Israel semata.

Disintegritas

Gegap gempita dokumen Wikileaks ini pun bertepatan dengan akan dilangsungkannya referendum pemisahan Sudan Selatan dari negara induknya Republik Sudan pada 9 Januari mendatang. Hampir dapat dipastikan bahwa Sudan akan mengalami disintegritas pasca referendum karena menjadi agenda Barat bahwa Sudan harus pecah.

Ternyata keliru pendapat yang menyebutkan bahwa Timteng baru yang didengungkan mantan Menlu AS, Condolliza Rice pada saat serangan Israel atas Libanon pada 2006, telah gagal. Proses pemetaan baru kawasan seperti persetujuan Sykos-Picot pada 1916 yang membagi-bagi negara Arab menjadi beberapa wilayah dibawah kekuasaan penjajah Barat.

Ternyata pemetaan baru ini dimulai dari Sudan, dengan pemisahan Sudan Selatan. Refendum yang disepakati pada 2005 dengan disponsori Barat antara pemerintah dengan pemberontak di selatan tak lebih sebagai taktik semata untuk memecah negeri paling luas di benoa Afrika tersebut.

Luas wilayah Sudan Selatan sekitar 640 ribu km persegi atau 26 persen dari total luas Sudan saat ini (2,5 juta km persegi) terdiri dari berbagai etnik dan agama. Mayoritas penduduknya atau sekitar 59 persen adalah penganut animisme, kemudian pemeluk Islam sebanyak 24 persen disusul Kristen sebanyak 17 persen. Pendudukanya sekitar 10 juta (25 persen dari total penduduk Sudan) sesuai sensus 2006.

Seluruh analis Arab sepakat bahwa pemisahan selatan dari negeri induknya sudah menjadi strategi zionis sejak lama untuk dapat menguasai salah satu sumber air Sungai Nil yang sangat vital itu. Strategi ini pernah muncul lalu tenggelam dan akhir-akhir ini kembali muncul menjelang referendum awal tahun depan.

Tanda-tanda negeri zionis itu berkepentingan atas disintegritas Sudan adalah pernyataan Pemimpin Sudan Selatan, Silva Kiir belum lama ini, yang mengingatkan bahwa Israel bukan musuh Sudan Selatan tapi ia musuh Palestina sehingga tidak ada masalah bila nanti membuka hubungan diplomatik dengan negeri zionis tersebut.

Intinya, disintegritas Sudan adalah strategi lama kaum zionis yang didukung Barat dan mendapat peluang emas untuk mewujudkannya pada persetujuan referendum pada 2005. Adapun timing ekspos bocoran Wikileaks tahap kedua ini tidak menutup kemungkinan disengaja untuk agenda terselubung, antara lain untuk mengenyampingkan isu Palestina dan tak kalah penting pula pemisahan Sudan Selatan. [Sana`a, 6 Muharam 1432 H/hidayatullah.com]

Penulis kolumnis hidayatullah.com, kini tinggal di Yaman

Shalat Khauf: dalam kondisi perang atau ketakutan

Jika musuh berada di selain arah kiblat - tentara di bagi dua kelompok.
Satu kelompok menghadap musuh satu lagi tidak menghadap ke musuh. Kemudian imam membuka sholat dan sholat bersama mereka satu rekaat (yaitu pada sholat dua rekaat) atau dua rekaat (ketika akan melaksanakan tiga atau empat rekaat). Imam tetap berdiri dan para makmum menyempurnakan shalat sendiri-sendiri. Kemudian kelompok yang sudah sholat menghadapi musuh dan yang belum sholat datang untuk sholat, lalu imam memimpin mereka menyelesaikan sisa sholat terdahulu bersama kelompok kedua.
Apabila imam duduk tasyahud maka para makmum berdiri dan menyelesaikan sholat mereka. Dan imam mengucapkan salam bersama mereka. Ini pendapat jumhur ulama. Hal yang senada juga diriwayatkan oleh Bukhari-Muslim: Shohih) - Imam mengerjakan sholat dengan kelompok pertama, setelah satu rekaat kelompok pertama menghadapi musuh lalu kelompok kedua sholat satu rakaat. Kemudian masing-masing kelompok menyelesaikan sholatnya masing-masing. - Imam sholat dengan kelompok pertama lalu salam dan imam kemudian sholat dengan kelompok ke dua kemudian salam Hadits dari Jabir dan Abi Bakrah, ”kami bersama Rasulullah SAW di Dzaturriqa’. Ketika iqamat sholat sudah dikumandangkan, beliau sholat bersama satu kelompok dua rakaat kemudian mereka mundur. Lantas beliau sholat dengan kelompok lainnya dua rakaat. Dengan demikian nabi SAW sholat empat rakaat, sedangkan mereka mengerjakan dua rakaat”. (HR. Bukhari dan Muslim: Shohih) - Imam sholat bersama pasukan bergantian satu rakaat-satu rakaat. Sehingga imam dua rakaat dan pasukan masing-masing satu rakaat. Pasukan tidak perlu mengqadh sisa rakaatnya. Sumbernya adalah hadits riwayat an Nasa’i, Ibnu Hibban, Ahmad: Shohih).

Pasukan dibagi dua.
Satu kelompok bershaf di belakang imam satunya menghadap ke arah musuh keduanya mengikuti sholat imam (takbiratul ihram). Kelompok yang berada di belakang imam rukuk dan sujud bersamanya sementara kelompok lainnya menghadap musuh seperti sedia kala. Kelompok yang sudah sholat satu rakaat mengambil senjata dan menghadap musuh. Kelompok lainnya ke belakang imam sholat sendiri-sendiri sementara imam tetap berdiri. Lalu imam sholat bersama mereka pada rakaat kedua. Kemudian kelompok yang menghadap musuh menyempurnakan satu rakaat lagi sedangkan imam dan kelompok kedua duduk. Mereka salam bersama-sama. Ini didasarkan pada hadits Abu Hurairah. Diriwayatkan Abu Dawud, An Nasaai, dan Ahmad: Hadits Hasan)

2. Jika musuh berada di arah Kiblat. Imam membagi menjadi dua kelompok. Lalu mereka mulai sholat bersama. Lalu imam membaca, rukuk, dan I’tidal bersama mereka seluruhnya. Kemudian imam sujud dengan salah satu kelompok, sementara kelompok lain menghadap musuh hingga imam bangkit dari sujud. Lalu imam berdiri, dan kelompok lain sujud dan menyusul imam. Mereka bertasyahud dan salam bersama. Berdasarkan Hadits Jabir ra. Diriwayatkan Muslim, Abu Dawud, An Nasaa’i, Ahmad: Shohih).

