tag:blogger.com,1999:blog-16842642614080495252023-11-15T07:42:38.403-08:00Cahaya IslamNurcahya Dwi Asmorohttp://www.blogger.com/profile/15561792746335811319noreply@blogger.comBlogger37125tag:blogger.com,1999:blog-1684264261408049525.post-37050419987888346422011-05-01T05:33:00.000-07:002011-05-01T05:34:26.348-07:00Membaca Istighfar Untuk Orang KafirOleh<br />Ismail bin Marsyud bin Ibrahim Ar-Rumaih<br /><br /><br /><br /><br />Mendoakan orang kafir agar diberi rahmat dan pengampunan adalah diharamkan, dan barangsiapa yang melakukannya, maka dia telah berdosa dan tridak dikabulkan do’anya.<br /><br />Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.<br /><br />“Artinya : Tidak sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik walaupun orang-orang musyrik itu adalah kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu, itu adalah penghuni neraka Jahannam. Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah di-ikrarkannya kepada bapakanya itu. Maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri daripadanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun” [At-Taubah : 113-114]<br /><br />Imam At-Thabari berkata bahwa yang dimaksud dengan ayat di atas, tidak patut bagi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang-orang yang beriman memintakan ampun kepada Allah untuk orang-orang musyrik meskipun mereka kerabat sendiri, setelah datang penjelasan dari Allah bahwa mereka termasuk penghuni neraka Jahim, artinya setelah mereka meninggal dunia dalam keadaan syirik dan menyembah berhala maka jelas mereka termasuk penghuni neraka. Sebab Allah telah memutuskan bahwa orang yang meninggal dalam keadaan syirik tidak akan diampuni dosanya. Sehingga tidak patut seseorang meminta kepada Allah sesuatu yang telah diketahui bahwa Dia tidak mungkin melakukannya. Jika mereka berhujjah bahwa Nabi Ibrahim memintakan ampun kepada Allah untuk bapaknya, maka jawabannya bahwa permintaan ampun untuk bapaknya tidak lain hanyalah suatu janji yang telah diikrarkan kepada bapaknya. Maka setelah jelas bahwa bapaknya adalah musuh Allah dia meninggalkannya dan beristighfar serta berlepas diri daripadanya dan lebih memilih Allah serta mendahulukan perintahNya. [Tafsir Thabari 11/30]<br /><br />Dan boleh mendo’akan kejelekan atas mereka agar dibutakan hati mereka dan tidak menerima cahaya iman. Sebagaimana firman Allah.<br /><br />“Artinya : Musa berkata : ‘Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau telah memberi kepada Fir’aun dan pemuka-pemuka kaumnya perhiasan dan harta kekayaan dalam kehidupan dunia, ya Tuahn kami –akibatnya mereka menyesatkan (manusia) dari jalan Engkau. Ya Tuhan kami, binasakanlah harta benda mereka, dan kunci matilah hati mereka, maka mereka tidak beriman hingga mereka melihat siksaan yang pedih. Allah berfirman : ‘Sesungguhnya telah diperkenankan permohonan kamu berdua, sebab itu tetaplah kamu berdua pada jalan yang lurus dan janganlah sekali-kali kamu mengikuti jalan orang-orang yang tidak mengetaui” [Yunus : 88-89]<br /><br />Dari Abdullah Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri shalat di samping Ka’bah, maka datanglah sekumpulan orang Quraisy, ada seorang diantara mereka yang berkata : “Adakah di antara kalian yang mau mencari kotoran onta baik berupa darah, kotoran atau usus-ususnya untuk dibawa kemari dan jika Muhammad sujud, kita letakkan kotoran tersebut diatas pundaknya. Lalu di antara mereka yang paling celaka mencari kotoran dan tatkala Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam sujud kotoran itu diletakkan di atas pundaknya sehingga beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tertahan sujudnya. Dan mereka tertawa terbahak-bahak melihat tontonan tersebut. Setelah itu Juwairiyah menyampaikan kejadian tersebut kepada Fatimah, maka Fatimah seegera datang ke tempat kejadian dan dalam keadaan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersujud Fatimah menyingkirkan kotoran tersebut. Kemudian Fatimah mendatangi mereka dan menghardiknya. Seusai shalat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a : “Ya Allah hancurkanlah kaum Quraisy, Ya Allah hancurkanlah kaum Quraisy, Ya Allah hancurkanlah kaum Quraisy. Kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendo’akan mereka dengan menyebutkan namanya satu persatu ; ‘Ya Allah hancurkan Amr bin Hiysam, Utbah bin Rabi’ah, Syaibah bin Rabi’ah, Walid bin Utbah, Ummayah bin Khalaf, Uqbah bin Abu Muith dan Amarah bin Al-Walid’. Abdullah berkata : “Demi Allah saya menyaksikan mereka semuanya terkapar mati di perang Badr. Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat mereka semua pada waktu perang Badr” [Shahih Al-Bukhari, kitab Ash-Shalat bab Mar’ah Tuthrah ala Mushalla minal ‘Adza 1/131]<br /><br />Imam Hafizh Ibnu hajar berkata bahwa sesekali Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a kepada Allah agar mereka dihancurkan dan kadang-kadang beliau Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a kepada Allah agar mereka diberi hidayah, pada saat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendapat tekanan yang sangat dahsyat, maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menempuh cara yang pertama dan apabila banyak yang beriman dan yang lainnya diharapkan masuk Islam, maka beliau berdo’a kepada Allah agar mereka mendapat hidayah. [Fathul Barii 6/126]<br /><br />Dibolehkan mendo’akan atas orang kfir agar Allah menahan hujan dari langit atau menurunkannya. Dari Masruq bahwa beliau berkata : Saya datang kepada Abdullah Ibnu Mas’ud dan dia berkata : Setelah lama kaum Quraisy tidak menanggapi ajakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka beliau berdo’a agar tidak turun hujan kepada mereka dan terjadilah paceklik sehingga banyak yang meninggal dan memakan bangkai atau tulang. Kemudian Abu Sufyan mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata : ‘Wahai Muhammad, engkau datang menyuruh untuk menyambung kerabat, sesungghnya kaum-mu banyak yang binasa, maka berdo’alah kepada Allah. Lalu beliau memnbaca ayat.<br /><br />“Artinya : Maka tunggulah hari ketika langit membawa kabut yang nyata” {Ad-Dukhan : 10]<br /><br />Tetapi mereka kembali kafir kepada Allah sebagaimana firman Allah yang turun pada saat perang Badr.<br /><br />“Artinya : (Ingatlah) hari (ketika) kami menghantam mereka dengan hantaman yang keras” [Ad-Dukhan : 16]<br /><br />Dan dalam Riwayat lain dari Mansur bahwsanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a agar turun hujan, maka seketika itu, hujanpun turun dengan lebat. [Shahih Al-Bukhari, bab Istisqa 2/19]<br /><br />Dan boleh berdo’a kepada Allah agar diberi hidayah berdasarkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwa dia berkata : Thufail bin Amr datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata : “Sesungguhnya kabilah Daus banyak yang binasa karena mereka sering bermaksiat dan membangkang, maka berdo’alah untuk mereka. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a.<br /><br />“Artinya : Ya Allah berilah petunjuk kabilah Daus agar masuk Islam” [Shahih Al-Bukhari, kitab Ad-Da’waat bab Do’a 7/167]<br /><br />[Disalin dari buku Jahalatun Nas Fid Du’a edisi Indonesia Kesalahan Dalam Berdo’a, Penulis Ismail bin Marsyud bin Ibrahim Ar-Rumaih, Penerjemah Zainal Abidin, Penerbit Darul Haq]Nurcahya Dwi Asmorohttp://www.blogger.com/profile/15561792746335811319noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1684264261408049525.post-18412886774897658772011-05-01T05:03:00.000-07:002011-05-01T05:12:15.651-07:0012 Catatan Penting RUU IntelijenJakarta - Draf RUU Intelijen Negara masih dalam pembahasan. Namun draf tersebut dinilai belum sepenuhnya mengakomodasi sepenuhnya prinsip negara demokrasi. Ada 12 hal yang menjadi catatan penting dalam draf RUU ini.<br /><br />Koalisi Advokasi RUU Intelijen dalam rilis yang diterima detikcom, Senin (28/3/2011) menyatakan, sejak awal secara penuh mendukung rencana pengaturan lembaga intelijen melalui UU Intelijen. Hanya saja, mereka menilai, draf itu belum sepenuhnya mengakomodasi prinsip negara demokrasi dan justru menimbulkan persoalan serius terhadap tata nilai kehidupan negara demokrasi.<br /><br />Ada 12 catatan penting poin dalam RUU Intelijen yang belum sepenuhnya mengakomodasi sepenuhnya prinsip negara demokrasi, yaitu:<br /><br />1. Definisi Intelijen<br /><br />Pasal 1 ayat (2) menyatakan bahwa intelijen negara adalah lembaga pemerintah. Pada dasarnya lembaga intelijen bukanlah lembaga pemerintah tetapi alat negara. Definisi itu telah meletakkan posisi intelijen sebagai alat penguasa yang bekerja untuk kepentingan penguasa dan bukan alat negara yang bekerja untuk kepentingan rakyatnya. Hal itu sangat mengkhawatirkan karena sangat mungkin digunakan untuk memata-matai rakyat demi kepentingan penguasa semata.<br /><br />2. Penyadapan<br /><br />Penolakan penyadapan melalui izin pengadilan sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 31 bukan hanya berpotensi mengancam hak-hak asasi warga negara tetapi juga rentan disalahgunakan demi kepentingan ekonomi maupun politik kekuasaan. Intelijen memang memerlukan kewenangan untuk melakukan penyadapan/ intersepsi, namun harus dilakukan melalui mekanisme yang baku dan rigid serta harus memiliki prasyarat yang jelas, semisal pentingnya mendapatkan persetujuan pengadilan dalam penyadapan.<br /><br />3. Rahasia Informasi Intelijen<br /><br />Pengaturan rahasia intelijen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 jo Pasal 39 RUU Intelijen masih menimbulkan multitafsir dan bersifat karet. Pengaturan yang karet dan multitafsir ini mengancam kebebasan informasi, kebebasan pers dan demokrasi itu sendiri.<br /><br />4. Penangkapan<br /><br />Pemberian kewenangan menangkap kepada intelijen mengancam hak asasi manusia dan merusak mekanisme criminal justice system. Pemberian kewenangan itu sama saja dengan melegalisasi penculikan dalam undang-undang intelijen, mengingat kerja intelijen yang tertutup dan rahasia.<br /><br />Penting diingat bahwa badan intelijen negara adalah bagian dari lembaga intelijen non-judicial yang tidak termasuk menjadi bagian dari aparat penegak hukum. Dalam negara hukum, kewenangan menangkap maupun menahan hanya bisa dilakukan oleh aparat penegak hukum.<br /><br />5. Lembaga Koordinasi Intelijen Negara (LKIN)<br /><br />Lembaga Koordinasi Intelijen Negara (LKIN) sebagai lembaga baru yang diatur dalam RUU ini akan menjadi lembaga yang menggantikan kedudukan Badan Intelijen Negara (BIN) yang memiliki kewenangan sangat luas. Dalam hal itu, LKIN seharusnya tidak boleh memiliki kewenangan dan fungsi operasional, seperti melakukan intersepsi komunikasi, pemeriksaan aliran dana, dan lain-lain.<br /><br />6. Pengawasan<br /><br />Pengaturan mekanisme pengawasan dalam RUU Intelijen Negara ini hanya dilakukan dalam bentuk pengawasan parlemen oleh DPR yang dilaksanakan oleh perangkat kelengkapan DPR yang membidangi pengawasan intelijen. Tidak ada ketentuan yang mengatur pengawasan internal, pengawasan eksekutif, maupun pengawasan hukum.<br /> <br /><br />7. Organisasi dan Peran<br /><br />Dari sisi organisasi, RUU Intelijen Negara tidak menganut diferensiasi struktur dan spesialisasi fungsi. RUU Intelijen Negara tidak membagi wilayah kerja antara intelijen luar negeri, intelijen dalam negeri, intelijen militer, dan intelijen penegakan hukum secara tegas.<br /><br />8. Struktur dan Kedudukan<br /><br />RUU Intelijen Negara juga belum dapat memisahkan akuntabiltas antara struktur yang bertanggungjawab dalam membuat kebijakan dengan struktur yang bertanggung jawab secara operasional dalam melaksanakan kebijakan.<br /><br />9. Personel dan Rekrutmen<br /><br />Terkait dengan anggota intelijen, RUU Intelijen Negara hanya secara sumir mengatur tentang personel intelijen. Tidak diatur bagaimana mekanisme rekrutmen yang baik secara terbuka maupun tertutup.<br /><br />10. Kode Etik dan Larangan<br /><br />Selain itu, RUU Intelijen Negara ini juga masih belum mengatur mengenai pengaturan atau kode etik intelijen yang mencakup kewajiban, hak dan larangan bagi seluruh aktivitas dan aspek intelijen.<br /><br />11. Sipilisasi Intelijen<br /><br />RUU ini belum mengatur tentang agenda sipilisasi intelijen. Sudah seharusnya di era demokratisasi seluruh lembaga intelijen adalah sipil dan bukan TNI aktif, kecuali intelijen militer. Sampai saat ini Badan Intelijen Negara (BIN) masih diisi oleh TNI aktif. Padahal Kepala BIN saja berasal dari sipil.<br /><br />12. Hak Korban<br /><br />RUU Intelijen Negara belum mengatur tentang hak-hak korban, khususnya terkait dengan komplain korban apabila terdapat tindakan intelijen yang menyimpang dan menimbulkan persoalan serius terhadap hak-hak masyarakat.<br /><br />Atas 12 catatan tersebut, Koalisi Advokasi RUU Intelijen mendesak parlemen dan pemerintah agar tidak tergesa-gesa melakukan pembahasan RUU Intelijen Negara. Selain itu ruang yang luas bagi masyarakat harus tetap dibuka. Hal ini penting untuk memberikan masukan dan pandangan di dalam upaya menyempurnakan RUU Intelijen Negara yang ada.<br /><br />Koalisi Advokasi RUU Intelijen terdiri dari Imparsial, Kontras, IDSPS, Elsam, the Ridep Institute, Lesperssi, Setara Institute, LBH Masyarakat, ICW, YLBHI, LBH Jakarta, HRWG, Praxis, Infid, Yayasan SET, KRHN, Leip, Ikohi, Foker Papua, PSHK, MAPI, dan Media Link. Pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar juga tergabung dalam koalisi ini.Nurcahya Dwi Asmorohttp://www.blogger.com/profile/15561792746335811319noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1684264261408049525.post-45621949461928054332011-04-12T07:42:00.000-07:002011-04-12T07:49:26.859-07:00NORMAN KUMARA, ANTARA SENI DAN DINASSepekan terakhir ini kita dihebohkan dengan “ulah” kreatif oleh seorang (oknum) aparat penegak hukum Briptu Norman Kumara dari kesatuan Brimob Polda Gorontalo, dengan beraksi lipsing lagu india. Aksi ini tentunya banyak mendapat tanggapan dari berbagai kalangan masyarakat yang telah melihat di dunia maya ataupun di media elektronik pada beberapa hari ini. Tanggapan tersebut ada yang bersifat pujian dan memberikan dukungan, namun tidak sedikit pula yang tidak memberikan apresiasi positif. Terlepas dari profesinya sebagai seorang anggota polisi yang harus selalu bersikap tegas dan berperilaku disiplin, Norman Kumara adalah juga seorang manusia yang diberikan kelebihan dan kekurangan oleh Sang Pencipta. Dalam hal seni semua manusia pasti memiliki jiwa seni, namun Norman Kumara memiliki cita rasa seni diatas rata – rata orang di lingkungannya. Dia mampu menampilkan ide kreatif dan segar yang belum pernah dilakukan rekan – rekan seprofesinya. Melihat kepada gerakan yang dia peragakan, bagi saya gerakannya masih dalam koridor seorang laki-laki yang bersikap gagah, tidak ke-banci-bancian, dan dia masih menyadari bahwa dia sedang menggunakan atribut sebagai anggota polri yang dituntut berperilaku tegas dan disiplin, apalagi dari kesatuan pasukan gerak cepat brimob. Dalam melihat “kasus” ini, saya mencoba menilai dari beberapa sudut pandang:<br />1. Sebagai masyarakat awam: saya menilai aksi tersebut bagus, kocak dan menyegarkan. Kita semua yang melihat aksi tersebut pasti tersenyum dan penasaran untuk menikmatinya sampai tuntas. Dari gerakan bibirnya, menunjukkan kalau dia sangat hafal dengan lagu india tersebut. Padahal tidak semua dari kita bisa melafazkan bahasa india. Inilah satu kelebihan dia. Dari mimik wajahnyapun dia nampak dapat memahami apa yang dia ucapkan, walaupun mungkin dia tidak dapat mengartikan kata perkata dari syair lagu tersebut. Gerakannya yang walaupun di tempat (dengan duduk) tetapi hidup seolah sedang menari seperti layaknya penyanyi india, menunjukkan kemampuan terpendam yang dia miliki. Ada semacam (kalau saya boleh menyebut) inner beauty dari aksi yang dia peragakan. Dari sini, saya salut dan senang dengan aksinya.<br />2. Andaikan saya anggota polri: saya tidak akan ambil pusing dengan apa yang dia kerjakan. Sebagai sesama anggota polri saya bisa memahami betapa berat tugas-tugas yang harus kita emban, walaupun tugas tersebut datangnya dari atasan, tetapi pada dasarnya itu adalah tugas dari Negara. Apalagi dengan gaji aparat kepolisian yang masih standar umum (kalau tidak boleh disebut kurang), beban kehidupan yang harus ditanggung oleh seorang bintara tentulah cukup berat. Padahal sebagai aparat Negara, polisi harus selalu siap setiap dipanggil tugas kapanpun dan dimanapun. Menari, berjoget dan bergurau dengan sesama rekan kerja adalah satu-satunya cara mengatasi keletihan jiwa yang disandang. Dan ini adalah kegiatan positif yang mudah murah dan meriah dilakukan oleh seorang prajurit, daripada berbuat negative yang akan merusak citra kepolisian. Dalam hal ini saya masih mendukung apa yang dilakukan oleh Briptu Norman Kumara.