Hukum Merayakan Hari Valentine buat Umat Islam

“Hukum Merayakan Hari Valentine buat Umat Islam” ketegori Muslim. Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh

Langsung saja pertanyaan saya Ustadz, bagaimana hukum merayakan hari Valentine dalam pandangan syariah Islam? Mohon dijelaskan hakikat dan sejarahnya. Mohon dijelaskan, terima kasih

wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Nurahini Hendrawati

Jawaban

Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh

Boleh jadi tanggal 14 Pebruari setiap tahunnya merupakan hari yang ditunggu-tunggu oleh banyak remaja, baik di negeri ini maupun di berbagai belahan bumi. Sebab hari itu banyak dipercaya orang sebagai hari untuk mengungkapkan rasa kasih sayang. Itulah hari valentine, sebuah hari di mana orang-orang di barat sana menjadikannya sebagai fokus untuk mengungkapkan rasa kasih sayang.

Dan seiring dengan masuknya beragam gaya hidup barat ke dunia Islam, perayaan hari valentine pun ikut mendapatkan sambutan hangat, terutama dari kalangan remaja ABG. Bertukar bingkisan valentine, semarak warna pink, ucapan rasa kasih sayang, ungkapan cinta dengan berbagai ekspresinya, menyemarakkan suasan valentine setiap tahunnya, bahkan di kalangan remaja muslim sekali pun.

Perayaan Valentine’s Say adalah Bagian dari Syiar Agama Nasrani

Valentine’s Day menurut literatur ilmiyah yang kita dapat menunjukkan bahwa perayaan itu bagian dari simbol agama Nasrani.

Bahkan kalau mau dirunut ke belakang, sejarahnya berasal ari upacara ritual agama Romawi kuno. Adalah Paus Gelasius I pada tahun 496 yang memasukkan upacara ritual Romawi kuno ke dalam agama Nasrani, sehingga sejak itu secara resmi agama Nasrani memiliki hari raya baru yang bernama Valentine’s Day.

The Encyclopedia Britania, vol. 12, sub judul: Chistianity, menuliskan penjelasan sebagai berikut: “Agar lebih mendekatkan lagi kepada ajaran Kristen, pada 496 M Paus Gelasius I menjadikan upacara Romawi Kuno ini menjadi hari perayaan gereja dengan nama Saint Valentine’s Day untuk menghormati St. Valentine yang kebetulan mati pada 14 Februari .

Keterangan seperti ini bukan keterangan yang mengada-ada, sebab rujukannya bersumber dari kalangan barat sendiri. Dan keterangan ini menjelaskan kepada kita, bahwa perayaan hari valentine itu berasal dari ritual agama Nasrani secara resmi. Dan sumber utamanya berasal dari ritual Romawi kuno. Sementara di dalam tatanan aqidah Islam, seorang muslim diharamkan ikut merayakan hari besar pemeluk agama lain, baik agama Nasrani ataupun agama paganis dari Romawi kuno.

Katakanlah: Hai orang-orang kafir. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang Aku sembah. Dan Aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah menjadi penyembah Tuhan yang Aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.

Kalau dibanding dengan perayaan natal, sebenarnya nyaris tidak ada bedanya. Natal dan Valentine sama-sama sebuah ritual agama milik umat Kristiani. Sehingga seharusnya pihak MUI pun mengharamkan perayaan Valentine ini sebagaimana haramnya pelaksanaan Natal bersama. Fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang haramnya umat Islam ikut menghadiri perayaan Natal masih jelas dan tetap berlaku hingga kini. Maka seharusnya juga ada fatwa yang mengharamkan perayaan valentine khusus buat umat Islam.

Mengingat bahwa masalah ini bukan semata-mata budaya, melainkan terkait dengan masalah aqidah, di mana umat Islam diharamkan merayakan ritual agama dan hari besar agama lain.

Valentine Berasal dari Budaya Syirik.

Ken Swiger dalam artikelnya “Should Biblical Christians Observe It?” mengatakan, “Kata “Valentine” berasal dari bahasa Latin yang berarti, “Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuat dan Maha Kuasa”. Kata ini ditunjukan kepada Nimroe dan Lupercus, tuhan orang Romawi”.

Disadari atau tidak ketika kita meminta orang menjadi “to be my Valentine”, berarti sama dengan kita meminta orang menjadi “Sang Maha Kuasa”. Jelas perbuatan ini merupakan kesyirikan yang besar, menyamakan makhluk dengan Sang Khalik, menghidupkan budaya pemujaan kepada berhala. Icon si “Cupid ” itu adalah putra Nimrod “the hunter” dewa matahari.

Disebut tuhan cinta, karena ia rupawan sehingga diburu wanita bahkan ia pun berzina dengan ibunya sendiri. Islam mengharamkan segala hal yang berbau syirik, seperti kepercayaan adanya dewa dan dewi. Dewa cinta yang sering disebut-sebut sebagai dewa Amor, adalah cerminan aqidah syirik yang di dalam Islam harus ditinggalkan jauh-jauh. Padahal atribut dan aksesoris hari valentine sulit dilepaskan dari urusan dewa cinta ini.

Walhasil, semangat Valentine ini tidak lain adalah semangat yang bertabur dengan simbol-simbol syirik yang hanya akan membawa pelakunya masuk neraka,
naudzu billahi min zalik.

Semangat valentine adalah Semangat Berzina

Perayaan Valentine’s Day di masa sekarang ini mengalami pergeseran sikap dan semangat. Kalau di masa Romawi, sangat terkait erat dengan dunia para dewa dan mitologi sesat, kemudian di masa Kristen dijadikan bagian dari simbol perayaan hari agama, maka di masa sekarang ini identik dengan pergaulan bebas muda-mudi. Mulai dari yang paling sederhana seperti pesta, kencan, bertukar hadiah hingga penghalalan praktek zina secara legal. Semua dengan mengatasnamakan semangat cinta kasih.

Dalam semangat hari Valentine itu, ada semacam kepercayaan bahwa melakukan maksiat dan larangan-larangan agama seperti berpacaran, bergandeng tangan, berpelukan, berciuman, petting bahkan hubungan seksual di luar nikah di kalangan sesama remaja itu menjadi boleh. Alasannya, semua itu adalah ungkapan rasa kasih sayang, bukan nafsu libido biasa.

Bahkan tidak sedikit para orang tua yang merelakan dan memaklumi putera-puteri mereka saling melampiaskan nafsu biologis dengan teman lawan jenis mereka, hanya semata-mata karena beranggapan bahwa hari Valentine itu adalah hari khusus untuk mengungkapkan kasih sayang.

Padahal kasih sayang yang dimaksud adalah zina yang diharamkan. Orang barat memang tidak bisa membedakan antara cinta dan zina. Ungkapan make love yang artinya bercinta, seharusnya sedekar cinta yang terkait dengan perasan dan hati, tetapi setiap kita tahu bahwa makna make love atau bercinta adalah melakukan hubungan kelamin alias zina. Istilah dalam bahasa Indonesia pun mengalami distorsi parah.

Misalnya, istilah penjaja cinta. Bukankah penjaja cinta tidak lain adalah kata lain dari pelacur atau menjaja kenikmatan seks?

Di dalam syair lagu romantis barat yang juga melanda begitu banyak lagu pop di negeri ini, ungkapan make love ini bertaburan di sana sini. Buat orang barat, berzina memang salah satu bentuk pengungkapan rasa kasih sayang. Bahkan berzina di sana merupakan hak asasi yang dilindungi undang-undang.

Bahkan para orang tua pun tidak punya hak untuk menghalangi anak-anak mereka dari berzina dengan teman-temannya. Di barat, zina dilakukan oleh siapa saja, tidak selalu Allah SWT berfirman tentang zina, bahwa perbuatan itu bukan hanya dilarang, bahkan sekedar mendekatinya pun diharamkan.

Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.

wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Sumber Hukum Merayakan Hari Valentine buat Umat Islam : http://assunnah.or.id

Imlek dan Umat Islam

Pada bulan Februari mendatang ada dua perayaan besar yang cukup menyedot perhatian publik : Valentine dan Imlek. Mungkin untuk Valentine’s Day kehebohan acara kurang dirasakan, karena biasanya yang concern dengan perayaan ini adalah pasangan muda (baik yang sudah menikah maupun belum). Sedangkan kehebohan Imlek sangat dirasakan masyarakat. Di berbagai pusat perbelanjaan, pernak-pernik Imlek menghiasi berbagai sudut ruangan.

Hmm…Indonesia, yang sebagian penduduknya beragama Islam ikut pula meramaikan dua perayaan itu. Padahal, apakah kedua perayaan itu berasal dari Islam. Tentu bukan, tapi kebanyakan masyarakat tidak peduli dengan itu. Yang penting ikut merayakan, tidak usah memikirkan sejarah perayaan tersebut, apalagi mencari tahu bagaimana hukumnya merayakan Valentine dan Imlek bagi umat Islam.

Mungkin ada yang berfikir, dangkal sekali cara umat Islam memandang sesuatu? Valentine dan Imlek kan sekadar perayaan, ga usahlah disangkut pautkan dengan agama. Itu kan universal. Hmm… klo begitu, pertanyaannya adalah : apa peran dan fungsi agama Islam bagi Anda? Apakah hanya sekadar ibadah ritual? Tidak kan?

Islam diturunkan lengkap beserta seperangkat aturan kehidupan. Islam mengatur segala aspek kehidupan manusia : hubungan manusia dengan Alloh swt, hubungan sesama manusia, dan hubungan manusia dengan lingkungan sekitar. Jadi jika Anda memutuskan Islam sebagai pegangan hidup Anda, maka Anda harus tunduk pada seluruh aturan yang Islam turunkan.

Berikut ini ada tulisan mengenai Imlek yang saya ambil dari milis. Semoga membuka wawasan Anda mengenai Imlek.

Baca "Imlek Adalah Hari Raya Agama Kafir Bukan Sekedar Tradisi : Haram Atas Muslim Turut Merayakannya" Oleh : M. Shiddiq Al-Jawi

Imlek Tidak Haram dalam Islam

JAKARTA, RABU - Bagi masyarakat China Muslim, jangan khawatir untuk ikut merayakan Imlek. Karena, dalam Islam perayaan Imlek dihalalkan alias tidak haram. Hal itu dikatakan Gus Dur, menjawab pertanyaan seorang warga China Muslim, dalam diskusi tentang Tionghoa Peranakan, di Mal Ciputra, Jakarta Barat, Rabu (30/1).

"Imlek itukan perayaan hari, bukan agama. Nggak ada apa-apanya bagi Islam, nggak ada masalah. Kenapa jadi masalah? Rayakan saja. Agama saja boleh beda, Tuhan juga membolehkan agama beda-beda kok," kata Gus Dur.

Dalam kesempatan yang sama, pendiri Perhimpunan Indonesia Tionghoa (INTI), Benny G Setiono mengajak masyarakat Tionghoa untuk merayakan Imlek dengan sewajarnya. Apalagi, kata dia, di tengah kondisi bangsa Indonesia yang tengah prihatin.