<br />3. Andaikan saya atasan langsungnya: sebagai atasan langsung, pasti saya akan terkejut di pagi hari melihat berita di media elektronik tiba – tiba muncul wajah yang sangat saya kenal, yaitu salah seorang dari anak buah saya. Kelanjutan dari rasa terkejut itu adalah memberikan penilaian pantas atau tidak apa yang dia lakukan. Selanjutnya saya akan bertanya, bagaimana rekaman ini bisa sampai ke media elektronik dan dunia maya internet, siapa yang meng-upload, apa maksud dan tujuannya. Dari segi kepantasan, menurut saya kurang tepat bagi seorang yang mengenakan seragam dinas dan sedang melaksanakan dinas jaga di pos penjagaan melakukan hal ini. Pada saat dia melakukan aksinya, 90% kewaspadaan jaga hilang, andaikan pada saat tersebut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan bersama, dapat diperkirakan pastilah kejadian itu akan menimbulkan lebih banyak korban dari yang semestinya. Pos jaga yang harusnya memiliki kewibawaan sebagai pusat kendali yang mewakili Komandan setempat diluar jam dinas, menjadi tidak ada. Pos jaga tersebut tak ubahnya seperti pos jaga di kampung – kampung dimana para petugas rondanya sedang bermain kartu. Ini ironi sekali, pos jaga sebagai mata pengawas keamanan menjadi tidak berfungsi sebagai mana mestinya. Untuk point ini, saya tidak setuju dengan aksi ‘kreatif” Briptu Norman Kumara. Artinya saya akan memberikan teguran karena dia telah lalai dalam tugas (walaupun kebetulan tidak ada akibat dari kelalaiannya tsb). <br />4. Andaikan saya seorang Kapolri: Saya akan tersenyum saat melihat ulah dari salah satu anak buah yang berdinas jauh di wilayah Gorontalo. Saya akan maklumi sebagaimana maklumnya seorang bapak yang melihat tingkah lucu anaknya, sepanjang tingkah tersebut tidak memberikan dampak negative bagi personil dan lembaga kepolisian Negara secara umum. Mungkin hal yang paling jauh saya lakukan, sebatas menghubungi Kasat Brimob dan Kapolda Gorontalo, sekedar konfirmasi apakah benar “pelaku aksi” tersebut adalah seorang anggota brimob yang berdinas di wilayah ini. Artinya saya tidak akan memanggil yang bersangkutan untuk menghadap saya selaku Kapolri di Mabes Polri. Sedemikian besarnya kah kasus ini sehingga Kapolri harus turun tangan? Tidak adakah masalah lain yang lebih pantas dan penting untuk dilakukan dari hanya menunggu kedatangan seorang “polisi penjoget”? Apa kontribusi yang diberikan kepada Negara dari “aksi nyleneh ini”? Tetapi walaupun saya tidak memberikan apresiasi positif, saya juga tidak akan menegur “oknum” anggota saya ini. <br /><br />Demikian pandangan saya terhadap Briptu Norman Kumara sang polisi joget india.<br /><br />Penulis: Nurcahya Dwi Asmoro, S.Si.T<br />Perum Randuagung Indah kebomas GresikNurcahya Dwi Asmorohttp://www.blogger.com/profile/15561792746335811319noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1684264261408049525.post-75213918334146338102011-02-13T06:01:00.000-08:002011-02-13T06:02:49.230-08:00Menggugat Demokrasi – Membantah SyubhatOleh: Asy Syaikh Abu Nashr Muhammad bin Abdillah Al Imam<br /><br />Segala puji bagi Allah, kami memuji-Nya, meminta pertolongan-Nya, dan memohon ampunan dari-Nya. Kami berlindung kepada-Nya dari kejahatan diri-diri kami juga dari kejelekan perbuatan kami. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka tak ada yang dapat menyesatkannya dan barangsiapa yang disesatkan-Nya tak ada yang dapat memberinya petunjuk.<br /><br />Saya bersaksi bahwasanya tidak ada zat yang berhak diibadati selain Allah dan bahwasanya Nabi Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.<br /><br />Karena syubhat-syubhat yang digembar-gemborkan para pendukung pemilu banyak terlebih lagi kerusakan yang ditimbulkan olehnya tidak lebih sedikit dari kerusakan pemilu itu sendiri sehingga syubhat-syubhat yang menjadikan seorang Muslim dalam keadaan bingung dan ragu dalam menyikapi kebenaran dan menerimanya. Dan terkadang syubhat-syubhat ini membuat seorang Muslim lemah dan tidak berdaya. Dengan syubhat-syubhat ini menyeret seorang Muslim sehingga bisa menyimpang dari kebenaran lalu condong kepada kebatilan. Karena inilah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam memperingatkan umatnya agar tidak mendekat kepada orang- orang yang membawa syubhat. <br /><br />Imam Ahmad, Abu Dawud, dan Hakim meriwayatkan dari Imran bin Hushain radliyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam telah bersabda :<br />“Barangsiapa mendengar Dajjal maka waspadalah, demi Allah sesungguhnya seseorang pasti akan didatanginya dan dia menyangka bahwa dia (Dajjal) Mukmin lalu mengikutinya dengan sebab bangkitnya yang membawa syubhat.”<br /><br />Betapa banyak kaum Muslimin yang pada mereka ada kebaikan namun mereka menceburkan diri ke tempat-tempat yang banyak mengandung syubhat. Karena itulah mereka kerapkali goyah dan terguncang. Syubhat yang banyak menyelimuti para penuntut ilmu dan da’i ke jalan Allah itu sangat samar dan tersembunyi terlebih-lebih pada awal munculnya. Karena itu haruslah disebutkan syubhat- syubhat yang ada pada perkara pemilu ini kemudian disebutkan bantahannya secara singkat, Insya Allah Azza wa Jalla. Mengetahui syubhat sangatlah membantu seorang Muslim untuk menjauhi kebatilan.<br /><br />Tidak diragukan lagi bahwa keselamatan bagimu, wahai saudaraku Muslim akan terwujud dengan menjauhi syubhat sebagaimana yang dibimbingkan oleh para ulama Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Bahkan perbuatan ini merupakan ketundukan kepada Allah dan Rasul-Nya Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Jika kamu tidak menjauhinya maka sangat dikhawatirkan kamu akan bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Ini bila kamu bukan orang yang memenuhi syarat untuk membantah syubhat dan menjelaskan kebenaran dengan dalil-dalil syar’i.<br /><br />Tidak betul bahwa setiap orang yang memiliki ilmu syar’i pasti memiliki kemampuan untuk membantah syubhat-syubhat. Bahkan ia harus menyadari terlebih dahulu bahwa ilmu yang ia miliki tidak cukup untuk melancarkan bantahan hingga digabungkan padanya pengetahuan yang mendalam tentang manhaj Salaf dan pengetahuan tentang bagaimana interaksi mereka bersama para ahlul bid’ah dan orang-orang yang menyimpang.<br />Demikian pula seharusnya para da’i memohon ketegaran pada Allah Ta’ala. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam pernah bersabda :<br />“Ya Allah, wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, kokohkanlah hatiku di atas agama-Mu!”<br /><br />Dalam hal ini ada hantahan terhadap syubhat-syubhat tersebut yakni mengembalikan syubhat-syubhat tersebut kepada kaidah yang benar dan jelas. Umpamanya ada sekelompok dokter menyatakan sesuatu itu bermanfaat namun sebagian mereka mengatakan bahwa itu adalah racun yang mematikan. Yang lain lagi mengatakan bahwa benda itu berbahaya tapi tidak beracun. Sebagian lain lagi mengatakan mengandung manfaat namun ada madharatnya. Bukankah logika menuntut untuk meninggalkan sesuatu yang diperselisihkan ini?<br /><br />Begitu pula syubhat dalam pemilu. Para ulama yang mengikuti Manhaj Salafus Shalih telah sepakat bahwa sistem pemilihan umum itu berasal dari musuh-musuh Islam dan tidak terdapat dalam Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan tidak pula datang dari para pendahulu umat ini. Kesepakatan ini bulat tanpa ada khilaf dalam wajibnya mengambil kesepakatan ini. <br /><br />Kemudian mereka berselisih, sebagian mereka ada yang mengatakan di dalamnya tidak ada kebaikan dan justru ada padanya keburukan-keburukan sebagaimana yang berlalu penjelasannya. Lalu mereka pun meninggalkannya secara total.<br /><br />Di antara mereka ada yang berpendapat pemilu mengandung kebaikan dan kejahatan namun kejahatannya lebih besar daripada kebaikannya. Maka meninggalkannya secara total lebih utama. <br /><br />Di antara mereka ada yang mengatakan bahwa pemilu mengandung keburukan dan kebaikan namun kebaikannya lebih banyak dari kejahatannya. Tidakkah masuk di akal bahwa meninggalkan pemilu dan menolaknya itu lebih selamat dan lebih melanggengkan Islam? Hanya saja hawa nafsu telah memisahkan kebenaran dari umumnya manusia.<br /><br />Firman Allah Azza wa Jalla :<br />“Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami.” (QS. As Sajdah : 24)<br /><br />Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam menafsirkan ayat ini :<br />“Dengan kesabaran kamu bisa meninggalkan syahwat dan dengan keyakinan kamu bisa meninggalkan syubhat.”<br /><br />(Dinukil dari buku: Menggugat Demokrasi dan Pemilu. Judul asli: Tanwir Azh-Zhulumat bi Kasyfi Mafasid wa Syubuhat al-Intikhabaat, Penerbit Maktabah al-Furqan, Ajman, Emirate. Sumber: www.assunnah.cjb.net)Nurcahya Dwi Asmorohttp://www.blogger.com/profile/15561792746335811319noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1684264261408049525.post-69738612329067459762011-02-13T05:58:00.000-08:002011-02-13T05:59:45.602-08:00Menggugat Demokrasi – Apakah Demokrasi dan Pemilu Sama Dengan Musyawarah Dalam Islam?Oleh: Asy Syaikh Abu Nashr Muhammad bin Abdillah Al Imam<br /><br />Bagaimana hukum perkataan : “Demokrasi dan pemilu adalah sama dengan syura Islami ?”<br /><br />Jawabnya :<br />Demi Allah, seandainya kami tidak mengkhawatirkan orang yang bodoh terpengaruh dengan kata-kata seperti ini niscaya kami tidak akan membantahnya.<br /><br />Sebelum menjelaskan kesembronoan penyamaan ini, akan saya sebutkan untuk mereka dua hadits yang agung. Yaitu sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam:<br />Barangsiapa mengatakan : “Aku berlepas diri dari Islam.” Apabila dia berdusta maka dia sebagaimana apa yang dia katakan. Apabila dia sungguh-sungguh maka dia tidak akan kembali kepada Islam dengan selamat. (Riwayat An Nasa’i, Ibnu Majah dan Al Hakim dari Buraidah)<br /><br />Dan sabda Rasul Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam :<br />“Sungguh seorang hamba berbicara dengan suatu perkataan yang jelas menjadikan dia tergelincir ke dalam neraka lebih jauh jaraknya daripada antara timur dan barat.” (Muttafaq ‘alaih dan Abu Hurairah)<br /><br />Dalam kedua hadits ini terdapat nasihat bagi orang yang berbicara atas nama Allah tanpa ilmu, petunjuk dan landasan kitab yang terang.<br /><br />Yang jelas, demokrasi dan pemilu tidak bertemu dengan musyawarah yang disyariatkan Allah. Tidak pada pokoknya, tidak pula pada cabangnya. Tidak pada keseluruhannya, tidak pula pada sebagiannya. Tidak pada maknanya, tidak pula pada bentuknya. Dalilnya adalah sebagai berikut :<br /><br />Pertama,<br />Siapakah yang mensyariatkan “demokrasi” ? Jawab, orang-orang kafir.<br />Siapakah yang mensyariatkan musyawarah? Jawab, Allah.<br />Apakah boleh bagi makhluk untuk membuat syariat? Jawab, tidak boleh.<br />Apakah bisa diterima syariat yang dibuatnya? Jawab, tidak bisa.<br />Yang mensyariatkan demokrasi adalah makhluk dan yang mensyariatkan musyawarah adalah Allah. Rabb dan Pemilik musyawarah adalah Allah sementara Rabb dan pemilik demokrasi adalah orang-orang kafir dan pengikut hawa nafsu. Apakah kita mempunyai Rabb selain Allah?<br /><br />Allah Azza wa Jalla berfirman :<br />“Maka patutkah aku mencari hakim selain daripada Allah?” (QS. Al An’am : 114)<br /><br />Allah Azza wa Jalla berfirman :<br />Katakanlah : “Apakah akan aku jadikan pelindung selain dari Allah yang menjadikan langit dan bumi padahal Dia memberi makan dan tidak diberi makan?” Katakanlah : “Sesungguhnya aku diperintah supaya aku menjadi orang yang pertama sekali menyerahkan diri (kepada Allah) dan jangan sekali-kali kamu masuk golongan orang-orang musyrik.” (QS. Al An’am : 14)<br /><br />Allah Azza wa Jalla juga berfirman :<br />Katakanlah : “Apakah aku akan mencari Rabb selain Allah padahal Dia adalah Rabb bagi segala sesuatu.” (QS. Al An’am : 164)<br /><br />Maka ayat di atas adalah garis demarkasi yang nyata antara demokrasi dan pemilu di satu sisi dengan musyawarah Islami di sisi yang lain.<br /><br />Kedua,<br />Musyawarah kubra dilakukan berkaitan dengan pengaturan umat. Para pelakunya adalah ahlul halli wal ‘aqdi dari kalangan ulama, orang-orang yang shalih dan ikhlas. Adapun demokrasi, para pelakunya adalah individu-individu yang suka berbuat kufur, jahat, dan orang-orang pandir dari kalangan lelaki maupun perempuan. Dan apabila bersama mereka terdapat Muslimin atau ulama, hal ini tidak lain hanyalah mempermainkan kaum Muslimin.<br /><br />Bolehkah disamakan seorang Muslim yang beriman dan shalih yang telah dipilih Allah dengan penjahat yang telah dijauhkan dan dihinakan oleh Allah?<br /><br />Allah Azza wa Jalla berfirman :<br />“Maka apakah patut Kami menjadikan orang-orang Islam itu sama dengan orang- orang yang berdosa (orang kafir)? Mengapa kamu (berbuat demikian)? Bagaimanakah kamu mengambil keputusan?” (QS. Al Qalam : 25-26)<br /><br />Allah Azza wa Jalla berfirman :<br />“Apakah orang-orang yang membuat kejahatan itu menyangka bahwa Kami akan menjadikan mereka seperti orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang shalih yaitu sama antara kehidupan dan kematian mereka? Amat buruklah apa yang mereka sangka itu.” (QS. Al Jatsiyah : 21)<br /><br />Allah Azza wa Jalla berfirman :<br />“Patutkah Kami menganggap orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang shalih sama dengan orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi? Patutkah (pula) Kami menganggap orang-orang yang bertakwa sama dengan orang- orang yang berbuat maksiat?” (QS. Shad : 28)<br /><br />Ketiga,<br />Ahli musyawarah tidak menghalalkan yang haram dan tidak mengharamkan yang halal. Tidak menganggap benar sesuatu yang batil dan tidak menganggap batil sesuatu yang benar. Berbeda dengan para penganut demokrasi. Mereka menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal. Menganggap batil sesuatu yang hak dan membela kebatilan.<br /><br />Ahli musyawarah akan memusyawarahkan segala sesuatu yang masih samar dari perkara-perkara yang hak dan berupaya merealisasikannya. Mereka sekedar mengikut dan mencontoh, tidak mendatangkan hukum-hukum yang menyelisihi hukum Allah. Adapun pengikut demokrasi, mereka suka membikin perkara-perkara baru, mengerjakan kebatilan, serta suka membuat peraturan dari selain Allah.<br /><br />Allah Azza wa Jalla berfirman :<br />“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama.” (QS. Asy Syura : 21)<br /><br />Allah Azza wa Jalla juga berfirman :<br />Dan barangsiapa di antara mereka mengatakan : “Sesungguhnya aku adalah Rabb selain daripada Allah.” Maka orang itu Kami beri balasan dengan Jahannam, demikian Kami memberikan pembalasan kepada orang-orang zalim. (QS. Al Anbiya : 29)<br /><br />Allah Azza wa Jalla berfirman :<br />“Tak ada seorang pelindung pun bagi mereka selain-Nya dan Dia tidak mengambil seorang pun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan.” (QS. Al Kahfi : 26)<br /><br />Keempat,<br />Musyawarah tidak dilakukan kecuali pada perkara-perkara yang langka. Adapun pada apa yang telah diputuskan Allah dan Rasul-Nya serta telah jelas hukumnya maka tidak ada musyawarah dalam masalah tersebut. Sedangkan demokrasi senantiasa bertentangan dengan hukum-hukum Allah.<br /><br />Allah Azza wa Jalla berfirman :<br />“Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS. Al Maidah : 50)<br /><br />Allah Azza wa Jalla berfirman :<br />“Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (QS. Al Maidah : 44)<br /><br />Allah Azza wa Jalla berfirman :<br />“Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah maka mereka itu adalah orang-orang yang dhalim.” (QS. Al Maidah : 45)<br /><br />Allah Azza wa Jalla berfirman :<br />“Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik.” (QS. Al Maidah : 47)<br /><br />Kelima,<br />Musyawarah tidak fardhu dan tidak wajib pada setiap saat. Akan tetapi hukumnya berbeda-beda sesuai dengan waktu dan keadaan. Kadang wajib kadang tidak wajib. Karena inilah maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam melakukan musyawarah untuk bergerak pada sebagian peperangan dan tidak melakukannya pada waktu yang lain. Hal tersebut berbeda menurut perbedaan keadaan.