"Temen-temen Tionghoa jangan sampai kebablasan atau berlebihan. Rakyat saat ini apa-apa lagi susah, beras mahal, tempe jarang. Jadi, kita tunjukkan empati kita, jangan pesta berlebihan. Gunakan uang bagi kepentingan saudara-saudara yang susah," ajak Benny.

Perayaan secara sederhana, dikatakan Benny juga sebagai bentuk rasa syukur karena sekarang masyarakat Tionghoa sudah memiliki kebebasan merayakan Imlek.

"Sekarang Imlek jadi rebutan, dulu Imlek diharamkan. Tapi sekarang, mal-mal berlomba-lomba ikut memeriahkannya. Orang Tionghoa belum pernah sebaik ini," kata dia lagi.

IMLEK ADALAH HARI RAYA AGAMA KAFIR BUKAN SEKEDAR TRADISI : HARAM ATAS MUSLIM TURUT MERAYAKANNYA

Tanya : Ustadz, orang-orang muslim etnis Tionghoa sering saya lihat turut merayakan Imlek. Apakah ini dibolehkan? Mereka beralasan, Imlek hanyalah tradisi, dan bukan bagian dari ajaran agama. Benarkah?


Jawab :


Kami akan menjawab lebih dulu apakah Imlek itu sekedar tradisi ataukah termasuk ajaran agama. Baru setelah itu akan kami jawab apa hukumnya seorang muslim turut merayakan Imlek.


1. Imlek Bagian Ajaran Agama Khonghucu, Bukan Sekedar Tradisi Tionghoa


Memang sering kita dengar dari orang Tionghoa, termasuk tokoh-tokohnya yang sudah masuk Islam, bahwa Imlek itu sekedar tradisi. Tidak ada hubungannya dengan agama. Sebagai contoh, Sekretaris Umum DPP PITI (Pembina Iman Tauhid Islam), H. Budi Setyagraha (Huan Ren Cong), baru-baru ini menyatakan bahwa Imlek adalah tradisi menyambut tahun baru penanggalan Cina, datangnya musim semi, dan musim tanam di daratan Cina. Imlek, kata beliau, bukan perayaan agama. (Lihat "Sekjen DPP PITI : Rayakan Imlek Jangan Berlebihan", Kedaulatan Rakyat, Selasa, 13 Pebruari 2007, hal. 2).

Jika kita mendalami agama Khonghucu, khususnya mengenai hari-hari rayanya, akan terbukti bahwa pernyataan tersebut tidak benar. Sebab sebenarnya Imlek adalah bagian integral dari ajaran agama Khonghucu, bukan semata-mata tradisi.


Dalam bukunya Mengenal Hari Raya Konfusiani (Semarang : Effhar & Dahara Prize, 2003) hal. vi-vii, Hendrik Agus Winarso menyebutkan bahwa masyarakat kurang memahami Hari Raya Konfusiani. Kata beliau mencontohkan,"Misalnya Tahun Baru Imlek dianggap sebagai tradisi orang Tionghoa." Dengan demikian, pandangan bahwa Imlek adalah sekedar tradisi, yang tidak ada hubungannya dengan agama, menurut penulis buku tersebut, adalah suatu kesalahpahaman (Ibid., hal. v).


Dalam buku yang diberi kata sambutan oleh Ketua MATAKIN tahun 2000 Hs. Tjhie Tjay Ing itu, pada hal. 58-62, Hendrik Agus Winarso telah membuktikan dengan meyakinkan bahwa Imlek adalah bagian ajaran Khonghucu. Hendrik Agus Winarso menerangkan, Tahun Baru Imlek atau disebut juga Sin Cia, merupakan momentum untuk memperbarui diri. Momentum ini, kata beliau, diisyaratkan dalam salah satu kitab suci Khonghucu, yaitu Kitab Lee Ki, bagian Gwat Ling, yang berbunyi :


"Hari permulaan tahun (Liep Chun) jadikanlah sebagai Hari Agung untuk bersembahyang besar ke hadirat Thian, karena Maha Besar Kebajikan Thian. Dilihat tiada nampak, didengar tiada terdengar, namun tiap wujud tiada yang tanpa Dia… (Tiong Yong XV : 1-5).


(Lihat Hendrik Agus Winarso, Mengenal Hari Raya Konfusiani, [Semarang : Effhar & Dahara Prize, 2003], hal. 60-61).


Penulis buku tersebut lalu menyimpulkan Imlek adalah bagian ajaran Khonghucu. Beliau mengatakan :


"Dengan demikian, menyambut Tahun Baru bagi umat Khonghucu Indonesia mengandung arti ketakwaan dan keimanan." (ibid.,hal. 61).


Maka tidaklah benar pendapat yang menyebutkan bahwa Imlek hanya sekedar tradisi orang Tionghoa, atau Imlek bukan perayaan agama. Yang benar, Imlek justru adalah bagian ajaran agama Khonghucu, bukan sekedar tradisi.


Lagi pula, harus kami tambahkan bahwa boleh tidaknya seorang muslim melakukan sesuatu, tidaklah dilihat apakah sesuatu itu berasal dari tradisi atau ataukah dari agama. Seakan-akan kalau berasal dari tradisi hukumnya boleh-boleh saja dilakukan, sementara kalau dari agama lain hukumnya tidak boleh.


Standar semacam itu sungguh batil dan tidak ada dalam Islam. Karena standar yang benar menurut Islam, adalah Al-Qur`an dan As-Sunnah. Allah SWT berfirman :


"Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya." (QS Al-A’raaf [7] : 3)


Kalimat "maa unzila ilaykum min rabbikum" dalam ayat di atas yang berarti "apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu", artinya adalah Al-Qur`an dan As-Sunnah. (Tafsir Al-Baidhawi, [Beirut : Dar Shaadir], Juz III/2).


Jadi suatu perbuatan itu boleh atau tidak boleh dilakukan, tolok ukurnya adalah Al-Qur`an dan As-Sunnah. Apa saja yang benar menurut Al-Qur`an dan As-Sunnah, berarti boleh dikerjakan. Sebaliknya apa saja yang batil menurut Al-Qur`an dan As-Sunnah, berarti tidak boleh dilakukan.