<br /><br />Sedangkan demokrasi adalah satu kemestian bagi para pengikutnya. Tidak diperkenankan bagi seorang pun untuk keluar daripadanya. Para penguasa dan pejabat harus selalu melaksanakannya dan menerapkannya pada rakyat mereka. Padahal barangsiapa mewajibkan sesuatu yang tidak diwajibkan oleh Allah berarti dia telah memperbudak manusia.<br /><br />Allah Azza wa Jalla berfirman :<br />“Maka apakah orang-orang kafir menyangka bahwa mereka (dapat) mengambil hamba-hamba-Ku menjadi penolong selain Aku? Sesungguhnya Kami telah menyediakan neraka Jahannam tempat tinggal bagi orang-orang kafir.” (QS. Al Kahfi : 102)<br /><br />Keenam,<br />Demokrasi menolak syariat Islam, menganggapnya lemah dan tidak baik padahal syura menetapkan kekuatan Islam dan kelayakannya pada setiap zaman dan tempat.<br /><br />Ketujuh,<br />Musyawarah ada bersamaan dengan kedatangan Islam. Adapun demokrasi tidaklah datang ke negeri kaum Muslimin kecuali pada dua abad terakhir ini –abad tiga belas dan empat belas hijriyah–. Apakah dengan demikian dapat dikatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam adalah seorang yang berdemokrasi? Demikian pula para shahabat dan kaum Muslimin pada umumnya?<br /><br />Kedelapan,<br />Demokrasi berarti “kekuasaan rakyat dari rakyat untuk rakyat”. Adapun syura berangkat dari musyawarah, di dalamnya tidak ada unsur pembuat hukum yang tidak ada asalnya dalam syariat. Yang ada hanyalah tolong menolong dalam memahami al haq, mengembalikan hal-hal yang masih tercecer kepada yang sudah terkumpul dan mengembalikan perkara-perkara yang baru kepada perkara-perkara yang sudah dikenal.<br /><br />(Dinukil dari buku: Menggugat Demokrasi dan Pemilu. Judul asli: Tanwir Azh-Zhulumat bi Kasyfi Mafasid wa Syubuhat al-Intikhabaat, Penerbit Maktabah al-Furqan, Ajman, Emirate. Sumber: www.assunnah.cjb.net)Nurcahya Dwi Asmorohttp://www.blogger.com/profile/15561792746335811319noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1684264261408049525.post-85882841132872919782011-02-12T20:58:00.001-08:002011-02-12T21:00:09.765-08:00Menggugat Demokrasi – Mendekatkan Ajaran Islam Dengan DemokrasiOleh: Asy Syaikh Abu Nashr Muhammad bin Abdillah Al Imam<br /><br />Persoalan lainnya adalah mungkinkah mendekatkan ajaran Islam dan demokrasi?<br />Jawabnya : Tidak! Sebabnya adalah beberapa hal berikut :<br /><br />1. Bahwa yang berhak membikin syariat (peraturan) dalam Islam hanyalah Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya.<br /><br />Allah Azza wa Jalla berfirman :<br />“Dia tidak mengambil seorang pun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan.” (QS. Al Kahfi : 26)<br /><br />“Sesungguhnya hukum hanya milik Allah saja.” (QS. Yusuf : 40)<br /><br />“Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah Rabb semesta alam.” (QS. Al A’raf : 54)<br />Yang dimaksud dengan al amru adalah al hukmu.<br />Allah Azza wa Jalla berfirman :<br />“Bahkan milik Allah-lah al amru seluruhnya.” (QS. Ar Ra’d : 31)<br /><br />Dan Nabi kita Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam membuat syariat atas dasar perintah Allah bukan karena kemauan beliau sendiri.<br />Allah Azza wa Jalla berfirman :<br />“Seandainya dia (Muhammad) mengada-adakan sebagian perkataan atas (nama) Kami niscaya benar-benar Kami pegang dia pada tangan kanannya. Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya.” (QS. Al Haqqah : 44-46)<br /><br />Allah memberitakan tentang perihal beliau dalam surat Al An’am (ayat ke-60) dan Al Ahqaf (ayat ke-9) :<br />“Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku.”<br /><br />Allah berfirman kepada beliau :<br />Katakanlah : “Aku hanya memperingatkan kalian dengan wahyu.” (QS. Al Anbiya : 45)<br /><br />Allah juga berfirman membersihkan Nabi-Nya Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam :<br />“Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya) yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat yang mempunyai akal yang cerdas.” (QS. An Najm : 3-6)<br /><br />Allah berfirman kepada Nabi-Nya :<br />“Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.” (QS. An Nahl : 44)<br /><br />Allah Azza wa Jalla berfirman :<br />“Taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya.” (QS. An Nisa’ : 59)<br /><br />Dan Dia Azza wa Jalla menjadikan taat kepada Rasul-Nya sebagai bentuk taat kepada-Nya. Allah berfirman :<br />“Barangsiapa yang menaati Rasul sesungguhnya ia telah menaati Allah.” (QS. An Nisa’ : 80)<br /><br />Bahkan Allah menjadikan seorang Muslim tidak mendapatkan petunjuk sampai dia taat kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Dia berfirman :<br />“Jika kalian taat kepadanya maka kalian akan mendapatkan petunjuk.” (QS. An Nur : 54)<br /><br />Dan Allah menjelaskan bahwa kerugian yang paling besar yang menimpa seorang hamba pada hari kiamat adalah ketidaktaatannya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam :<br />Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit dua tangannya seraya berkata : “Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku, kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al Quran ketika Al Quran itu telah datang kepadaku.” (QS. Al Furqan : 27-29)<br /><br />Adapun di dalam demokrasi yang membikin peraturan adalah makhluk yang bodoh – -setinggi apapun tingkatan ilmunya–. Karena seandainya dia mengetahui sesuatu tentu masih banyak hal lain yang tidak dia ketahui.<br /><br />2. Tidak boleh mengadakan pendekatan antara Islam dan demokrasi walau pada sebagian unsurnya saja. Sebab Islam adalah ajaran yang universal dan sempurna bagi segala problem kehidupan.<br /><br />Allah Azza wa Jalla berfirman :<br />“Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. An Nisa’ : 65)<br /><br />Apabila keimanan kita tidak sempurna kecuali dengan menjadikan Rasul kita Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam sebagai hakim maka hal ini menunjukkan bahwa setiap Muslim dituntut untuk menerima kebenaran pada setiap permasalahan.<br />Allah Azza wa Jalla telah berfirman :<br />“Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (Sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.” (QS. An Nisa’ : 59)<br /><br />Firman Allah Azza wa Jalla mencakup segala masalah yang terjadi perselisihan di dalamnya. Karena kata tersebut adalah nakirah dalam konteks kalimat syarat. Dan firman Allah Azza wa Jalla :<br />“ … jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.”<br />Adalah dalil bahwa barangsiapa tidak mengembalikan perkara dan perselisihannya kepada Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam maka pengakuan keimanannya adalah dusta.<br /><br />3. Seandainya kita mengadakan pendekatan dengan mereka maka kita tidak akan selamat dari azab Allah.<br />Allah Azza wa Jalla berfirman :<br />“Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama) itu maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang- orang yang tidak mengetahui. Sesungguhnya mereka sekali-kali tidak akan dapat menolak dari kamu sedikit pun dari (siksa) Allah.” (QS. Al Jatsiyah : 18-19)<br /><br />Mereka tidak bisa menghindarkan kita dari kemurkaan Allah, kehinaan di hadapan- Nya dan azab yang jelek di dunia dan akhirat.<br />Apabila kita ditimpa kemurkaan Allah karena taat kepada mereka maka keselamatan dan kebaikan yang sebenarnya adalah dengan mencari keridhaan Rabb kita. Sebab, taat kepada makhluk dalam rangka bermaksiat kepada Allah hanya akan membuahkan kehinaan dan kerendahan.<br /><br />Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :<br />“Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolong pun selain Allah kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan.” (QS. Hud : 113)<br />Kalau cenderung saja kepada mereka menyebabkan disentuh api neraka lalu bagaimana pendapat Anda dengan orang yang menerima sesuatu dari hukum- hukum mereka?<br /><br />4. Apabila kita menaati mereka dalam sebagian perkara dan menolak untuk menaati mereka secara total niscaya mereka tidak akan ridha kepada kita. Mereka tidak akan berhenti melancarkan gangguan-gangguan terhadap kita selamanya sampai kita mau menerima agama mereka secara total dan meninggalkan agama kita secara total pula. Allah berfirman :<br />Orang-orang yahudi dan nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah : “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar).” Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu. (QS. Al Baqarah : 120)<br /><br />Dan inilah yang menjadikan sebagian kaum Muslimin –terutama para penguasa– menerima aturan-aturan yahudi dan nashara. Mereka berkata : “Kami akan menaati mereka pada sebagian perkara saja.”<br /><br />Padahal Allah telah berfirman dalam Kitab-Nya yang mulia :<br />Sesungguhnya orang-orang yang kembali ke belakang (kepada kekafiran) sesudah petunjuk itu jelas bagi mereka, setan telah menjadikan mereka mudah (berbuat dosa) dan memanjangkan angan-angan mereka. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka (orang-orang munafik) itu berkata kepada orang-orang yang benci kepada apa yang diturunkan Allah (orang-orang yahudi) : “Kami akan mematuhi kamu dalam beberapa urusan.” Sedang Allah mengetahui rahasia mereka. Bagaimanakah (keadaan mereka) apabila malaikat (maut) mencabut nyawa mereka seraya memukul muka mereka dan punggung mereka? Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka mengikuti apa yang menimbulkan kemurkaan Allah dan (karena) mereka membenci (apa yang menimbulkan) keridhaan-Nya, sebab itu Allah menghapus (pahala) amal-amal mereka. (QS. Muhammad : 25-28)<br /><br />5. Sebagaimana tidak dibolehkan menerima kekufuran dan kesyirikan demikian pula tidak diizinkan menerima demokrasi. Karena ia adalah kufur, syirik, dan jahat! Bagaimana bisa seorang Muslim melahirkan satu sikap yang kontradiktif?<br />Karena inilah Imam Syafi’i rahimahullah berkata :<br />“Jika kalian melihat aku menolak hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam maka persaksikanlah bahwa akalku telah hilang!”<br />Orang yang menerima kampanye taqrib (pendekatan) antara Islam dan demokrasi tidaklah memiliki akal yang sehat.<br /><br />6. Kita sangat berbeda dengan penganut demokrasi dari kalangan yahudi dan nashara serta agama-agama kafir lainnya. Karena mereka ingkar kepada Allah dan Rasul-Nya Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Berbeda dengan kaum Muslimin. Mereka hidup di negeri Islam. Di hadapan mereka ada Al Quran dan As Sunnah serta para ulama dan da’i-da’i ilallah yang ikhlas dan selalu memberi nasihat. Tidak ada alasan bagi mereka untuk berjalan di belakang demokrasi.<br /><br />Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :<br />Katakanlah : “Berimanlah kamu kepadanya atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah). Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al Quran dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud.” (QS. Al Isra : 107)<br /><br />Allah Azza wa Jalla berfirman :<br />“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebahagian dari orang-orang yang diberi Al Kitab niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman. Bagaimanakah kamu (sampai) menjadi kafir padahal ayat- ayat Allah dibacakan kepada kamu dan Rasul-Nya pun berada di tengah-tengah kamu? Barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (QS. Ali Imran : 100-101)<br /><br />Allah Azza wa Jalla berfirman :<br />“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menaati orang-orang yang kafir itu niscaya mereka mengembalikan kamu ke belakang (kepada kekafiran) lalu jadilah kamu orang-orang yang rugi. Tetapi (ikutilah Allah), Allahlah Pelindungmu dan Dia- lah sebaik-baik Penolong.” (QS. Ali Imran : 149-150)<br /><br />Yang menjadi dalil dari ayat ini adalah :<br />“Bahkan Allahlah Pelindungmu dan Dia-lah sebaik-baik Penolong.” (QS. Ali Imran : 150)<br /><br />7. Sebaliknya, kita juga harus konsisten di atas Islam sebagaimana mereka juga konsisten di atas kekufuran dan kebatilan.<br /><br />Apabila mereka terus-menerus di atas kekufuran dan kebatilan, mengapa kita tidak mau terus-menerus berada di atas kebenaran padahal kebenaran tersebut ada pada kita?<br /><br />Allah Azza wa Jalla berfirman :<br />“Jika kamu menderita kesakitan maka sesungguhnya merekapun menderita kesakitan (pula) sebagaimana kamu menderitanya sedang kamu mengharap dari Allah apa yang tidak mereka harapkan.” (QS. An Nisa’ : 104)<br /><br />Allah bersama kita, menjaga, menolong, membela, melindungi dan memuliakan kita di dunia dan akhirat. Surga adalah balasan bagi orang Mukmin dan neraka adalah balasan bagi orang kafir. Kalau tidak ada yang diperoleh dari Islam kecuali keselamatan dari azab kubur, azab hari kiamat, azab neraka dan masuk ke dalam Surga-Nya apakah akan ridha seorang Muslim dengan “jual beli” yang merugikan? Kita berlindung kepada Allah dari kehinaan.<br /><br />Seorang Mukmin apabila seluruh penduduk bumi kufur niscaya tetap tidak akan ragu terhadap kebenaran selamanya apalagi meninggalkannya.<br /><br />8. Kita diperintah untuk menyeru seluruh manusia termasuk di dalamnya orang- orang yahudi dan nasrani agar masuk ke dalam agama Islam.<br /><br />Allah Azza wa Jalla berfirman :<br />Katakanlah : “Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Rabb selain Allah.” Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka : “Saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).” (QS. Ali Imran : 64)<br /><br />Apabila kita dituntut untuk mengajak mereka kepada Islam supaya mereka meninggalkan kesyirikan dan kekufuran, bagaimana bisa diperbolehkan bagi seorang Muslim –baik penguasa ataupun rakyat, pimpinan ataupun bawahan– beralih dari kedudukannya sebagai “pengajak” menjadi “orang yang diajak” dan menerima kejelekan serta kebatilan yang mereka bawa? Ini adalah kekeliruan yang keji dan kesesatan yang nyata.<br /><br />9. Apabila kita meyakini keabsahan demokrasi niscaya tidak akan tertanam keimanan kita kepada Allah. Karena tidak sah keimanan kita sampai kita kufur terhadapnya (sistem demokrasi).<br /><br />Allah Azza wa Jalla berfirman :<br />“Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus.” (QS. Al Baqarah : 256)<br /><br />Allah menjadikan kufur kepada thaghut sebagai syarat sah keimanan.<br />Di sini ada persoalan penting yaitu mengapa Allah mendahulukan perintah kufur kepada thaghut?<br />Jawabnya :<br />Bahwa adanya “syarat” tidak mengharuskan adanya “masyruth” (sesuatu yang disyaratkan) dalam kondisi apapun. Kalau “syarat” tidak ada maka hal itu menunjukkan tidak adanya masyruth. Rabb kita Azza wa Jalla telah menjadikan kufur terhadap thaghut sebagai syarat sahnya iman. Apabila syarat ini hilang maka batallah manfaat keimanan. Syarat di sini adalah sesuatu yang mengharuskan adanya sesuatu yang disyaratkan. Maka keduanya –yakni mengkufuri thaghut dan iman kepada Allah– adalah sesuatu yang mengharuskan dan yang diharuskan.<br /><br />Allah Azza wa Jalla berfirman di dalam Kitab-Nya yang mulia :<br />Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan) : “Sembahlah Allah (saja) dan jauhilah thaghut.” (QS. An Nahl : 36)<br /><br />Allah Azza wa Jalla berfirman :<br />“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu.” (QS. An Nisa’ : 60)<br /><br />Tidak diragukan lagi bahwa demokrasi adalah thaghut terbesar. Tukang sihir adalah thaghut. Orang yang menyelisihi hukum Allah yang qath’i (pasti ketentuan hukumnya, ed.) dalam satu atau dua masalah adalah thaghut. Lalu apa pendapat Anda terhadap demokrasi yang pada hakikatnya dianggap oleh para pengikutnya sebagai “sesembahan” ? Demokrasi itulah yang dipandang berhak menetapkan segala peraturan dan melawan hukum-hukum Allah Azza wa Jalla ?<br /><br />Andai mengeraskan suara di sisi perkataan Allah dan Rasul-Nya bisa menyebabkan terhapusnya amal shalih dari diri seorang Muslim sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla :<br />“Janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebahagian kamu terhadap sebahagian yang lain supaya tidak hapus (pahala) amalanmu sedangkan kamu tidak menyadari.” (QS. Al Hujurat : 2)<br /><br />Maka bagaimana pendapat Anda terhadap orang yang di samping mengeraskan suara juga menolak hukum Allah dan Rasul-Nya? Bagaimana pendapat Anda terhadap orang yang berpaling, melecehkan hukum Allah dan Rasul, bersikap sombong bahkan memusuhi dengan segala harta dan jabatan yang ia miliki? Bukankah orang ini lebih pantas untuk dihapus iman dan amal shalihya?<br /><br />10. Anggap saja kaum Muslimin –karena terpesona retorika para propagandis demokrasi– menerima paham dan ajaran demokrasi tersebut. Lantas siapa yang akan menjamin keberadaan dan keberlangsungan paham ini?<br /><br />Sebagaimana paham-paham lain yang muncul lebih dulu dari masa ke masa, paham demokrasi pun telah tersebar dan tersiar. Orang menyangka paham ini tidak mungkin digoyahkan. Namun ternyata kerusakannya begitu cepat dan nyata di hadapan manusia sehingga dengan serta merta mereka pun meninggalkan paham tersebut.<br /><br />Tidak usah jauh-jauh! Ambil contoh kasus paham sosialisme yang memiliki hakikat kekufuran yang sama dengan demokrasi. Adakah kaum sosialis era ‘60-an dan ‘70- an yang mengira bahwa pada akhirnya paham ini akan hancur lebur dan musnah?<br /><br />Dahulu sebagian orang ada yang berkata : “Umat manusia hanya bisa diselamatkan oleh sosialisme!”<br />Saksikanlah! Sosialisme kini telah lenyap! Dan orang yang pertama kali mengingkarinya adalah para penggagasnya sendiri!<br />Kenapa ajaran tersebut gagal?<br />Jawaban yang paling gampang adalah karena sosialisme itu buatan manusia! Demikian pula demokrasi juga buatan manusia yang tidak memiliki hak memerintah sedikitpun. Karena sesungguhnya yang mengatur kehidupan adalah Allah sebagaimana yang Dia kehendaki.<br /><br />Allah Azza wa Jalla berfirman :<br />“Maha Kuasa berbuat apa yang dikehendaki-Nya.” (QS. Al Buruj : 16)<br /><br />Allah Azza wa Jalla berfirman :<br />Katakanlah : “Wahai Rabb Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Ali Imran : 26)<br /><br />Bolehkah bagi kita menolak apa yang datang dari Allah untuk menerima pendapat ahli filsafat dan penyembah berhala?<br /><br />Bolehkah kita menolak syariat Allah padahal syariat-Nya adalah syariat yang sempurna dan universal dari masa ke masa serta senantiasa relevan untuk setiap waktu dan tempat?<br /><br />Sesungguhnya sejak diutusnya Nabi kita Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam lebih dari 1400 tahun yang lalu, syariat ini tidak pernah berkurang satu huruf pun dan akan terus terjaga. Syariat Allah akan kekal dengan izin-Nya sampai hari kiamat!<br /><br />Dapatkah dibenarkan kita berjalan beriringan bersama mereka padahal para pemikir mereka mengatakan : “Sesungguhnya tidak ada cara untuk mengatasi krisis ini kecuali dengan berpegang teguh kepada Islam.”<br /><br />Doktor Imaduddin Khalil di dalam bukunya, Qalu anil Islam menyebutkan lebih dari dua puluh pemikir barat yang mengatakan : “Tidak ada agama yang mampu mengatasi seluruh problematika manusia di dunia sekarang ini selain Islam. Inilah keistimewaan Islam.” Seluruh perkataan mereka berkisar pada makna ini.<br />Di dalam buku tersebut dia juga menyebutkan banyak perkataan yang menjelaskan tentang keagungan Al Quran dan keagungan Nabi Dan kebenaran adalah sebagaimana dipersaksikan oleh musuh.<br /><br />Islam adalah kebenaran tidak diragukan lagi, baik musuh-musuh mengakuinya atau tidak. Namun kebenaran tersebut akan semakin kokoh tertanam di relung hati kebanyakan manusia ketika musuh mereka ikut mengakuinya.<br /><br />Allah telah berfirman :<br />“Kebanyakan orang-orang ahli kitab menghendaki seandainya mereka dapat mengembalikan kalian (wahai orang-orang beriman) kepada kekufuran disebabkan kedengkian yang ada pada diri-diri mereka setelah jelas kebenaran itu bagi mereka.” (QS. Al Baqarah : 109)<br /><br />Apakah yang menghalangi mereka untuk beriman?<br />Jawabnya adalah :<br />Kedengkian yang tersembunyi di dalam jiwa-jiwa mereka. Allah telah memberi keutamaan kepada umat ini dengan risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad dan dengan sesuatu yang tidak diberikan kepada umat yang lain. Karena itulah mereka dengki kepada kita.<br /><br />Allah Azza wa Jalla berfirman :<br />“Orang-orang kafir dari ahli kitab dan orang-orang musyrik tiada menginginkan diturunkannya sesuatu kebaikan kepadamu dari Rabbmu. Dan Allah menentukan siapa yang dikehendaki-Nya (untuk diberi) rahmat-Nya (kenabian) dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (QS. Al Baqarah : 105)<br /><br />Dengan sebab kebaikan yang dikhususkan Allah kepada kita maka pecahlah hati orang-orang yahudi dan nashara karena dengki. Kedengkian tersebut mendorong mereka untuk merencanakan makar demi makar kepada kita. Pikiran mereka tidak akan tenang kecuali apabila mereka bernafas dengan sesuatu dari kedengkian ini. Ia adalah penyakit kronis yang muncul ketika semakin besar kenikmatan Allah kepada hamba-hamba-Nya yang dipilih untuk menaati-Nya dan membela agama-Nya.<br />Yahudi, nasrani dan lainnya akan terus menggembar-gemborkan demokrasi dan pemilu. Bagi mereka hal itu sudah merupakan suatu keharusan sebagai bagian dari “agama” mereka. Barangsiapa yang menganut kekufuran niscaya dia akan menyebarkannya. Inilah firman Allah tentang para pengusung demokrasi dari kalangan yahudi, nashara dan yang semisal dengan mereka.<br /><br />Allah Azza wa Jalla berfirman :<br />“Dan janganlah kamu campur adukkan yang haq dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang haq itu sedang kamu mengetahui.” (QS. Al Baqarah : 42)<br />Allah Azza wa Jalla berfirman :<br />“Hai ahli kitab, mengapa kamu mencampur adukkan yang haq dengan yang bathil dan menyembunyikan kebenaran padahal kamu mengetahui?” (QS. Ali Imran : 71)<br /><br />Allah Azza wa Jalla berfirman :<br />Sesungguhnya di antara mereka ada segolongan yang memutar-mutar lidahnya membaca Al Kitab supaya kamu menyangka yang dibacanya itu sebagian dari Al Kitab padahal ia bukan dari Al Kitab dan mereka mengatakan : “Ia (yang dibaca itu datang) dari sisi Allah.” Padahal ia bukan dan sisi Allah. Mereka berkata dusta terhadap Allah sedang mereka mengetahui. (QS. Ali Imran : 78)<br />Inilah karakter yahudi! Mereka sangat lihai menelusupkan kerancuan dan keresahan di barisan kaum Muslimin. Lihatlah apa yang terjadi akibat kerancuan-kerancuan ini di tubuh umat Islam sekarang!<br /><br />Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa sesungguhnya yahudi dan nasranilah yang merupakan biang kerok dari segala fitnah yang merusak barisan kaum Muslimin. Akan tetapi anehnya, justru ada sebagian kaum Muslimin sendiri yang turut serta menanamkan kerancuan kepada sesamanya. Mereka menjadikan demokrasi dan pemilu sebagai masalah yang harus ditanggapi secara positif atau minimalnya disikapi secara netral.<br /><br />Bahwa demokrasi merupakan salah satu dari kemajuan zaman dan bahwa ia mengajak kepada kebebasan, persaudaraan, dan persamaan telah kami jelaskan sedikit dari kata-kata ini pada pasal yang lalu.<br /><br />Tidak boleh bagi seorang Muslim untuk menyerupai orang-orang yahudi dan nasrani dalam mencampuradukkan yang haq dengan yang bathil. Tidaklah Allah mencabut kenikmatan syariat dari ahlul kitab kecuali dengan sebab disembunyikannya Al Haq oleh mereka dan dicampur aduk dengan al bathil. Padahal Allah telah menjamin terjaganya agama ini hingga hari kiamat.<br /><br />(Dinukil dari buku: Menggugat Demokrasi dan Pemilu. Judul asli: Tanwir Azh-Zhulumat bi Kasyfi Mafasid wa Syubuhat al-Intikhabaat, Penerbit Maktabah al-Furqan, Ajman, Emirate. Sumber: www.assunnah.cjb.net)Nurcahya Dwi Asmorohttp://www.blogger.com/profile/15561792746335811319noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1684264261408049525.post-71426521609532532822011-02-12T20:58:00.000-08:002011-02-12T21:00:05.132-08:00Menggugat Demokrasi – Mendekatkan Ajaran Islam Dengan DemokrasiOleh: Asy Syaikh Abu Nashr Muhammad bin Abdillah Al Imam<br /><br />Persoalan lainnya adalah mungkinkah mendekatkan ajaran Islam dan demokrasi?<br />Jawabnya : Tidak! Sebabnya adalah beberapa hal berikut :<br /><br />1. Bahwa yang berhak membikin syariat (peraturan) dalam Islam hanyalah Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya.<br /><br />Allah Azza wa Jalla berfirman :<br />“Dia tidak mengambil seorang pun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan.” (QS. Al Kahfi : 26)<br /><br />“Sesungguhnya hukum hanya milik Allah saja.” (QS. Yusuf : 40)<br /><br />“Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah Rabb semesta alam.” (QS. Al A’raf : 54)<br />Yang dimaksud dengan al amru adalah al hukmu.<br />Allah Azza wa Jalla berfirman :<br />“Bahkan milik Allah-lah al amru seluruhnya.” (QS. Ar Ra’d : 31)<br /><br />Dan Nabi kita Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam membuat syariat atas dasar perintah Allah bukan karena kemauan beliau sendiri.<br />Allah Azza wa Jalla berfirman :<br />“Seandainya dia (Muhammad) mengada-adakan sebagian perkataan atas (nama) Kami niscaya benar-benar Kami pegang dia pada tangan kanannya. Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya.” (QS. Al Haqqah : 44-46)<br /><br />Allah memberitakan tentang perihal beliau dalam surat Al An’am (ayat ke-60) dan Al Ahqaf (ayat ke-9) :<br />“Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku.”<br /><br />Allah berfirman kepada beliau :<br />Katakanlah : “Aku hanya memperingatkan kalian dengan wahyu.” (QS. Al Anbiya : 45)<br /><br />Allah juga berfirman membersihkan Nabi-Nya Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam :<br />“Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya) yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat yang mempunyai akal yang cerdas.” (QS. An Najm : 3-6)<br /><br />Allah berfirman kepada Nabi-Nya :<br />“Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.” (QS. An Nahl : 44)<br /><br />Allah Azza wa Jalla berfirman :<br />“Taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya.” (QS. An Nisa’ : 59)<br /><br />Dan Dia Azza wa Jalla menjadikan taat kepada Rasul-Nya sebagai bentuk taat kepada-Nya. Allah berfirman :<br />“Barangsiapa yang menaati Rasul sesungguhnya ia telah menaati Allah.” (QS. An Nisa’ : 80)<br /><br />Bahkan Allah menjadikan seorang Muslim tidak mendapatkan petunjuk sampai dia taat kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Dia berfirman :<br />“Jika kalian taat kepadanya maka kalian akan mendapatkan petunjuk.” (QS. An Nur : 54)<br /><br />Dan Allah menjelaskan bahwa kerugian yang paling besar yang menimpa seorang hamba pada hari kiamat adalah ketidaktaatannya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam :<br />Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit dua tangannya seraya berkata : “Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku, kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al Quran ketika Al Quran itu telah datang kepadaku.” (QS. Al Furqan : 27-29)<br /><br />Adapun di dalam demokrasi yang membikin peraturan adalah makhluk yang bodoh – -setinggi apapun tingkatan ilmunya–. Karena seandainya dia mengetahui sesuatu tentu masih banyak hal lain yang tidak dia ketahui.<br /><br />2. Tidak boleh mengadakan pendekatan antara Islam dan demokrasi walau pada sebagian unsurnya saja. Sebab Islam adalah ajaran yang universal dan sempurna bagi segala problem kehidupan.<br /><br />Allah Azza wa Jalla berfirman :<br />“Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. An Nisa’ : 65)<br /><br />Apabila keimanan kita tidak sempurna kecuali dengan menjadikan Rasul kita Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam sebagai hakim maka hal ini menunjukkan bahwa setiap Muslim dituntut untuk menerima kebenaran pada setiap permasalahan.<br />Allah Azza wa Jalla telah berfirman :<br />“Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (Sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.” (QS. An Nisa’ : 59)<br /><br />Firman Allah Azza wa Jalla mencakup segala masalah yang terjadi perselisihan di dalamnya. Karena kata tersebut adalah nakirah dalam konteks kalimat syarat. Dan firman Allah Azza wa Jalla :<br />“ … jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.”<br />Adalah dalil bahwa barangsiapa tidak mengembalikan perkara dan perselisihannya kepada Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam maka pengakuan keimanannya adalah dusta.<br /><br />3. Seandainya kita mengadakan pendekatan dengan mereka maka kita tidak akan selamat dari azab Allah.<br />Allah Azza wa Jalla berfirman :<br />“Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama) itu maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang- orang yang tidak mengetahui. Sesungguhnya mereka sekali-kali tidak akan dapat menolak dari kamu sedikit pun dari (siksa) Allah.” (QS. Al Jatsiyah : 18-19)<br /><br />Mereka tidak bisa menghindarkan kita dari kemurkaan Allah, kehinaan di hadapan- Nya dan azab yang jelek di dunia dan akhirat.<br />Apabila kita ditimpa kemurkaan Allah karena taat kepada mereka maka keselamatan dan kebaikan yang sebenarnya adalah dengan mencari keridhaan Rabb kita. Sebab, taat kepada makhluk dalam rangka bermaksiat kepada Allah hanya akan membuahkan kehinaan dan kerendahan.<br /><br />Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :<br />“Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolong pun selain Allah kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan.” (QS. Hud : 113)<br />Kalau cenderung saja kepada mereka menyebabkan disentuh api neraka lalu bagaimana pendapat Anda dengan orang yang menerima sesuatu dari hukum- hukum mereka?<br /><br />4. Apabila kita menaati mereka dalam sebagian perkara dan menolak untuk menaati mereka secara total niscaya mereka tidak akan ridha kepada kita. Mereka tidak akan berhenti melancarkan gangguan-gangguan terhadap kita selamanya sampai kita mau menerima agama mereka secara total dan meninggalkan agama kita secara total pula. Allah berfirman :<br />Orang-orang yahudi dan nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah : “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar).” Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu. (QS. Al Baqarah : 120)<br /><br />Dan inilah yang menjadikan sebagian kaum Muslimin –terutama para penguasa– menerima aturan-aturan yahudi dan nashara. Mereka berkata : “Kami akan menaati mereka pada sebagian perkara saja.”<br /><br />Padahal Allah telah berfirman dalam Kitab-Nya yang mulia :<br />Sesungguhnya orang-orang yang kembali ke belakang (kepada kekafiran) sesudah petunjuk itu jelas bagi mereka, setan telah menjadikan mereka mudah (berbuat dosa) dan memanjangkan angan-angan mereka. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka (orang-orang munafik) itu berkata kepada orang-orang yang benci kepada apa yang diturunkan Allah (orang-orang yahudi) : “Kami akan mematuhi kamu dalam beberapa urusan.” Sedang Allah mengetahui rahasia mereka. Bagaimanakah (keadaan mereka) apabila malaikat (maut) mencabut nyawa mereka seraya memukul muka mereka dan punggung mereka? Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka mengikuti apa yang menimbulkan kemurkaan Allah dan (karena) mereka membenci (apa yang menimbulkan) keridhaan-Nya, sebab itu Allah menghapus (pahala) amal-amal mereka. (QS. Muhammad : 25-28)<br /><br />5. Sebagaimana tidak dibolehkan menerima kekufuran dan kesyirikan demikian pula tidak diizinkan menerima demokrasi. Karena ia adalah kufur, syirik, dan jahat! Bagaimana bisa seorang Muslim melahirkan satu sikap yang kontradiktif?<br />Karena inilah Imam Syafi’i rahimahullah berkata :<br />“Jika kalian melihat aku menolak hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam maka persaksikanlah bahwa akalku telah hilang!”<br />Orang yang menerima kampanye taqrib (pendekatan) antara Islam dan demokrasi tidaklah memiliki akal yang sehat.<br /><br />6. Kita sangat berbeda dengan penganut demokrasi dari kalangan yahudi dan nashara serta agama-agama kafir lainnya. Karena mereka ingkar kepada Allah dan Rasul-Nya Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Berbeda dengan kaum Muslimin. Mereka hidup di negeri Islam. Di hadapan mereka ada Al Quran dan As Sunnah serta para ulama dan da’i-da’i ilallah yang ikhlas dan selalu memberi nasihat. Tidak ada alasan bagi mereka untuk berjalan di belakang demokrasi.<br /><br />Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :<br />Katakanlah : “Berimanlah kamu kepadanya atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah). Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al Quran dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud.” (QS. Al Isra : 107)<br /><br />Allah Azza wa Jalla berfirman :<br />“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebahagian dari orang-orang yang diberi Al Kitab niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman. Bagaimanakah kamu (sampai) menjadi kafir padahal ayat- ayat Allah dibacakan kepada kamu dan Rasul-Nya pun berada di tengah-tengah kamu? Barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (QS. Ali Imran : 100-101)<br /><br />Allah Azza wa Jalla berfirman :<br />“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menaati orang-orang yang kafir itu niscaya mereka mengembalikan kamu ke belakang (kepada kekafiran) lalu jadilah kamu orang-orang yang rugi. Tetapi (ikutilah Allah), Allahlah Pelindungmu dan Dia- lah sebaik-baik Penolong.” (QS. Ali Imran : 149-150)<br /><br />Yang menjadi dalil dari ayat ini adalah :<br />“Bahkan Allahlah Pelindungmu dan Dia-lah sebaik-baik Penolong.” (QS. Ali Imran : 150)<br /><br />7. Sebaliknya, kita juga harus konsisten di atas Islam sebagaimana mereka juga konsisten di atas kekufuran dan kebatilan.<br /><br />Apabila mereka terus-menerus di atas kekufuran dan kebatilan, mengapa kita tidak mau terus-menerus berada di atas kebenaran padahal kebenaran tersebut ada pada kita?<br /><br />Allah Azza wa Jalla berfirman :<br />“Jika kamu menderita kesakitan maka sesungguhnya merekapun menderita kesakitan (pula) sebagaimana kamu menderitanya sedang kamu mengharap dari Allah apa yang tidak mereka harapkan.” (QS. An Nisa’ : 104)<br /><br />Allah bersama kita, menjaga, menolong, membela, melindungi dan memuliakan kita di dunia dan akhirat. Surga adalah balasan bagi orang Mukmin dan neraka adalah balasan bagi orang kafir. Kalau tidak ada yang diperoleh dari Islam kecuali keselamatan dari azab kubur, azab hari kiamat, azab neraka dan masuk ke dalam Surga-Nya apakah akan ridha seorang Muslim dengan “jual beli” yang merugikan? Kita berlindung kepada Allah dari kehinaan.<br /><br />Seorang Mukmin apabila seluruh penduduk bumi kufur niscaya tetap tidak akan ragu terhadap kebenaran selamanya apalagi meninggalkannya.<br /><br />8. Kita diperintah untuk menyeru seluruh manusia termasuk di dalamnya orang- orang yahudi dan nasrani agar masuk ke dalam agama Islam.<br /><br />Allah Azza wa Jalla berfirman :<br />Katakanlah : “Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Rabb selain Allah.” Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka : “Saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).” (QS. Ali Imran : 64)<br /><br />Apabila kita dituntut untuk mengajak mereka kepada Islam supaya mereka meninggalkan kesyirikan dan kekufuran, bagaimana bisa diperbolehkan bagi seorang Muslim –baik penguasa ataupun rakyat, pimpinan ataupun bawahan– beralih dari kedudukannya sebagai “pengajak” menjadi “orang yang diajak” dan menerima kejelekan serta kebatilan yang mereka bawa? Ini adalah kekeliruan yang keji dan kesesatan yang nyata.<br /><br />9. Apabila kita meyakini keabsahan demokrasi niscaya tidak akan tertanam keimanan kita kepada Allah. Karena tidak sah keimanan kita sampai kita kufur terhadapnya (sistem demokrasi).<br /><br />Allah Azza wa Jalla berfirman :<br />“Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus.” (QS. Al Baqarah : 256)<br /><br />Allah menjadikan kufur kepada thaghut sebagai syarat sah keimanan.<br />Di sini ada persoalan penting yaitu mengapa Allah mendahulukan perintah kufur kepada thaghut?<br />Jawabnya :<br />Bahwa adanya “syarat” tidak mengharuskan adanya “masyruth” (sesuatu yang disyaratkan) dalam kondisi apapun. Kalau “syarat” tidak ada maka hal itu menunjukkan tidak adanya masyruth. Rabb kita Azza wa Jalla telah menjadikan kufur terhadap thaghut sebagai syarat sahnya iman. Apabila syarat ini hilang maka batallah manfaat keimanan. Syarat di sini adalah sesuatu yang mengharuskan adanya sesuatu yang disyaratkan. Maka keduanya –yakni mengkufuri thaghut dan iman kepada Allah– adalah sesuatu yang mengharuskan dan yang diharuskan.<br /><br />Allah Azza wa Jalla berfirman di dalam Kitab-Nya yang mulia :<br />Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan) : “Sembahlah Allah (saja) dan jauhilah thaghut.” (QS. An Nahl : 36)<br /><br />Allah Azza wa Jalla berfirman :<br />“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu.” (QS. An Nisa’ : 60)<br /><br />Tidak diragukan lagi bahwa demokrasi adalah thaghut terbesar. Tukang sihir adalah thaghut. Orang yang menyelisihi hukum Allah yang qath’i (pasti ketentuan hukumnya, ed.) dalam satu atau dua masalah adalah thaghut. Lalu apa pendapat Anda terhadap demokrasi yang pada hakikatnya dianggap oleh para pengikutnya sebagai “sesembahan” ? Demokrasi itulah yang dipandang berhak menetapkan segala peraturan dan melawan hukum-hukum Allah Azza wa Jalla ?<br /><br />Andai mengeraskan suara di sisi perkataan Allah dan Rasul-Nya bisa menyebabkan terhapusnya amal shalih dari diri seorang Muslim sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla :<br />“Janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebahagian kamu terhadap sebahagian yang lain supaya tidak hapus (pahala) amalanmu sedangkan kamu tidak menyadari.” (QS. Al Hujurat : 2)<br /><br />Maka bagaimana pendapat Anda terhadap orang yang di samping mengeraskan suara juga menolak hukum Allah dan Rasul-Nya? Bagaimana pendapat Anda terhadap orang yang berpaling, melecehkan hukum Allah dan Rasul, bersikap sombong bahkan memusuhi dengan segala harta dan jabatan yang ia miliki? Bukankah orang ini lebih pantas untuk dihapus iman dan amal shalihya?<br /><br />10. Anggap saja kaum Muslimin –karena terpesona retorika para propagandis demokrasi– menerima paham dan ajaran demokrasi tersebut. Lantas siapa yang akan menjamin keberadaan dan keberlangsungan paham ini?<br /><br />Sebagaimana paham-paham lain yang muncul lebih dulu dari masa ke masa, paham demokrasi pun telah tersebar dan tersiar. Orang menyangka paham ini tidak mungkin digoyahkan. Namun ternyata kerusakannya begitu cepat dan nyata di hadapan manusia sehingga dengan serta merta mereka pun meninggalkan paham tersebut.<br /><br />Tidak usah jauh-jauh! Ambil contoh kasus paham sosialisme yang memiliki hakikat kekufuran yang sama dengan demokrasi. Adakah kaum sosialis era ‘60-an dan ‘70- an yang mengira bahwa pada akhirnya paham ini akan hancur lebur dan musnah?<br /><br />Dahulu sebagian orang ada yang berkata : “Umat manusia hanya bisa diselamatkan oleh sosialisme!”<br />Saksikanlah! Sosialisme kini telah lenyap! Dan orang yang pertama kali mengingkarinya adalah para penggagasnya sendiri!<br />Kenapa ajaran tersebut gagal?<br />Jawaban yang paling gampang adalah karena sosialisme itu buatan manusia! Demikian pula demokrasi juga buatan manusia yang tidak memiliki hak memerintah sedikitpun. Karena sesungguhnya yang mengatur kehidupan adalah Allah sebagaimana yang Dia kehendaki.<br /><br />Allah Azza wa Jalla berfirman :<br />“Maha Kuasa berbuat apa yang dikehendaki-Nya.” (QS. Al Buruj : 16)<br /><br />Allah Azza wa Jalla berfirman :<br />Katakanlah : “Wahai Rabb Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Ali Imran : 26)<br /><br />Bolehkah bagi kita menolak apa yang datang dari Allah untuk menerima pendapat ahli filsafat dan penyembah berhala?<br /><br />Bolehkah kita menolak syariat Allah padahal syariat-Nya adalah syariat yang sempurna dan universal dari masa ke masa serta senantiasa relevan untuk setiap waktu dan tempat?<br /><br />Sesungguhnya sejak diutusnya Nabi kita Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam lebih dari 1400 tahun yang lalu, syariat ini tidak pernah berkurang satu huruf pun dan akan terus terjaga. Syariat Allah akan kekal dengan izin-Nya sampai hari kiamat!<br /><br />Dapatkah dibenarkan kita berjalan beriringan bersama mereka padahal para pemikir mereka mengatakan : “Sesungguhnya tidak ada cara untuk mengatasi krisis ini kecuali dengan berpegang teguh kepada Islam.”<br /><br />Doktor Imaduddin Khalil di dalam bukunya, Qalu anil Islam menyebutkan lebih dari dua puluh pemikir barat yang mengatakan : “Tidak ada agama yang mampu mengatasi seluruh problematika manusia di dunia sekarang ini selain Islam. Inilah keistimewaan Islam.” Seluruh perkataan mereka berkisar pada makna ini.<br />Di dalam buku tersebut dia juga menyebutkan banyak perkataan yang menjelaskan tentang keagungan Al Quran dan keagungan Nabi Dan kebenaran adalah sebagaimana dipersaksikan oleh musuh.<br /><br />Islam adalah kebenaran tidak diragukan lagi, baik musuh-musuh mengakuinya atau tidak. Namun kebenaran tersebut akan semakin kokoh tertanam di relung hati kebanyakan manusia ketika musuh mereka ikut mengakuinya.<br /><br />Allah telah berfirman :<br />“Kebanyakan orang-orang ahli kitab menghendaki seandainya mereka dapat mengembalikan kalian (wahai orang-orang beriman) kepada kekufuran disebabkan kedengkian yang ada pada diri-diri mereka setelah jelas kebenaran itu bagi mereka.” (QS. Al Baqarah : 109)<br /><br />Apakah yang menghalangi mereka untuk beriman?<br />Jawabnya adalah :<br />Kedengkian yang tersembunyi di dalam jiwa-jiwa mereka. Allah telah memberi keutamaan kepada umat ini dengan risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad dan dengan sesuatu yang tidak diberikan kepada umat yang lain. Karena itulah mereka dengki kepada kita.<br /><br />Allah Azza wa Jalla berfirman :<br />“Orang-orang kafir dari ahli kitab dan orang-orang musyrik tiada menginginkan diturunkannya sesuatu kebaikan kepadamu dari Rabbmu. Dan Allah menentukan siapa yang dikehendaki-Nya (untuk diberi) rahmat-Nya (kenabian) dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (QS. Al Baqarah : 105)<br /><br />Dengan sebab kebaikan yang dikhususkan Allah kepada kita maka pecahlah hati orang-orang yahudi dan nashara karena dengki. Kedengkian tersebut mendorong mereka untuk merencanakan makar demi makar kepada kita. Pikiran mereka tidak akan tenang kecuali apabila mereka bernafas dengan sesuatu dari kedengkian ini. Ia adalah penyakit kronis yang muncul ketika semakin besar kenikmatan Allah kepada hamba-hamba-Nya yang dipilih untuk menaati-Nya dan membela agama-Nya.<br />Yahudi, nasrani dan lainnya akan terus menggembar-gemborkan demokrasi dan pemilu. Bagi mereka hal itu sudah merupakan suatu keharusan sebagai bagian dari “agama” mereka. Barangsiapa yang menganut kekufuran niscaya dia akan menyebarkannya. Inilah firman Allah tentang para pengusung demokrasi dari kalangan yahudi, nashara dan yang semisal dengan mereka.<br /><br />Allah Azza wa Jalla berfirman :<br />“Dan janganlah kamu campur adukkan yang haq dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang haq itu sedang kamu mengetahui.” (QS. Al Baqarah : 42)<br />Allah Azza wa Jalla berfirman :<br />“Hai ahli kitab, mengapa kamu mencampur adukkan yang haq dengan yang bathil dan menyembunyikan kebenaran padahal kamu mengetahui?” (QS. Ali Imran : 71)<br /><br />Allah Azza wa Jalla berfirman :<br />Sesungguhnya di antara mereka ada segolongan yang memutar-mutar lidahnya membaca Al Kitab supaya kamu menyangka yang dibacanya itu sebagian dari Al Kitab padahal ia bukan dari Al Kitab dan mereka mengatakan : “Ia (yang dibaca itu datang) dari sisi Allah.” Padahal ia bukan dan sisi Allah. Mereka berkata dusta terhadap Allah sedang mereka mengetahui. (QS. Ali Imran : 78)<br />Inilah karakter yahudi! Mereka sangat lihai menelusupkan kerancuan dan keresahan di barisan kaum Muslimin. Lihatlah apa yang terjadi akibat kerancuan-kerancuan ini di tubuh umat Islam sekarang!<br /><br />Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa sesungguhnya yahudi dan nasranilah yang merupakan biang kerok dari segala fitnah yang merusak barisan kaum Muslimin. Akan tetapi anehnya, justru ada sebagian kaum Muslimin sendiri yang turut serta menanamkan kerancuan kepada sesamanya. Mereka menjadikan demokrasi dan pemilu sebagai masalah yang harus ditanggapi secara positif atau minimalnya disikapi secara netral.<br /><br />Bahwa demokrasi merupakan salah satu dari kemajuan zaman dan bahwa ia mengajak kepada kebebasan, persaudaraan, dan persamaan telah kami jelaskan sedikit dari kata-kata ini pada pasal yang lalu.<br /><br />Tidak boleh bagi seorang Muslim untuk menyerupai orang-orang yahudi dan nasrani dalam mencampuradukkan yang haq dengan yang bathil. Tidaklah Allah mencabut kenikmatan syariat dari ahlul kitab kecuali dengan sebab disembunyikannya Al Haq oleh mereka dan dicampur aduk dengan al bathil. Padahal Allah telah menjamin terjaganya agama ini hingga hari kiamat.<br /><br />(Dinukil dari buku: Menggugat Demokrasi dan Pemilu. Judul asli: Tanwir Azh-Zhulumat bi Kasyfi Mafasid wa Syubuhat al-Intikhabaat, Penerbit Maktabah al-Furqan, Ajman, Emirate. Sumber: www.assunnah.cjb.net)Nurcahya Dwi Asmorohttp://www.blogger.com/profile/15561792746335811319noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1684264261408049525.post-91652684479155721072011-02-12T20:56:00.000-08:002011-02-12T20:57:57.841-08:00Menggugat Demokrasi – Pandangan Islam Terhadap Orang Yang Menerima Paham DemokrasiOleh: Asy Syaikh Abu Nashr Muhammad bin Abdillah Al Imam<br /><br />Di sini ada persoalan penting yakni bagaimana pandangan hukum Islam terhadap orang yang menerima paham demokrasi tanpa adanya alasan syar’i?<br /><br />Jawab :<br />Allah Azza wa Jalla berfirman :<br />“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali Imran : 85)<br /><br />Allah menjadikan orang yang menginginkan selain Islam termasuk golongan “orang- orang yang merugi pada hari kiamat” kecuali orang tersebut belum sampai pada apa yang dia inginkan dan belum mengerjakan apa yang dia maukan.<br /><br />Allah berfirman mengisahkan kerugian orang ini :<br />Dan barangsiapa yang ringan timbangannya maka mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, mereka kekal di dalam neraka Jahannam. Muka mereka dibakar api neraka dan mereka di dalam neraka itu dalam keadaan cacat. Bukankah ayat-ayat-Ku telah dibacakan kepadamu sekalian tetapi kamu selalu mendustakannya? Mereka berkata : “Ya Rabb kami, kami telah dikuasai oleh kejahatan kami dan adalah kami orang-orang yang sesat.” (QS. Al Mukminun : 103- 106)<br /><br />Allah Azza wa Jalla berfirman :<br />“Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS. Al Maidah : 50)<br />Allah menjelaskan bahwa sesungguhnya hanya ada dua hukum, hukum Allah Azza wa Jalla dan hukum makhluk-Nya. Dan Allah menjelaskan bahwa hukum selain-Nya adalah hukum jahiliyah walaupun manusia memandangnya sebagai lambang kemajuan dan “lebih demokratis”. Dan demokrasi adalah hukum jahiliyah.<br /><br />(Dinukil dari buku: Menggugat Demokrasi dan Pemilu. Judul asli: Tanwir Azh-Zhulumat bi Kasyfi Mafasid wa Syubuhat al-Intikhabaat, Penerbit Maktabah al-Furqan, Ajman, Emirate. Sumber: www.assunnah.cjb.net)Nurcahya Dwi Asmorohttp://www.blogger.com/profile/15561792746335811319noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1684264261408049525.post-665628116045119482011-02-12T19:59:00.000-08:002011-02-12T20:17:35.950-08:00Menggugat Demokrasi – Unsur DemokrasiOleh: Asy Syaikh Abu Nashr Muhammad bin Abdillah Al Imam<br /><br />Demokrasi sendiri memiliki tiga unsur yaitu :<br /><br />1. At Tasyri’ (Legislatif)<br />Tidak ada yang berhak menetapkan peraturan kecuali demokrasi. Padahal Allah-lah Ahkamul Hakimin (Hakim Yang Seadil-adilnya) dan Arhamur Rahimin (Yang Maha Penyayang) yang bagi-Nya seluruh kekuasaan dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.<br />Dalam demokrasi, hukum-hukum-Nya tidak lagi berlaku. Dia tidak boleh membuat peraturan bagi hamba-hamba-Nya. Membuat peraturan adalah ujung tombak dari undang-undang. Karena itulah dibuat peraturan demi melestarikan demokrasi.<br /><br />2. Al Qadha’ (Yudikatif)<br />Tidak diperkenankan bagi seorang penguasa pun untuk memutuskan sesuatu kecuali berdasarkan undang-undang. Kalau tidak maka dia akan terkena hukuman. Sebagaimana tertera pada pasal 147 undang-undang dasar negeri Yaman :<br />“Memberi keputusan adalah kekuasaan tersendiri baik di dalam masalah hukum, harta kekayaan maupun administrasi. Dan pengadilan diberi kemerdekaan untuk memberi keputusan hukum dalam seluruh perkara perdata dan pidana. Para hakim adalah independen, tidak ada atasan bagi mereka dalam menjatuhkan vonis kecuali undang-undang.”<br />Renungkanlah kata-kata “tidak ada atasan bagi mereka dalam menjatuhkan vonis kecuali undang-undang”.<br /><br />3. At Tanfidz (Eksekutif)<br />Tidak boleh melaksanakan satu keputusan pun kecuali yang berasal dari undang- undang. Itu berarti membekukan seluruh aturan-aturan syari’ah dan kepada Allah- lah tempat mengadukan segala urusan. Lihatlah pada pasal 104 yang berbunyi :<br />“Yang menjadi pelaksana kekuasaan sebagai ganti dari rakyat adalah presiden dan kementrian sesuai garis-garis yang telah ditentukan di dalam undangundang.”