Maka kalau kita hendak menilai perbuatan muslim turut merayakan Imlek menurut Islam, tolok ukurnya harus benar. Yaitu harus kita lihat adalah apakah perbuatan itu boleh atau tidak menurut Al-Qur`an dan As-Sunnah, bukan melihat apakah Imlek itu dari tradisi atau dari agama.


Sungguh kalau seorang muslim menggunakan tolok ukur tadi, yaitu melihat sesuatu itu dari tradisi atau agama, ia akan tersesat. Sebab suatu tradisi tidak selalu benar, adakalanya ia bertentangan dengan Islam dan adakalanya sesuai dengan Islam. Contoh, free sex pada masyarakat Barat yang Kristen. Free sex jelas telah menjadi tradisi Barat, meski perbuatan kotor itu bukan bagian agama Kristen/Katholik, karena agama ini pun mengharamkan zina. Lalu, apakah karena free sex itu sekedar tradisi, dan bukan agama, lalu umat Islam boleh melakukannya? Jelas tetap tidak boleh, bukan?


Walhasil, mari kita gunakan barometer yang benar untuk menilai suatu perbuatan. Barometernya, bukan dilihat dari segi asalnya apakah suatu perbuatan itu dari tradisi atau agama, melainkan dilihat dari segi boleh tidaknya perbuatan itu menurut Al-Qur`an dan As-Sunnah. Inilah pandangan yang haq, tidak ada yang lain.


2. Haram Atas Muslim Turut Merayakan Imlek


Berdasarkan dalil-dalil Al-Qur`an dan As-Sunnah, haram hukumnya seorang muslim turut merayakan hari raya agama lain, termasuk Imlek, baik dengan mengikuti ritual agamanya maupun tidak, termasuk juga memberi ucapan selamat Gong Xi Fat Chai. Semuanya haram.


Imam Suyuthi berkata,"Juga termasuk perbuatan mungkar, yaitu turut serta merayakan hari raya orang Yahudi, hari raya orang-orang kafir, hari raya selain orang Arab [yang tidak Islami], ataupun hari raya orang-orang Arab yang tersesat. Orang muslim tidak boleh melakukan perbuatan itu, sebab hal itu akan membawa mereka ke jurang kemungkaran..." (Imam Suyuthi, Al-Amru bi Al-Ittiba’ wa An-Nahyu ’An Al-Ibtida` (terj.), hal. 91).


Khusus mengenai memberi ucapan selamat, Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah berkata,"Adapun memberi ucapan selamat yang terkait syiar-syiar kekufuran yang menjadi ciri khas kaum kafir, hukumnya haram menurut kesepakatan ulama, misalnya memberi selamat atas hari raya atau puasa mereka..." (Ahkam Ahli Adz-Dzimmah, [Beirut : Darul Kutub Al-’Ilmiyah], 1995, Juz I/162).


Dalil Al-Qur`an yang mengharamkan perbuatan muslim merayakan hari raya agama kafir di antaranya firman Allah SWT :


"Dan (hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu ialah) orang-orang yang tidak menghadiri kebohongan..." (QS Al-Furqan [25] : 72).


Kalimat "laa yasyhaduuna az-zuur" dalam ayat tersebut menurut Imam Ibnu Taimiyah maknanya yang tepat adalah tidak menghadiri kebohongan (az-zuur), bukan memberikan kesaksian palsu. Dalam bahasa Arab, memberi kesaksian palsu diungkapkan dengan kalimat yasyhaduuna bi az-zuur. Jadi ada tambahan huruf jar yang dibaca bi. Bukan diungkapkan dengan kalimat yasyhaduuna az-zuur (tanpa huruf jar bi). Maka ayat di atas yang berbunyi "laa yasyhaduuna az-zuur" artinya yang lebih tepat adalah " tidak menghadiri kebohongan", bukannya " memberikan kesaksian palsu." (M. Bin Ali Adh-Dhabi’i, Mukhtarat min Kitab Iqtidha` Shirathal Mustaqim Mukhalafati Ash-habil Jahim (terj.), hal. 59-60)


Sedang kata "az-zuur" (kebohongan) itu sendiri oleh sebagian tabi’in seperti Mujahid, adh-Dhahak, Rabi’ bin Anas, dan Ikrimah artinya adalah hari-hari besar kaum musyrik atau kaum jahiliyah sebelum Islam (Imam Suyuthi, Al-Amru bi Al-Ittiba’ wa An-Nahyu ’An Al-Ibtida` (terj.), hal. 91-95).


Jadi, ayat di atas adalah dalil haramnya seorang muslim untuk merayakan hari-hari raya agama lain, seperti hari Natal, Waisak, Paskah, Imlek, dan sebagainya.


Imam Suyuthi berdalil dengan dua ayat lain sebagai dasar pengharaman muslim turut merayakan hari raya agama lain (Lihat Imam Suyuthi, ibid., hal. 92). Salah satunya adalah ayat :


"Dan sesungguhnya jika kamu [Muhammad] mengikuti keinginan mereka setelah datangnya ilmu kepadamu, sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk golongan orang-orang yang zalim." (QS Al-Baqarah [2] : 145).


Menurut Imam Suyuthi, larangan pada ayat di atas tidak hanya khusus kepada Nabi SAW, tapi juga mencakup umat Islam secara umum. Larangan tersebut adalah larangan melakukan perbuatan sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang bodoh atau orang kafir [seperti turut merayakan hari raya mereka]. Sedangkan yang mereka lakukan bukanlah perbuatan yang diridhai oleh Allah dan Rasul-Nya (Lihat Imam Suyuthi, ibid., hal. 92).


Adapun dalil As-Sunnah, antara lain Hadits Nabi SAW,"Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk golongan mereka." (HR Abu Dawud).


Dalam hadits ini Islam telah mengharamkan muslim untuk menyerupakan dirinya dengan kaum kafir pada hal-hal yang menjadi ciri khas kekafiran mereka, seperti hari-hari raya mereka. Maka dari itu, haram hukumnya seorang muslim turut merayakan hari-hari raya agama lain (Lihat Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Penjelasan Tuntas Hukum Seputar Perayaan, [Solo : Pustaka Al-Ummat], 2006, hal. 76).


Berdasarkan dalil Al-Qur`an dan As-Sunnah di atas, haram hukumnya seorang muslim turut merayakan Imlek dalam segala bentuk dan manifestasinya. Haram bagi muslim ikut-ikutan mengucapkan Gong Xi Fat Chai kepada orang Tionghoa, sebagaimana haram bagi muslim menghiasi rumah atau kantornya dengan lampion khas Cina, atau hiasan naga dan berbagai asesoris lainnya yang serba berwarna merah. Haram pula baginya mengadakan berbagai macam pertunjukan untuk merayakan Imlek, seperti live band, karaoke mandarin, demo masak, dan sebagainya.


Semua bentuk perbuatan tersebut haram dilakukan oleh muslim, karena termasuk perbuatan merayakan hari raya agama kafir yang telah diharamkan Al-Qur`an dan As-Sunnah.


Terakhir, kami sampaikan seruan dan himbauan kepada saudara-saudaraku muallaf dari etnis Tionghoa, hendaklah Anda masuk ke dalam agama Islam secara keseluruhannya (kaffah). Janganlah Anda –semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada Anda semua— mengikuti langkah-langkah setan, yakni masuk ke dalam agama Islam namun masih mempertahankan sebagian ajaran lama yang dulu Anda peluk dan Anda amalkan, seperti perayaan Imlek. Marilah kita renungkan firman Allah SWT :


"Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh nyata bagimu." (QS Al-Baqarah [2] : 208)


Ya Allah, kami sudah menyampaikannya. Saksikanlah. [ ]

Muhammad Shiddiq al-Jawi

Natalan Bersama dalam Perspektif Islam

Hari Natal sudah lewat. Tanggal 25 Desember merupakan hari paling spesial bagi kaum Kristen. Karena pada hari itu mereka merayakan hari kelahiran salah satu tuhan dari ketiga tuhan mereka yaitu Yesus. Bahkan, jauh-jauh hari gemerlap gempita perayaan inipun sudah terasa dengan bertebarannya pamflet ataupun hiasan ornamen “Merry Christmas”, pohon cemara, maupun Sinterklas (Santa Claus). Mereka menyakini acara tersebut sebagai sebuah ibadah terhadap tuhannya.

Secara etimologi, kata Natal berasal dari bahasa latin ayng berarti hari kelahiran, sedangkan secara terminologi, natal berarti upacara yang dilakukan oleh orang Kristen untuk memperingatri hari kelahiran Isa Al Masih- yang mereka sebut Tuhan Yesus.

Natal merupakan acara rutin yang dilaksanakan pada tanggal 25 desember oleh umat kristen di seluruh dunia. Mereka menyakini bahwa pada tanggal tersebut merupakan tanggal dilahirkannya yesus, yang merupakan satu dari tiga tuhan yang mereka sembah atau sering disebut trinitas. Penetapan tanggal itu juga dicetuskan oleh Paus Liberius pada tahun 325- 354 masehi.

Namun, penetapan tanggal 25 Desember itu ditentang oleh kitab Bible dalam Lukas 2: 1-8 :

“Pada waktu itu Kaisar Agustus mengeluarkan suatu perintah, menyuruh mendaftarkan semua orang di seluruh dunia. Inilah pendaftaran yang pertama kali diadakan sewaktu Kirenius menjadi wali negeri di Siria. Maka pergilah semua orang mendaftarkan diri, masing-masing di kotanya sendiri. Demikian juga Yusuf pergi dari kota Nazaret di Galilea ke Yudea, ke kota Daud yang bernama Betlehem, --karena ia berasal dari keluarga dan keturunan Daud-- supaya didaftarkan bersama-sama dengan Maria, tunangannya, yang sedang mengandung. Ketika mereka di situ tibalah waktunya bagi Maria untuk bersalin, dan ia melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya dengan lampin dan dibaringkannya di dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan. Di daerah itu ada gembala-gembala yang tinggal di padang menjaga kawanan ternak mereka pada waktu malam.”

Sebenarnya, menurut Bible, Yesus dilahirkan pada bulan kaisar Agustus yang ketika itu melakukan sensus penduduk. Dalam kitab ini, diceritakan bahwa Yusuf, anak sulung Maria. Kejadian itu terjadi pada malam hari dimana gembala sedang menjaga kawanan ternak di padang rumput. Jadi, sangatlah jelas bahwasanya tangal 25 Desember tersebut bukanlah kelahiran Yesus.

Pada hakikatnya, tanggal tersebut merupakan kelahiran dewa matahari pada zaman kekaisaran romawi, dimana saat itu rakyat romawi memeluk agama katolik. Di sisi lain, mereka tidak ingin melepaskan adat dan budaya pangannya. Maka dari itu diadakan singkretisme dengan menyatukan antara kelahiran sun of god (Dewa Matahari) dengan son of god (Anak Tuhan= Yesus) yang dilaksankan pada tanggal 25 Desember.

Sementara secara historis, penetapan Natal masih menjadi perbincangan di kalangan Kristen, bagi umat Islam, “Natal bersama” juga menjadi perbincangan hangat bagi kaum Muslim. Namun bedanya, di kalangan Muslim perdebatan berkisar pada halal dan haramnya.

Secara tertulis Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengharamkan acara “Natal bersama”. Permasalahannya adalah hukum menghadiri kegiatan ritual dalam acara “Natal bersama”. Apakah dengan menghadiri perayaan itu merupakan bentuk kerukunan antar umat beragama? Inilah yang sekarang ini menjadi problem di kalangan umat Muslim.