<br /><br />Apabila kita telah mengetahui bahwa demokrasi merupakan sistem hidup menurut kacamata pembuat dan pembelanya maka yakinlah kita bahwa ia tidak hendak lengser dan berubah. Demokrasi adalah sistem sosial politik internasional yang disokong dan disepakati oleh negara-negara besar. Demokrasi adalah sistem dan pandangan hidup global. Tidak ada halangan bagi kelompok pro-demokrasi untuk mengubah satu bagian atau satu kata saja dari pasal tersebut demi kepentingan demokrasi itu sendiri. Namun itu dilakukan bukan untuk meruntuhkannya seperti kenyataan yang kita saksikan sekarang.<br /><br />“Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya.” (QS. Yusuf : 21)<br /><br />(Judul asli: Tanwir Azh-Zhulumat bi Kasyfi Mafasid wa Syubuhat al-Intikhabaat, Penerbit Maktabah al-Furqan, Ajman, Emirate. Sumber: www.assunnah.cjb.net)Nurcahya Dwi Asmorohttp://www.blogger.com/profile/15561792746335811319noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1684264261408049525.post-74336676107391974872011-02-12T19:54:00.000-08:002011-02-12T19:56:00.356-08:00Menggugat Demokrasi – Definisi DemokrasiOleh: Asy Syaikh Abu Nashr Muhammad bin Abdillah Al Imam<br /><br />Definisi Demokrasi<br />Abdul Ghani Ar Rahhal di dalam bukunya, Al Islamiyyun wa Sarah Ad Dimuqrathiyyah mendefinisikan demokrasi sebagai “kekuasaan rakyat oleh rakyat”. Rakyat adalah sumber kekuasaan.<br />Ia juga menyebutkan bahwa orang yang pertama kali mengungkap teori demokrasi adalah Plato. Menurut Plato, sumber kekuasaan adalah keinginan yang satu bukan majemuk. Definisi ini juga yang dikatakan oleh Muhammad Quthb dalam bukunya Madzahib Fikriyyah Mu’ashirah. Dan juga oleh penulis buku Ad Dimuqrathiyyah fi Al Islam serta yang lainnya.<br /><br />Perkembangan Demokrasi<br />Revolusi Prancis tercetus dengan semboyannya yang terkenal “kebebasan, persaudaraan, dan persamaan .” Prancis memasukkan demokrasi ke dalam undang- undang dasarnya di bawah judul Hak-Hak Asasi Manusia pada pasal ketiga :<br />“Rakyat adalah sumber dan gudang kekuasaan. Setiap lembaga atau individu yang memegang kekuasaan tidak lain mengambil kekuasaan dari rakyat.”<br />Pasal ini dimasukkan kembali pada undang-undang dasar tahun 1791 M. Di situ disebutkan bahwa tahta kepemimpinan adalah milik rakyat. Sistem ini tidak mengakui model pembagian kekuasaan, pengunduran diri ataupun meraih kekuasaan dengan cara kudeta.<br /><br />Kemudian paham demokrasi inipun dicantumkan di dalam undang-undang dasar sebagian negara Arab dan Islam. Sebagai contoh di Mesir ditetapkan di dalam undang-undang kesatu tahun 1923 serta 1956. Dan pada tahun 1971 di dalam undang-undang tersebut terdapat teks yang menyebutkan antara lain bahwa :<br />“Kepemimpinan adalah milik rakyat dan rakyat adalah sumber kekuasaan menurut cara yang dijelaskan di dalam undang-undang.”<br />Pasal ini terdapat pada undang-undang nyaris semua negara Arab dan Islam. Pasal semacam ini juga termaktub di dalam undang-undang Yaman, negara kami. Pada pasal empat misalnya disebutkan :<br />“Rakyat adalah pemilik dan sumber kekuasaan. Kekuasaan itu bisa diperoleh secara langsung dengan cara referendum atau lewat pemilihan umum demikian pula mencabut kekuasaan itu dapat dilakukan secara tidak langsung melalui lembaga legislatif, yudikatif, dan eksekutif serta melalui majelis-majelis perwakilan yang dipilih.”<br /><br />Dari sini dapat diketahui bahwa demokrasi adalah “Rabb” yang berhak menetapkan syariat.<br />Maka tidak samar bagi seorang Muslim bahwa ini adalah perbuatan kufur akbar, syirik akbar, dan kezaliman yang besar. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman mengisahkan perkataan Luqman Al Hakim :<br />“Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (QS. Luqman : 13)<br /><br />Syirik apalagi yang lebih besar daripada meniadakan peribadatan kepada Allah?<br /><br />(Judul asli: Tanwir Azh-Zhulumat bi Kasyfi Mafasid wa Syubuhat al-Intikhabaat, Penerbit Maktabah al-Furqan, Ajman, Emirate. Sumber: www.assunnah.cjb.net)Nurcahya Dwi Asmorohttp://www.blogger.com/profile/15561792746335811319noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1684264261408049525.post-71734131689309810702011-02-12T19:53:00.000-08:002011-02-12T19:54:16.177-08:00Menggugat Demokrasi – Mukaddimah PenyusunSesungguhnya segala puji bagi Allah, kita meminta pertolongan dan ampunan kepada-Nya. Dan kita berlindung kepada-Nya dari kejahatan diri-diri kita dan dari keburukan amalan-amalan kita. Barangsiapa diberi petunjuk oleh Allah maka tidak ada seorangpun yang bisa menyesatkannya. Dan barangsiapa disesatkan oleh Allah maka tidak ada seorangpun yang bisa memberinya petunjuk. Aku bersaksi bahwa sesungguhnya tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah saja, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan- Nya.<br /><br />Allah Azza wa Jalla berfirman :<br />“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar- benarnya takwa dan janganlah sekali-kali kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim.” (QS. Ali Imran : 102)<br /><br />Allah juga berfirman dalam ayat yang lain :<br />“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu dan daripadanya Allah menciptakan istrinya dan daripada keduanya Allah mengkembang-biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain. Dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS. An Nisa’ : 1)<br /><br />Allah Azza wa Jalla berfirman :<br />“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar. Niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Barangsiapa menaati Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.” (QS. Al Ahzab : 70-71)<br /><br />Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah. Sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Rasulullah. Dan seburuk-buruk perkara adalah perkara yang diada-adakan. Dan setiap perkara yang diada-adakan adalah bid’ah. Dan setiap bid’ah adalah sesat. Dan setiap kesesatan tempatnya di neraka.<br /><br />Amma ba’du,<br />Pada masa-masa belakangan ini –terlebih abad tiga belas dan empat belas Hijriyyah– telah terjadi serangan bertubi-tubi terhadap kaum Muslimin lewat beragam cara khususnya lewat perang pemikiran yang mengerikan. Orang-orang yahudi dan nasrani memerangi Islam di setiap lini. Mereka berusaha mengurai tali Islam seutas demi seutas. Mereka pun berusaha meracuni kaum Muslimin dengan memasukkan kerancuan-kerancuan di dalam Al Quranul Karim, Sunnah Nabi yang shahih, Bahasa Arab dan sejarah. Mereka menikam umat Islam ketika mayoritas umat dalam keadaan lupa dan lalai terhadap agama mereka.<br /><br />Tikaman terbesar yang ditimpakan kepada kaum Muslimin adalah makar penyebaran perbedaan pemikiran dan madzhab (khilaf al fikri wal madzhabi) yaitu menyangkut perkara yang berkaitan dengan penguasa dan pemerintah kaum Muslimin yang dipasang oleh musuh-musuh Islam. Ketika mereka berhasil menebarkan ikhtilaf pemikiran dan madzhab di antara orang-orang tersebut mereka pun mampu meruntuhkan Khilafah Islamiyyah. Mereka terus-menerus memperluas jurang perbedaan yang besar ini. Kemudian mereka jadikan negeri kaum Muslimin tersekat- sekat dan terpecah-belah. Setelah mereka sukses melakukan ini semua mereka pun berdaya upaya memisahkan Islam dari kehidupan umat, aktivitas pemerintahan dan yang lainnya dengan menyusun undang-undang buatan (manusia) dan menggambarkannya seolah-olah sebagai semangat zaman dan puncak peradaban.<br /><br />Maka muncullah musibah yang menimpa kaum Muslimin –pertama-tama– di dalam perihal agama mereka. Kemudian diikuti oleh musibah pada kehidupan dunia mereka. Dan musibah demi musibah ini kian bertambah parah dengan kemunculan demokrasi. Mereka mengatakan demokrasi inilah yang relevan dengan situasi kekinian, norma hukum yang melestarikan hak-hak asasi. Kenyataan ini diperkuat oleh kebodohan kaum Muslimin sendiri terhadap agama mereka. Sehingga jadilah metodologi dan fikrah (paham) demokrasi ini sebagai “Rabb” bagi orang-orang yang mengimaninya, mengamalkan dan menjaganya.<br /><br />Al Quran dan As Sunnah cukup untuk menyingkap dan menguak kejahatan ini.<br />Allah Ta’ala berfirman :<br />“Dan demikianlah Kami terangkan ayat-ayat Al Quran (supaya jelas jalan orang- orang shalih) dan supaya jelas (pula) jalan orang-orang yang berdosa.” (QS. Al An’am : 55)<br /><br />Ayat ini adalah penjelasan dari Rabb kita Yang Maha Mengetahui segala yang rahasia dan tersembunyi, Yang Maha Mengetahui segala yang kasat mata maupun yang tersimpan di dalam dada. Ayat ini datang menjelaskan bahwa merupakan satu keharusan untuk memperingatkan manusia agar berhati-hati dari kekufuran, kesyirikan dan kejahatan –termasuk– demokrasi dengan berbagai tata caranya.<br />Demokrasi adalah kejahatan yang tidak akan tegak agama kaum Muslimin kecuali dengan memutus dan memisahkannya dari jalan yang benar. Manusia yang paling sempurna pengetahuannya terhadap Rabb dan agama mereka adalah manusia yang memiliki ilmu tentang Al Kitab dan As Sunnah sesuai dengan pemahaman Salaful Ummah yang mampu mendeteksi kekufuran yang muncul atas nama kemajuan, peningkatan, hak-hak asasi manusia dan perlindungan terhadap umat yang tertindas.<br /><br />Allah Azza wa Jalla berfirman :<br />“Dan supaya jelas (pula) jalan orang-orang yang berdosa.” (QS. Al An’am : 55)<br />Maka kita harus mengetahui bahwa perkara terbesar yang bisa membantu kita menghadapi bahaya dan berbagai sarananya adalah beramal dengan cara-cara syar’i. Di samping itu kita juga harus mengetahui hakikat Islam dan hakikat kekufuran. Islam tidak butuh kepada seluruh hukum dan syariat-syariat buatan. Karena di dalamnya terdapat makrifat hakikat Islam dan kekufuran. Rabb kita Jalla Sya’nuhu sendiri telah menjelaskan hal ini dengan tujuan agar kita dapat mengetahui yang benar dari yang salah.<br /><br />Allah berfirman kepada Nabi-Nya Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam :<br />“Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya.” (QS. Al Furqan : 33)<br /><br />Sesungguhnya al haq itulah yang akan menghancurkan kebatilan sehancur- hancurnya. Sungguh Allah telah menjelaskan di dalam Kitab-Nya yang mulia dan juga Nabi-Nya Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam tentang keadaan orang-orang yang sesat dan membuat kerusakan di muka bumi.<br /><br />Yang menambah rusak urusan adalah jika ada orang yang mengaku berilmu dari kalangan penulis, budayawan dan para “ulama” menjulurkan lidahnya di belakang ketamakan terhadap dunia. Mereka bangkit membantah musuh-musuh Allah namun bantahan mereka tidak didasarkan pada kekuatan hujjah dan kedalaman akidah yang benar. Dan mereka sangat lemah dalam hal penguasaan ilmu syari’ah.<br /><br />Belum lama mereka membantah dan meyakinkan umat tentang rusaknya kemajuan yang dicapai Eropa tiba-tiba kini justru mereka yang mencocoki Eropa dalam perkara-perkara yang baru saja diingkari. Tiap orang dari mereka telah membuka satu pintu masuk bagi keburukan-keburukan. Sebagian mereka masuk lewat pintu tabarruj dan melepas hijab. Sebagian yang lain masuk lewat pintu riba. Sebagian lainnya masuk melalui pintu seruan kepada westernisasi. Yang lain lagi masuk lewat pintu seruan mengambil undang-undang mereka. Yang lain masuk lewat pintu seruan untuk melupakan dan membuang masa lalu termasuk membuang kewajiban berhukum dengan Al Quran dan As Sunnah yang suci. Sebagian lagi menyeru untuk melakukan “peninjauan ulang” terhadap syariat. Sebagian menyeru kepada persatuan agama-agama. Sebagian menyerukan pendekatan antara As Sunnah dengan aliran-aliran sesat. Sebagian menyeru kepada hizbiyyah. Sebagian menyeru agar menerima simbol-simbol dan esensi demokrasi. Sebagian menyeru kepada pemilu dengan anggapan bahwa yang diharamkan hanya demokrasinya saja. Demokrasi itu sistem kufur namun pemilu tidaklah demikian. Begitu menurut mereka.<br /><br />Ketika muncul pada diri mereka sikap tidak patuh pada kebenaran jadilah kebenaran –yang kemarin hari masih dianggap sebagai kebenaran– menjadi kebatilan pada hari ini. Kerancuan demi kerancuan melumuri mereka. Sehingga mereka pun menjadi pembela pemikiran-pemikiran dan pandangan-pandangan yang dibawa oleh musuh serta sangat bersemangat untuk meyakinkan manusia bahwa hal itu tidak mengeluarkan seorang Muslim dari ajaran agama. Mereka menganggap enteng hal- hal yang diharamkan. Salah seorang di antara mereka mengatakan : “Seorang Muslim dapat menerima undang-undang buatan dalam keadaan dia tetap berada di atas akidahnya.”<br /><br />Benarlah Umar ketika berkata kepada Ziyad bin Hudhair :<br />“Tahukah kamu hal-hal yang bisa menghancurkan Islam?” Ziyad berkata, aku menjawab : “Tidak tahu.” Umar berkata : “Yang menghancurkan Islam adalah tergelincirnya seorang alim, bantahan seorang munafik dengan menggunakan Al Kitab dan berkuasanya para pemimpin yang menyesatkan.” (Riwayat Ad Darimi dan Ibnu Abdil Barr di dalam Al Jami’ dan atsar ini adalah shahih)<br /><br />Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ibnu Adi bahwasanya Umar radliyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :<br />“Yang paling aku khawatirkan menimpa umatku adalah seorang munafik yang pintar bicara.”<br />Juga terdapat riwayat Ahmad dan Thabrani dari hadits Abu Darda ia berkata, bersabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam :<br />“Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan menimpa umatku adalah para pemimpin yang menyesatkan.”<br /><br />Demikian pula yang diriwayatkan oleh Thabrani dan Baihaqi dari hadits Imran bin Hushain radliyallahu ‘anhu.<br />Yang dikhawatirkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam adalah apa yang telah diperlihatkan oleh Allah kepada beliau dari fitnah-fitnah yang akan terjadi pada umat ini. Sungguh Allah telah memperlihatkan dan memberitahukan kepada beliau tentang para pelakunya. Nabi menamai mereka sebagai “para pemimpin yang menyesatkan”. Mereka kerahkan segenap potensi yang mereka miliki untuk membantah dan mendebat Al Quran serta menebarkan kerancuan-kerancuan. Padahal Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :<br />“Berdebat tentang Al Quran adalah kufur.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Hakim dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu)<br />Mereka mengambil ayat-ayat yang mutasyabihat• dari Al Quran untuk menyesatkan manusia dan memberikan kerancuan kepada kaum Muslimin.<br /><br />Allah Azza wa Jalla berfirman :<br />Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata : “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Rabb kami.” (QS. Ali Imran : 7)<br /><br />Dengan sebab mereka, merebaklah perdebatan dan penyimpangan di kalangan kaum Muslimin. Dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam telah memperingatkan kita agar berhati-hati dari golongan ini. Di dalam riwayat Bukhari, Muslim dan Ahmad dari hadits Aisyah radliyallahu ‘anha beliau berkata :<br />Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam membaca :<br />[Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu. Di antara (isi)-nya ada ayat-ayat yang muhkamat itulah pokok-pokok isi Al Quran] hingga firman-Nya :<br />[Dan tidak dapat mengambil pelajaran (darinya) melainkan orang-orang yang berakal] (kemudian) beliau bersabda :<br />“Jika kalian melihat orang-orang yang mengikuti ayat-ayat yang mutasyabihat maka mereka itulah orang-orang yang disebutkan oleh Allah maka berhati-hatilah terhadap mereka.”<br /><br />Yaitu terus menerus waspada dari bahaya pemikiran dan talbis (pengkaburan) mereka. Sungguh kalangan Salaf telah menjatuhkan sikap dan sanksi yang setimpal terhadap golongan manusia seperti ini.<br /><br />Mereka, Salafus Shalih berdiri menghadapi mereka karena menyadari bahayanya golongan ini, golongan yang tidak dikaruniai ilmu yang bermanfaat, sikap tsabat (keteguhan) dan keikhlasan hati. Bahkan mereka selalu ditimpa keraguan dan kebimbangan. Mereka menyangka berada di atas kebenaran dan hujjah, bersikap sombong terhadap ulama Rabbaniyyin, menghantam setiap penyeru al haq, menentang para ulama Salaf dan pemahaman mereka bahkan menentang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Sampai-sampai salah seorang di antara mereka mengatakan : “Seandainya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam masih hidup niscaya beliau akan berhukum dengan demokrasi. Seandainya beliau masih hidup niscaya akan mendoakan keberkahan terhadap kami atas kemajuan ini.”<br />Setiap orang yang sesat dari golongan ini menganggap benar madzhab dan kelompoknya meski pada akhirnya yang muncul adalah penyimpangan di kalangan manusia. Setan selalu berkata kepada mereka : “Kalian berada di atas sirath al mustaqim!”<br /><br />Ketika telah terbongkar dan tersingkap keadaan mereka yang sebenarnya mereka pun tampil dengan wajah yang lain dan rupa yang bermacam-macam. Akan tetapi sebanyak dan segiat apapun orang-orang yang menyimpang itu membikin kerancuan maka sungguh Allah telah menugaskan satu kaum untuk membongkar dan menjelaskan kesalahan mereka, melumpuhkan syubhat mereka, menjelaskan pembelotan mereka dari kebenaran, bahaya mereka terhadap umat dan kerusakan yang mereka lakukan terhadap Islam. Kelompok yang diberkahi adalah Ahli Ilmu yang mendapat bimbingan dan taufik dari Allah untuk beramal dengan Kitab-Nya dan Sunnah Rasul-Nya Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dengan pemahaman Salaful Ummah dalam keyakinan, ucapan maupun amalan. Merekalah orang-orang yang dipilih Allah untuk membela agama-Nya.<br />Telah mutawatir hadits-hadits dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bahwa kelompok tersebut akan senantiasa ada sepanjang masa.<br /><br />Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :<br />“Akan terus ada sekelompok dari umatku yang menampakkan kebenaran hingga datang keputusan Allah sedang mereka dalam keadaan menang.” (Hadits Muttafaq ‘alaihi dari Al Mughirah radliyallahu ‘anhu)<br />Dalam riwayat Bukhari dan Muslim dari hadits Mu’awiyah radliyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :<br />“Akan terus ada sekelompok dari umatku yang menegakkan perintah Allah, tidak membahayakan mereka orang-orang yang menghina dan menyelisihi mereka sehingga datang urusan Allah dan mereka dalam keadaan menang atas manusia.”<br />Hadits ini juga datang secara mutawatir dari Tsauban, Ibnu Umar, Abu Hurairah, Imran bin Hushain, Uqbah bin Amir, Qurrah bin Iyas, Jabir bin Abdillah, Jabir bin Samurah, Sa’d bin Abi Waqqash, Abu Anbah Al Khaulani dan lain-lain.<br /><br />Sungguh Allah telah menjaga agama-Nya dengan thaifah (kelompok) yang selalu mendapatkan pertolongan ini dahulu maupun sekarang. Dan para ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah telah bersepakat bahwa thaifah yang dimaksud adalah Ahlul Hadits. Sebagaimana pendapat Ahmad bin Hambal, Ibnu Al Mubarak, Ibnu Al Madini, Yazid bin Harun, Al Bukhari dan lain-lain. Untuk melihat riwayat perkataan mereka ini silakan merujuk pada Kitab As Sunnah karangan Abdullah bin Ahmad bin Hanbal dan selainnya dari kitab-kitab akidah Ahlus Sunnah Wal Jamaah.<br /><br />Adapun yang dilakukan para ulama umat di masa sekarang ini di dalam membantah pelaku kebatilan merupakan kelanjutan saja dari jejak langkah penuh berkah yang pernah ditempuh oleh para ulama Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Dan perkara pemilu yang akan kami jelaskan hukumya menurut syariat adalah di antara perkara- perkara yang menjadi fitnah bagi kaum Muslimin dan sebagian orang yang mengaku memiliki ilmu dan pemahaman. Maka wajib bagi kami untuk menimbangnya dengan timbangan syariat seperti yang akan pembaca dapati penjelasannya di pembahasan ini. Insya Allah.<br /><br />Aku dapati masalah pemilu ini memiliki banyak sekali mafsadat (kerusakan) sebagaimana tercantum di dalam Al Quran secara rinci.<br /><br />Tidak ada seorang pun yang menelaah sebagian apalagi keseluruhan dari kerusakan-kerusakan pemilu yang tidak sampai pada kesimpulan bahwa sesungguhnya ia merupakan sistem thaghut. Pemilu diharamkan dengan sangat keras pasti tanpa keraguan. Meskipun dulu saya akui bahwa saya tidak mampu membahas masalah ini karena beberapa sebab di antaranya ialah keterbatasan ilmu. Dan saya juga tidak ingin membuat kitab ini jadi berat dengan banyak pembahasan dan kutipan dari para ulama.<br /><br />Dan aku berusaha untuk tidak menyebut hadits kecuali yang shahih lidzatihi atau lighairihi dan hasan lidzatihi atau lighairihi. Dan inilah yang selaras dengan keyakinan kita yang mantap bahwa Islam adalah sempurna dan universal tidak ada kekurangan di dalamnya dari sisi manapun. Inilah ajaran yang para shahabat berada di atasnya. Inilah yang diajarkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam terhadap mereka sebagaimana telah dimaklumi. Dan amalan ini –yaitu menjauhi hadits munkar dan dhaif– adalah wajib bagi kita supaya kita tidak memasukkan ke dalam agama sesuatu yang bukan bagiannya. Inilah perbuatan ulama Ahlul Hadits.<br /><br />Aku bagi kitab ini menjadi dua pasal, kerusakan pemilu dan syubhat serta bantahannya. Dan aku buat mukadimah yang memuat definisi dan pengertian demokrasi dan aku akhiri dengan menjelaskan sekilas tentang aspek dakwah kami yang kami sarikan dari Al Quran dan As Sunnah dan manhaj Salaful Ummah sebagai nasihat untuk kaum Muslimin serta penutup kitab.<br /><br />Abu Nashr Muhammad bin Abdillah Al Imam<br /><br />(Judul asli: Tanwir Azh-Zhulumat bi Kasyfi Mafasid wa Syubuhat al-Intikhabaat, Penerbit Maktabah al-Furqan, Ajman, Emirate. Sumber: www.assunnah.cjb.net)Nurcahya Dwi Asmorohttp://www.blogger.com/profile/15561792746335811319noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1684264261408049525.post-18836249567946594242011-02-12T07:40:00.000-08:002011-02-12T07:41:57.095-08:00“Demi Kebebasan, Membela Kebathilan!”Oleh: Adian Husaini<br /><br />Masih ingat Lia Eden? Dia mendakwahkan dirinya sebagai Jibril Ruhul Kudus. Lia, yang mengaku mendapat wahyu dari Allah, pada 25 November 2007, berkirim surat kepada sejumlah pejabat negara. Kepada Ketua Mahkamah Agung RI, Bagir Manan, Lia berkirim surat yang bernada amarah. ”Akulah Malaikat Jibril sendiri yang akan mencabut nyawamu. Atas Penunjukan Tuhan, kekuatan Kerajaan Tuhan dan kewenangan Mahkamah Agung Tuhan berada di tanganku,” tulis Lia dalam surat berkop ”God’s Kingdom: Tahta Suci Kerajaan Eden”.<br /><br />Jadi, mungkin hanya ada di Indonesia, ”Malaikat Jibril” berkirim surat lengkap dengan kop surat dan tanda tangannya, serta ”berganti tugas” sebagai ”pencabut nyawa.<br /><br />Maka, saat ditanya tentang status aliran semacam ini, MUI dengan tegas menyatakan, ”Itu sesat.” Mengaku dan menyebarkan ajaran yang menyatakan bahwa seseorang telah mendapat wahyu dari Malaikat Jibril, apalagi menjadi jelmaan Jibril adalah tindakan munkar yang wajib dicegah dan ditanggulangi. (Kata Nabi saw: ”Barangsiapa diantara kamu yang melihat kemunkaran, maka ubah dengan tangannya. Jika tidak mampu, ubah dengan lisan. Jika tidak mampu, dengan hati. Dan itulah selemah-lemah iman”).<br /><br />Ada sejumlah fatwa yang telah dikeluarkan MUI tentang aliran sesat ini. Ahmadiyah dinyatakan sesat sejak tahun 1980. Pada tahun 2005, keluar juga fatwa MUI yang menyatakan bahwa paham Sekularisme, Pluralisme Agama dan Liberalisme, bertentangan dengan Islam dan haram umat Islam memeluknya. Tugas ulama, sejak dulu, memang memberikan fatwa. Tugas ulama adalah menunjukkan mana yang sesat dan mana yang tidak; mana yang haq dan mana yang bathil.<br /><br />Tapi, gara-gara menjalankan tugas kenabian, mengelarkan fatwa sesat terhadap kelompok-kelompok seperti Lia Eden, Ahmadiyah, dan sejenisnya, MUI dihujani cacian. Ada yang bilang MUI tolol. Sebuah jurnal keagamaan yang terbit di IAIN Semarang menurunkan laporan utama: ”Majelis Ulama Indonesia Bukan Wakil Tuhan.” Ada praktisi hukum angkat bicara di sini, ”MUI bisa dijerat KUHP Provokator.” Seorang staf dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), dalam wawancaranya dengan jurnal keagamaan ini menyatakan, bahwa:<br /><br />”MUI kan hanya semacam menjual nama Tuhan saja. Dia seakan-akan mendapatkan legitimasi Tuhan untuk menyatakan sesuatu ini mudharat, sesuatu ini sesat. Padahal, dia sendiri tidak mempunyai kewenangan seperti itu. Kalau persoalan agama, biarkan Tuhan yang menentukan.” Ketika ia ditanya, ”Menurut Anda, Sekarang MUI mau diapakan?” dia jawab: ”Ya paling ideal dibubarkan.” (Jurnal Justisia, edisi 28 Th.XIII, 2005)<br /><br /><br />Majalah ADIL (edisi 29/II/24 Januari-20 Februari 2008), memuat wawancara dengan Abdurrahman Wahid (AW):<br /><br />Adil: Apa alasan Gus Dur menyatakan MUI harus dibubarkan?<br /><br />AW: Karena MUI itu melanggar UUD 1945. Padahal, di dalam UUD itu menjamin kebebasan mengeluarkan pendapat dan kemerdekaan berbicara..<br /><br />Adil: Mengapa MUI tidak melakukan peninjauan atas konstitusi yang isinya begitu gamblang itu?<br /><br />AW: Karena mereka itu goblok. Itu saja. Mestinya mereka mengerti. Mereka hanya melihat Islam itu sebatas institusi saja. Padahal Islam itu adalah ajaran.<br /><br />Adil: Apa seharusnya sikap MUI terhadap kelompok-kelompok Islam sempalan itu?<br /><br />AW: Dibiarkan saja. Karena itu sudah jaminan UUD. Harus ingat itu.<br /><br />Perlu dicatat, bahwa Ketua Umum MUI saat ini adalah K.H. Sahal Mahfudz yang juga Rais Am PBNU. Wakil Ketua Umumnya adalah Din Syamsuddin, yang juga ketua PP Muhammadiyah. Hingga kini, salah satu ketua MUI yang sangat vokal dalam menyuarakan kesesatan Ahmadiyah dan sebagainya adalah KH Ma’ruf Amin yang juga salah satu ulama NU terkemuka.<br /><br />Sejak keluarnya fatwa MUI tentang Ahmadiyah dan paham Sepilis tahun 2005, berbagai kelompok juga telah datang ke Komnas HAM, menuntut pembubaran MUI. Salah satunya adalah Kontras, yang kini dikomandani oleh Asmara Nababan. Kelompok-kelompok ini selalu mengusung paham kebebasan beragama. Puncak aksi mereka dalam aksi dukungan terhadap Ahmadiyah dilakukan pada 1 Juni 2008 di kawasan Monas Jakarta, yang kemudian berujung bentrokan dengan massa Islam yang berdemonstrasi di tempat yang sama.<br /><br />Dasar kaum pemuja kebebasan untuk menghujat MUI adalah HAM dan paham kebebasan. Bagi kaum liberal ini, pasal-pasal dalam HAM dipandang sebagai hal yang suci dan harus diimani dan diaplikasikan. Dalam soal kebebasan beragama, mereka biasanya mengacu pada pasal 18 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM), yang menyatakan: ”Setiap orang mempunyai hak kebebasan berpendapat, keyakinan dan agama; hak ini termasuk kebebasan untuk mengubah agamanya atau keyakinan, dan kebebasan baik sendiri-sendiri atau bersama-sama dengan yang lain dan dalam ruang publik atau privat untuk memanifestasikan agama dan keyakinannya dalam menghargai, memperingati, mempraktekkan dan mengajarkan.”<br /><br />Deklarasi ini sudah ditetapkan sejak tahun 1948. Para pendiri negara Indonesia juga paham akan hal ini. Tetapi, sangatlah naif jika pasal itu kemudian dijadikan dasar pijakan untuk membebaskan seseorang/sekelompok orang membuat tafsir agama tertentu seenaknya sendiri. Khususnya Islam. Sebab, Islam adalah agama wahyu (revealed religion) yang telah sempurna sejak awal (QS 5:3). Umat Islam bersepakat dalam banyak hal, termasuk dalam soal kenabian Muhammad saw sebagai nabi terakhir. Karena itu, sehebat apa pun seorang Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khatab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, radhiyallahu ’anhum, mereka tidak terpikir sama sekali untuk mengaku menerima wahyu dari Allah. Bahkan, Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq telah bertindak tegas terhadap para nabi palsu dan para pengikutnya. <br /><br />Ada batas<br /><br />Masalah semacam ini sudah sangat jelas, sebagaimana jelasnya ketentuan Islam, bahwa shalat subuh adalah dua rakaat, zuhur empat rakaat, haji harus dilakukan di Tanah Suci, dan sebagainya. Karena itulah, dunia Islam tidak pernah berbeda dalam soal kenabian. Begitu juga umat Islam di Indonesia. Karena itulah, setiap penafsiran yang menyimpang dari ajaran pokok Islam, bisa dikatakan sebagai bentuk kesesatan. Meskipun bukan negara Islam, tetapi Indonesia adalah negara dengan mayoritas pemeluk Islam. Keberadaan dan kehormatan agama Islam dijamin oleh negara. Sejak lama pendiri negara ini paham akan hal ini. Bahkan, KUHP pun masih memuat pasal-pasal tentang penodaan agama. UU No 1/PNPS/1965 yang sebelumnya merupakan Penpres No 1/1965 juga ditetapkan untuk menjaga agama-agama yang diakui di Indonesia.<br /><br />Bangsa mana pun paham, bahwa kebebasan dalam hal apa pun tidak dapat diterapkan tanpa batas. Ada peraturan yang harus ditaati dalam menjalankan kebebasan. Seorang pengendara motor – kaum liberal atau tidak -- tidak bisa berkata kepada polisi, ”Bapak melanggar HAM, karena memaksa saya mengenakan helm. Soal kepala saya mau pecah atau tidak, itu urusan saya. Yang penting saya tidak mengganggu orang lain.”<br /><br />Namun, simaklah, betapa ributnya sebagian kalangan ketika Pemda Sumbar mewajibkan siswi-siswi muslimah mengenakan kerudung di sekolah. Kalangan non-Muslim juga ikut meributkan masalah ini. Ketika ada pemaksaan untuk mengenakan helm oleh polisi mereka tidak protes. Tapi, ketika ada pemaksaan oleh pemeritah untuk mengenakan pakaian yang baik, seperti mengenakan kerudung, maka mereka protes. Padahal, itu sama-sama menyangkut hak pribadinya. Dalam 1 Korintus 11:5-6 dikatakan:<br /><br />”Tetapi tiap-tiap perempuan yang berdoa atau bernubuat dengan kepala yang tidak bertudung, menghina kepalanya, sebab ia sama dengan perempuan yang dicukur rambutnya. Sebab jika perempuan tidak mau menudungi kepalanya, maka haruslah ia juga menggunting rambutnya. Tetapi jika bagi perempuan adalah penghinaan, bahwa rambutnya digunting atau dicukur, maka haruslah ia menudungi kepalanya.”<br /><br />Orang-orang Barat, meskipun beragama Kristen, tidak mau mewajibkan kerudung. Bahkan, karena pengaruh paham sekularisme, banyak sekolah di Barat – termasuk di Turki – yang melarang siswanya mengenakan kerudung. Untuk itulah mereka kemudian membuat berbagai penafsiran yang ujung-ujungnya menghilangkan kewajiban megenakan kerudung bagi wanita.<br /><br />Jadi, karena ingin menerapkan paham kebebasan, maka mereka menolak aturan-aturan agama. Konsep kebebasan antara Barat dan Islam sangatlah berbeda. Islam memiliki konsep ”ikhtiyar” yakni, memilih diantara yang baik. Umat Islam tidak bebas memilih yang jahat. Sedangkan Barat tidak punya batasan yang pasti untuk menentukan mana yang baik dan mana yang buruk. Semua diserahkan kepada dinamika sosial. Perbedaan yang mendasar ini akan terus menyebabkan terjadinya ”clash of worldview” dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Dua konsep yang kontradiktif ini tidak bisa dipertemukan. Maka seorang harus menentukan, ia memilih konsep yang mana.<br /><br />Kaum Muslim yang masih memegang teguh aqidahnya, pasti akan marah membaca novel The Satanic Verses-nya Salman Rushdie. Novel ini sangat biadab; misalnya menggambarkan sebuah komplek pelacuran di zaman jahiliyah yang dihuni para pelacur yang diberi nama istri-istri Nabi Muhammad saw. Bagi Islam, ini penghinaan. Bagi kaum liberal, itu kebebasan berekspresi. Bagi Islam, pemretelan ayat-ayat al-Quran dalam Tadzkirah-nya kaum Ahmadiyah, adalah penghinaan, tapi bagi kaum liberal, itu kebebasan beragama. Berbagai ucapan Mirza Ghulam Ahmad juga bisa dikategorikan sebagai penghinaan dan penodaan terhadap Islam. Sebaliknya, bagi kaum liberal, Ahmadiyah adalah bagian dari ”kebebasan beragama dan berkeyakinan.” Bagi Islam, beraksi porno dalam dunia seni adalah tercela dan dosa. Bagi kaum liberal, itu bagian dari seni dan kebebasan berekspresi, yang harus bebas dari campur tangan agama.<br /><br />Kaum liberal, sebagaimana orang Barat pada umumnya, menjadikan faktor ”mengganggu orang lain” sebagai batas kebebasan. Seseorang beragama apa pun, berkeyakinan apa pun, berperilaku dan berorientasi seksual apa pun, selama tidak mengganggu orang lain, maka perilaku itu harus dibiarkan, dan negara tidak boleh campur tangan. Bagi kaum liberal, tidak ada bedanya seorang menjadi ateis atau beriman, orang boleh menjadi pelacur, pemabok, menikahi kaum sejenis (homo/lesbi), kawin dengan binatang, dan sebagainya. Yang penting tidak mengganggu orang lain. Maka, dalam sistem politik mereka, suara ulama dengan penjahat sama nilainya.<br /><br />Bagi kaum pemuja paham kebebasan, pelacur yang taat hukum (tidak berkeliaran di jalan dan ada ijin praktik) bisa dikatakan berjasa bagi kemanusiaan, karena tidak mengganggu orang lain. Bahkan ada yang menganggap berjasa karena menyenangkan orang lain. Tidak heran, jika sejumlah aktivis AKKBB, kini sibuk berkampanye perlunya perkawinan sesama jenis dilegalkan di Indonesia. Dalihnya, juga kebebasan melaksanakan perkawinan tanpa memandang orientasi seksual. Mereka sering merujuk pada Resolusi Majelis Umum 2200A (XXI) tentang Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik. Maka, tidak heran, jika seorang aktivis liberal seperti Musdah Mulia membuat pernyataan: ”Seorang lesbian yang bertaqwa akan mulia di sisi Allah, saya yakin ini.” Juga, ia katakan, bahwa ”Esensi ajaran agama adalah memanusiakan manusia, menghormati manusia dan memuliakannya. Tidak peduli apa pun ras, suku, warna kulit, jenis kelamin, status sosial dan orientasi seksualnya. Bahkan, tidak peduli apa pun agamanya.” (Jurnal Perempuan, Maret 2008).