Menurut Dr. Adian Husaini, salah satu peneliti INSISTS dalam artikelnya “Bisakah Suatu Fatwa Dicabut” di Koran Republika, Ketika orang Natal, dilakukanlah beberapa upacara (ritual) yang di dalam bahasa Islam disebut ibadat. Membakar lilin, memakan roti yang dianggap bahwa ketika itu roti tersebut adalah daging Yesus, dan meminum air yang dianggap sebagai darah Yesus. Logikanya, kehadirannya dalam acara tersebut adalah persetujuan atas amalan yang mereka lakukan. Seperti memakan roti, hal ini menunjukkan kesamaan keyakinan dengan apa yang mereka makan. Begitu juga dengan ritual yang lain. Sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an : “Barangsiapa menyatakan persetujuan dengan mereka, termasuklah dia dalam golongan mereka” (Al-Maidah: 51)

Menurut Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Qoyyim merayakan acara Natal tersebut merupakan tasayyub (menyerupai) dengan kaum itu dan tentu ini diharamkan, sebagimana sabda Nabi Muhammad SAW. “Barang siapa menyerupai suatu kaum maka mereka termasuk dalam bagian mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud).

Selain itu, menghadiri acara natal juga merupakan ikut memberikan suatu persaksian atas adanya kebatilan. Hal ini tentu diharamkan karena bertentangan dengan firman Allah dalam al-Qur’an: “Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui saja dengan menjaga kehormatan dirinya.” (Al-Furqon : 72)

Dalam Islam, setiap umat Muslim dibolehkan hidup berdampingan dengan agama lain selama mereka tidak memerangi kaum Muslimin. hal ini juga yang di praktikkan oleh Nabi Muhammad dan para khalifah di zamannya. Namun, hidup berdampingan disini bukan lantas mengikuti ajaran yang mereka anut melainkan menghargai apa yang telah menjadi keyakinan mereka, termasuk dalam acara Natal.

Kesimpulannya, acara yang dilaksanakan pada tanggal 25 Desember ini merupakan ajaran bagi agama Kristen. Maka, tidak diperbolehkan kaum Muslimin untuk ikut menghadiri dan merayakannya. Karena, kehadirannya seorang Muslim pada acara tersebut bukan merupakan kerukunan antar umat beragama.

Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an : "Dan tolong-menolonglah kamu didalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya." (QS. 5:2)

Hadir dalam acara natal merupakan bentuk tolong-menolong dalam hal keburukan. Sebab, ditakutkan aqidah kita akan dipengaruhi oleh mereka untuk beralih ke agamanya dan membawa kepada kekafiran. Selain itu, kehadiran kita dalam acara tersebut akan membuat mereka senang dan bangga. Karena, dengan perayaan itu merupakan langkah awal bagi mereka untuk mempengaruhi aqidah umat Muslim. Untuk itu, janganlah kita menghadiri acara yang bertentangan dengan ajaran Islam itu.

*)Penulis adalah mahasiswa Institut Studi Islam Darussalam (ISID) gontor
Sumber : Taufik Hidayat*
Red: Cholis Akbar

Jumat, 28 Januari 2011

Boleh Jadi Suporter, "Haram" Berfanatik!

Hidayatullah.com–- Sepak bola kini menjadi tren di dunia, tidak ketinggalan di Tanah Air yang saat ini sedang gegap gempita mendukung Tim Nasional Garuda. Hanya saja, biasanya, kecintaan terhadap olah raga satu ini terkadang melahirkan pertikaian antar pendukung. Bagaimana Islam memandangnya?
Dr. Salman Audah, seorang ulama asal Saudi berpesan agar para suporter tidak fanatik.
Tokoh yang juga penanggung jawab situs Islam Today ini menyampaikan, bolehnya ikut serta menjadi suporter sepak bola di tribun, karena hal itu termasuk perkara mubah. Akan tetapi, beliau mengingatkan agar sifat fanatisme terhadap club oleh raga dihilangkan, hingga tidak menimbulkan pertikaian antara pendukung.
Boleh Sujud Syukur, Dilarang Curang

Ia juga berpendapat bolehnya bagi pemain melakukan sujud syukur, setelah tim kesayangannya berhasil mencetak goal. Namun, Salman Audah juga menjelaskan bahwa prilaku pemain yang disengaja untuk menipu wasit, guna memperoleh kesempatan tendangan pinalti atau hal lain yang menguntungan tidak diperbolehkan.
”Itu adalah perbuatan yang dilarang, karena termasuk menipu dan berbuat curang.”
Pendapat beberapa masalah ini pernah ia sampaikan di komplek club bola Al Ahli, di Jeddah, pada tanggal 19 April 2009 lalu, di hadapan 700 peserta.
Pemain Saudi sendiri dipandang sebagai pihak yang memulai membudayakan ”sujud syukur di lapangan”, yakni pada 1994 di, di saat mereka menjadi peserta di pertandingan piala dunia di Amerika.
Mengenai bolehnya menjadi suporter, keadaan Saudi memang berbeda dengan dengan kondisi di negara lain, di mana di negeri ini semua suporter adalah laki-laki, sehingga ikhtilath dengan lawan jenis tidak ditemui, apalagi pertandingan biasanya diselenggarakan di malam hari, hingga tidak mengganggu waktu shalat.
Sayangnya, Dr. Salman Audah tak membahas halal-haramnya permainan bola menjadi ajang taruhan dan politik sebagaimana terjadi di Indonesia. [tho/Iol/www.hidayatullah.com]
Rep: Thoriq
Red: Cholis Akbar

Boleh Pukul Istri, Asal Tanpa Bekas

Hidayatullah.com-- Vonis Mahkamah Agung Federal Uni Emirat Arab, sebagaimana diberitakan oleh harian setempat, The National, hari Senin kemarin mengumumkan, seorang pria boleh memukul istri dan anak-anak, dengan syarat, pukulan tersebut tidak meninggalkan bekas.

Seorang pria, menurut hukum Islam, berhak untuk mendidik istri dan akan-anaknya. Dalam hal ini, termasuk memberi pukulan. Namun, para ulama Islam sepakat, pukulan tersebut tidak boleh terlalu keras.

Menurut harian The National, kasus ini menyangkut seorang pria yang memukul istri dan memukul serta menendang anak perempuannya, yang berusia 23 tahun. Sang istri mendapat luka-luka di bibir dan gigi, sementara sang putri mengalami memar biru di tangan dan lutut.

Sebelumnya, pengadilan telah menjatuhkan hukuman denda pada pria tersebut, karena telah menyalah-gunakan hak untuk mendidik istri dan anak.

Pria ini tidak menerima keputusan pengadilan, dan mengajukan banding. Mahkamah Agung Uni Emirat Arab kembali memvonis pria ini, dengan hukuman yang sama. [rnw/hidayatullah.com]

Mufti Afsel Jelaskan Hukum Mengenakan Dasi

Hidayatullah.com--Mufti Siraj Desai, seorang ulama yang sering dijadikan rujukan di Afrika Selatan membahas hukum memakai dasi bagi seorang Muslim. Walau dasi bukan simbol salib, namun seorang Muslim tidak boleh memakainya dalam beberapa kondisi, sebagaiman dilansir dalam situs resminya, askmufti.co.za (25/10).

Sebagaimana dipublikasikan dalam situs resminya, Syeikh Siraj Desai menjelaskan bahwa dasi bukanlah simbol salib. Menurut mufti yang banyak berbijak kepada madzhab Hanafi ini, dalam banyak penelitian, tidak ada hubungan antara salib dengan dasi.

Sejarah Dasi

Dasi pertama kali dipakai pada abad ke enam belas oleh para prajurit Croation. Mereka mengenakan sepotong kain diikat di leher sebagai pakaian tradisonal. Perancis kemudian tertarik mengapdosi bentuk pakaian ini setelah para prajurit tersebut masuk Perancis. Beberapa abad kemudian, Inggris mengadopsinya, kebanyakan digunakan tentara, untuk menutup mulut dari debu dan menjaga agar leher hangat.

Praktik mengenakan kain leher ini akhirnya merambat ke Amerika. Pada tahun 1864 Jerman dan Amerika mulai meproduksi versi modern dari ikat leher ini dan mereka mematenkannya.

Islam Memandang Dasi

Berdasarkan penjelasan di atas, Mufti Siraj Desai memandang bahwa dasi bukanlah simbol salib dan bukanlah simbol agama. Sebab itulah seorang Muslim boleh menggunakannya dalam kondisi tertentu. Namun, karena dasi (saat ini) tidak memiliki fungsi kecuali hanya sebagai model, maka makruh memakainya. Karena syariat tidak menghendaki seorang Muslim memakai pakaian yang tidak bermanfaat.

Namun, jika tempat bekerja atau sekolah menuntut untuk menggunakan pakaian ini, diizinkan untuk mengenakannya.

Sedangkan bagi mereka yang mengenakan dasi bukan karena alasan formal seperti di atas, bahkan karena hanya didorong ingin meniru budaya Barat atau percaya bahwa dasi adalah simbol kehormatan, maka dia berdosa dan memakai dasi dalam keadaan demikian dilarang, bukan makruh lagi.

Mufti Siraj Desai merujuk firman Allah, yang artinya,” …Apakah mereka mengharapkan penghormatan dari pihak mereka itu (orang-orang kafir)? Ketahuilah bahwa semua izzah milik Allah.” (An Nisa [4]: 139)

Menurut Siraj Desai, orang Muslim dibolehkan mengenaikan pakaian orang-orang kafir karena kebutuhan, seperti pakaian dan celana, namun tidak boleh percaya terhadap nilai-nilai dari budaya mereka. Jika, hal dilakukan maka ia terjerumus kepada keharaman. Sebagaimana sabda Rasulullah yang diriwayatkan At Thabarani, “Bukan bagian dari kita, siapa yang mempraktikan cara-cara orang lain( selain Islam).[tho/ask/hidayatullah.com]

Bertaubat dari Zina Saat Tidak Diterapkan Hukum Hadd

Hidayatullah.com--Sebagaimana diketahui, dalam syariat Islam, jika seorang mukallaf melakukan perbuatan zina, jika ia belum menikah (ghairu muhshan) maka hukumannya adalah dicambuk seratus kali, merujuk ayat, yang artinya,”Wanita pelaku zina dan laki-laki pelaku zina, maka cambuklah setiap orang dari keduanya seratus cambukan.” (An Nur: 2)

Selain dicambuk juga diasingkan selama satu tahun, sebagaimana yang dilakukan oleh Umar bin Al Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib.

Sedangkan bagi mereka yang sudah menikah (muhshan) maka hukumannya adalah dirajam hingga meninggal, merujuk kepada ayat, yang artinya,”Laki-laki lanjut usia (syeikh) dan perempuan lanjut usia (syaikhah) jika melakukan zina, maka rajamlah keduanya.” Ayat ini lafadznya telah dihapus (mansukh) namun, hukumnya masih berlaku. Demikian pula Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam juga telah merajam Maiz dan Al Ghamidiah. (Lihat, Al Mughi Al Muhtaj, 4/177, 182).

Namun, ketika syariat, terutama hukum hadd (hukum yang diatur oleh nash) ini tidak diberlakukan, sebagaimana yang terlihat di mayoritas negara Muslim saat ini, jika yang bersangkutan ingin bertaubat dan ingin dilaksanakan hadd atasnya, Dar Al Ifta’ Al Mishriah (Lembaga Fatwa Mesir) menyampaikan penjelasan kepada hidayatullah.com (26/1), bahwa yang bersangkutan (pelaku zina) hendaknya melakukan taubat nashuhah, yakni dengan beristighfar dan benar-benar menyesal atas apa yang telah ia lakukan, serta bertekad kuat dan sungguh-sungguh untuk tidak mengulangi perbuatannya kembali, selama dalam kondisi demikian (tidak laksanakan hadd oleh pemerintah) berlangsung. *