<br /><br />Apakah kaum liberal juga memberi kebebasan kepada orang lain? Tentu tidak! Mereka juga memaksa orang lain untuk menjadi liberal, sekular. Mereka marah ketika ada daerah yang menerapkan syariah. Mungkin, mereka akan sangat tersinggung jika lagu Indonesia Raya dicampur aduk dengan lagu Gundhul-gundhul Pacul. Mereka juga akan marah jika lambang negara RI burung garuda diganti dengan burung emprit. Tapi, anehnya, mereka tidak mau terima jika umat Islam tersinggung karena Nabinya diperhinakan, Al-Quran diacak-acak, dan ajaran Islam dipalsukan. Untuk semua itu, mereka menuntut umat Islam agar toleran,”dewasa”, dan tidak emosi. ”Demi kebebasan!”, kata mereka.<br /><br />Logika kelompok liberal seperti Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) dalam membela habis-habisan kelompok Ahmadiyah dengan alasan kebebasan beragama dan berkeyakinan sangatlah absurd dan naif. Mereka tidak mau memahami, bahwa soal Ahmadiyah adalah persoalan aqidah. Sebab, Ahmadiyah sendiri juga berdiri atas dasar aqidah Ahmadiyah yang bertumpu pada soal klaim kenabian Mirza Ghulam Ahmad. Karena memandang semua agama sama posisinya, maka mereka tidak bisa atau tidak mau membedakan mana yang sesat dan mana yang benar. Semuanya, menurut mereka, harus diperlakukan sama. <br /><br />Cara pandang kaum ”pemuja kebebasan” semacam itulah yang secara diametral bertentangan dengan cara pandang Islam. Islam jelas membedakan antara Mu’min dan kafir, antara yang adil dan fasiq. Masing-masing ada tempatnya sendiri-sendiri. Orang kafir kuburannya dibedakan dari orang Islam. Kaum Muslim diperintahkan, jangan mudah percaya pada berita yang dibawa orang fasiq, seperti orang yang kacau shalat lima waktunya, para pemabok, pezina, pendusta, dan sebagainya. Jadi, dalam pandangan Islam, manusia memang dibedakan berdasarkan takwa nya.<br /><br />Jadi, itulah cara pandang para pemuja kebebasan. Jika ditelaah, misi mereka sebenarnya adalah ingin mengecilkan arti agama dan menghapus agama dari kehidupan manusia. Mereka maunya manusia bebas dari agama dalam kehidupan. Untuk memahami misi kelompok semacam AKKBB ini, cobalah simak misi dan tujuan kelompok-kelompok persaudaraan lintas-agama seperti Free Mason yang berslogan ”liberty, fraternity, dan egality”, atau kaum Theosofie yang bersemboyan: “There is no religion higher than Truth.” Jadi, kaum seperti ini punya sandar ”kebenaran sendiri” yang mereka klaim berada di atas agama-agama yang ada. [Depok, 13 Juni 2008/www.hidayatullah.com]<br /><br />Catatan Akhir Pekan [CAP] Adian Husaini adalah hasil kerjasama antara Radio Dakta 107 FM dan www.hidayatullah.comNurcahya Dwi Asmorohttp://www.blogger.com/profile/15561792746335811319noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1684264261408049525.post-55552319299643567632011-02-12T07:31:00.001-08:002011-02-12T07:31:41.849-08:00Gereja Ortodox Rusia Restui Larangan Perayaan ValentineHidayatullah.com--Pemerintah Rusia di Provinsi Belgorod menyerukan agar institusi pendidikan seperti sekolah-sekolah juga institusi pemerintah lainnya untuk tidak melangsungkan perayaan hari kasih sayang Valentines Day.<br /><br />Larangan ini mengacu pada pemikiran bahwa Valentine adalah fenomena asing yang tidak menyehatkan.<br /><br />Dilansir Reuters, Kamis (10/2), walau kemungkinan mendapat tentangan dari beberapa pihak namun kesepakatan tersebut telah ditandatangani oleh Wakil Gubernur Belgorod dan segera ditanggapi secara responsif juga direstui oleh uskup Gereja Ortodox Rusia di provinsi tersebut.<br /><br />Banyak klub malam dan pusat bisnis lainnya di provinsi yang terletak 600 kilometer dari selatan kota Moskow tersebut juga diminta untuk tidak melakukan hal yang spesial pada tanggal 14 Februari nanti.<br /><br />Menurut konsultan pemerintah Provinsi Grigory Bolotnikov Hal tersebut dilakukan untuk menjaga keamanan spiritual, sehingga pemerintah provinsi tersebut meminta para pejabat untuk melarang diadakannya perayaan Hari Valentine di pusat-pusat pendidikan dan kebudayaan.<br /><br />"Atmosfir dari perayaan ini tidak mendorong pembentukan spiritual dan nilai-nilai moral pada anak muda," ujarnya singkat.<br /><br />Dengan larangan ini juga semakin memperlihatkan ominasi Gereja Ortodox Rusia kini berkembang dengan pesat sejak runtuhnya kekuasaan Uni Soviet pada tahun 1991 dan menikmati masa keemasannya dengan kepemimpinan Kremlin. Demikian Hari Valentine juga turut berkembang semenjak runtuhnya Uni Soviet, membuat Rusia semakin dikenal oleh dunia luar. Beberapa negara pun telah menyerukan juga pelarangan perayaan ini seperti beberapa negara di Timur-Tengah. *<br />Sumber : rtr/jwb<br />Rep: CR-3<br />Red: Panji IslamNurcahya Dwi Asmorohttp://www.blogger.com/profile/15561792746335811319noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1684264261408049525.post-63298161117758085522011-02-12T07:19:00.000-08:002011-02-12T07:22:05.955-08:00Agama Baru AhmadiyahOleh: Lajnah Ad-Daimah<br /><br />Soal:<br />Apa hukum agama baru dan para pengikutnya, yaitu agama yang disebut dengan Ahmadiyah<br /><br />Jawab:<br />Sudah ada hukum dari pemerintah Pakistan berkaitan dengan kelompok ini, bahwa mereka telah keluar dari Islam. Juga dari Rabithah ‘Alam Islami di Makkah Al Mukarramah bahwa mereka keluar dari Islam dan dari Mu’tamar Al Munadzdzamat Al Islamiyah yang diadakan di Rabithah pada tahun 1394 H. Dan telah terbit tulisan yang menerangkan prinsip kelompok ini, bagaimana dan kapan lahirnya dan yang lain sebagainya yang menerangkan akan hakikat mereka.<br /><br />Kesimpulannya; mereka adalah kelompok yang meyakini bahwa Mirza Ghulam Ahmad kebangsaan India adalah nabi yang mendapat wahyu dan tidak sah iman seseorang sampai ia beriman dengannya (Mirza). Dan orang ini kelahiran kurun ketiga belas. Allah jalla wa’ala telah mengabarkan di dalam kitab-Nya yang mulia bahwa Nabi kita Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam adalah penutup para nabi dan para ulama Islam telah sepakat demikian. Maka barangsiapa meyakini ada nabi lagi yang mendapat wahyu dari Allah jalla wa’ala setelah beliau shalallahu ‘alaihi wasallam maka ia kafir karena berarti ia telah mendustakan Al Qur’an dan hadits-hadits yang shahih dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam yang menunjukkan bahwa beliau adalah penutup para nabi dan menyelisihi ijma’ kaum muslimin.<br /><br />Hanyalah kepada Allah kita memohon taufik-Nya.<br /><br />Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam beserta keluarga dan para shahabatnya.<br /><br />Lajnah Da’imah lil Buhuts Al Ilmiyah wal Ifta’<br />(Komisi tetap dewan fatwa dan penelitian ilmiyah)<br /><br />Anggota; Abdullah bin Qu’ud dan Abdullah bin Ghudayyan.<br />Wakil ketua; Abdurrazzaq Afifi.<br />Ketua; Abdulaziz bin Abdullah bin Baz<br /><br />(sumber: Fatawa Al Lajnah Ad-Daimah (2/312)<br /><br />Dinukil dari artikel yang berjudul:<br />“Ajaran Kafir Ahmadiyah”<br />Dengan sedikit pengeditan tanpa mengubah makna<br />Sumber: www.darussalaf.org<br /><br />Dicopy dari: http://ghuroba.blogsome.com/2008/01/15/fatwa-ulama-tentang-kafirnya-ajaran-ahmadiyah/<br /><br />DIarsipkan di bawah: Fatwa, Studi AliranNurcahya Dwi Asmorohttp://www.blogger.com/profile/15561792746335811319noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1684264261408049525.post-66712110855828564412011-02-12T07:13:00.000-08:002011-02-12T07:14:59.005-08:00Perbedaan antara Muslimin dengan AhmadiyahOleh: Al-Lajnah Ad-Daimah<br /><br />Pertanyaan:<br />Apa perbedaan antara muslimin dengan Ahmadiyah?<br /><br />Jawab:<br />Perbedaan antara mereka, bahwa muslimin adalah orang yang beribadah kepada Allah semata dan menjadi pengikut Rasulnya Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam dan beriman bahwa dialah shalallahu ‘alaihi wasallam penutup para nabi dan tidak ada nabi setelahnya. Adapun ahmadiyah adalah orang yang mengikuti Mirza Ghulam Ahmad, mereka adalah orang-orang kafir dan bukan muslimin, karena mereka meyakini bahwa Mirza adalah nabi setelah Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam. Dan barangsiapa yang berkeyakinan seperti ini maka dia kafir menurut seluruh ulama muslimin, berdasarkan firman Allah jalla wa’ala<br /><br />“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. (QS. Al ahzab: 40)<br /><br />Dan berdasarkan hadits yang shahih dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau bersabda (yang artinya): “Aku adalah penutup nabi-nabi, tidak ada nabi setelahku”.(Diriwayatkan oleh Al Imam Ahmad, Al Bukhari, Muslim dan Abu daud)<br /><br />Hanyalah kepada Allah ‘azza wa jalla kita memohon taufik-Nya.<br /><br />Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam beserta keluarga dan para shahabatnya.<br /><br />Lajnah Da’imah lil Buhuts Al Ilmiyah wal Ifta’<br />(Komisi tetap dewan fatwa dan penelitian ilmiyah)<br /><br />Anggota; Abdullah bin Qu’ud dan Abdullah bin Ghudayyan.<br />Wakil ketua; Abdurrazzaq Afifi.<br />Ketua; Abdulaziz bin Abdullah bin Baz<br /><br />(sumber: Fatwa Lajnah Ad-Da’imah (2/314)<br /><br />Dinukil dari artikel yang berjudul:<br />“Ajaran Kafir Ahmadiyah”<br />Dengan sedikit pengeditan tanpa mengubah makna<br />Sumber: www.darussalaf.org<br /><br />Dicopy dari: http://ghuroba.blogsome.com/2008/01/15/fatwa-ulama-tentang-kafirnya-ajaran-ahmadiyah/Nurcahya Dwi Asmorohttp://www.blogger.com/profile/15561792746335811319noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1684264261408049525.post-20428644945659989202011-02-12T06:58:00.000-08:002011-02-12T07:03:05.580-08:0010 Prinsip Meraih IlmuOleh: Asy Syaikh ‘Abdullah bin Shalfiq Azh-Zhafiri<br /><br />بسم الله الرحمن الرحيم<br /><br />Muqaddimah oleh Asy-Syaikh Ahmad bin Yahya An-Najmi<br /><br />الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله ، وعلى آله وصحبه وبعد :<br /><br />Saudaraku fillah ‘Abdullah bin Shalfiq Azh-Zhafiri telah menunjukkan kepadaku buah penanya tentang prinsip-prinsip yang selayaknya dijalani oleh para penuntut ilmu. Sungguh aku melihat tulisan tersebut sebagai karya yang istimewa. Dia telah mendapatkan taufiq untuk mengumpulkan prinsip-prinsip yang dibutuhkan oleh penuntut ilmu, diiringi dengan dalil-dalil dari Al-Kitab dan As-Sunnah.<br /><br />Kesimpulannya, penulis telah melakukan suatu yang bagus dan memberikan faidah. Semoga Allah membalasnya dengan kebaikan, dan semoga Allah membanyakkan yang semisal ini.<br /><br />Aku memberikan semangat kepada para penuntut ilmu untuk menghafal dan memperhatikan prinsip-prinsip ini. Wabillahit Taufiq.<br /><br />Ahmad bin Yahya An-Najmi<br /><br />27-4-1421 H<br /><br />* * *<br /><br />بسم الله الرحمن الرحيم<br /><br />الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام على رسول الله، أما بعد :<br /><br />Tulisan ini merupakan penjelasan ringkas tentang prinsip-prinsip penting yang diperlukan oleh seorang yang menempuh jalan thalabul ‘ilmi (menuntut ilmu syar’i). Saya wasiatkan dan saya ingatkan diriku dan saudara-saudaraku sekalian dengannya, karena sesungguhnya seorang yang menempuh jalan thalabul ‘ilmi dan ingin menuai hasilnya maka harus ada 10 prinsip :<br /><br />>> Pertama: Meminta Tolong Kepada Allah<br /><br />Manusia itu lemah. Tidak ada daya dan kekuatan baginya kecuali dari Allah. Apabila dia diserahkan pada dirinya sendiri, maka sungguh dia akan hancur dan binasa. Namun kalau dia menyerahkan segala urusannya kepada Allah Ta’ala dan meminta tolong kepada-Nya dalam menuntut ilmu, maka Allah pasti akan menolongnya. Allah ‘Azza wa Jalla telah memberikan dorongan untuk berbuat demikian dalam Kitab-Nya yang mulia, Allah befirman :<br /><br />( إياك نعبد وإياك نستعين )<br /><br />Hanya kepada-Mu kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami minta pertolongan. [Al-Fatihah]<br /><br />Allah juga berfirman :<br /><br />(ومن يتوكل على الله فهو حسبة ) [ الطلاق : 3]<br /><br />“Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah, maka Dia yang akan menjadi sebagai pencukupnya.” [Ath-Thalaq: 3]<br /><br />Allah juga berfirman :<br /><br />( وعلي الله فتوكلوا إن كنتم مؤمنين ) ]المائدة : 23[<br /><br />"dan hanya kepada Allah sajalah hendaknya kalian bertawakkal, jika kalian memang kaum mukminin."<br /><br />Nabi Shallahu 'alaihi wa Sallam bersabda :<br /><br />لو أنكم توكلون على الله حق توكله لرزقكم كما يرزق الطير ، تغدو خماصاً ، وتروح بطاناً<br /><br />"Kalau seandainya kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya, niscaya Allah akan memberikan rizki kepada kalian, sebagaimana Dia memberi rizki pada burung, yakni burung tersebut berangkat pagi dalam keadaan lapar, pulang sore hari dalam keadaan kenyang." *1<br /><br />Sebesar-besar rizki adalah: ilmu.<br /><br />Nabi kita Muhammad Shallahu 'alaihi wa Sallam senantiasa bertawakkal dan meminta pertolongan kepada Rabbnya dalam segala urusan beliau. Dalam doa keluar rumah yang sah dari Nabi Shallahu 'alaihi wa Sallam terdapat dalil yang menunjukkan hal tersebut. Beliau berdo'a :<br /><br />بسم الله توكلت على الله ولا حول ولا قوة إلا بالله<br /><br />"Dengan nama Allah, aku bertawakkal kepada Allah. Tiada daya dan kekuatan kecuali dari Allah." *2<br /><br />>> Kedua: Niat yang baik<br /><br />Seseorang niatnya harus karena Allah 'Azza wa Jalla dalam menuntut ilmu. Bukan menginginkan didengar (orang lain) atau pun ingin terkenal, tidak pula karena kepentingan-kepentingan duniawi. Barangsiapa yang menjadikan niatkan hanya karena Allah, maka Allah akan memberikan taufiq padanya serta memberikan pahala atas amalannya tersebut. karena (menuntut) ilmu adalah ibadah, bahkan termasuk ibadah yang terbesar.<br /><br />Suatu amalan, seorang hamba tidak akan diberi pahala atas amalan tersebut, kecuali apabila dia mengikhlashkan karena Allah, dan mengikuti Rasulullah Shallahu 'alaihi wa Sallam. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :<br /><br />( إن الله مع الذين اتقوا والذين هم محسنون ) [ النحل : 128[<br /><br />"Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat ihsan." [An-Nahl: 128]<br /><br />Ketaqwaan yang terbesar adalah mengikhlashkan niat karena Allah. Adapun orang yang riya’ dalam menuntut ilmu, disamping dia rugi di dunia, dia juga akan diadzab di Hari Akhir. Sebagaimana dalam hadits yang menjelaskan tentang 3 orang yang diseret di atas wajah-wajah mereka. Salah satu dari tiga orang tersebut adalah seorang penuntut ilmu, yang mencari ilmu agar dirinya dikatakan sebagai orang ‘alim (berilmu), dan dia telah dikatakan demikian. *3<br /><br />>> Ketiga: Merendah Kepada Allah dan Memohon Kepada-Nya Taufiq dan Ketepatan<br /><br />Serta meminta kepada Rabbnya tambahan dalam menuntut ilmu. Seorang hamba itu faqir, sangat butuh kepada Allah. Dan Allah Ta’ala telah memberikan motivasi hamba-hamba-Nya untuk meminta dan merendah kepada-Nya. Allah berfirman :<br /><br />( ادعوني أستجب لكم ) [ غافر : 60[<br /><br />"Berdo'alah kalian kepada-Ku niscaya Aku kabulkan untuk kalian." [Ghafir: 60]<br /><br />Nabi Shallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :<br /><br />( ينزل ربنا كل ليلة إلي سماء الدنيا حين يبقى ثلث الليل الآخر ، فيقول: من يدعوني فأستجب له ، من يسألني فأعطية ، ومن يستغفرني فأغفر له)<br /><br />“Rabb kita tiap malam turun ke langit dunia ketika tersisa sepertiga malam terakhir, seraya berkata: ‘Barangsiapa yang berdo’a kepada-Ku pasti akan Aku kabulkan, barangsiapa yang meminta kepada-Ku niscaya Aku beri dia, dan barangsiapa yang meminta ampun kepada-Ku niscaya Aku ampuni dia.” *4<br /><br />Allah ‘Azza wa Jalla juga telah memerintahkan Nabi-Nya untuk memohon kepada-Nya tambahan ilmu. Allah berfirman :<br /><br />( وقل رب زدني علما ) [ طه: 114]<br /><br />Dan katakanlah (dalam doamu) Wahai Rabbku, tambahkan untukku ilmu. [Thaha: 114]<br /><br />Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman mengisahkan tentang Nabi Ibrahim ‘alahis salam :<br /><br />( رب هب لي حكما وألحقني بالصالحين ) [ الشعراء: 83]<br /><br />(Ibrahim berdoa): “Ya Rabbi, berikanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang shalihin.” [Asy-Syu'ara: 83]<br /><br />Hikmah di sini yang dimaksud adalah ilmu. Sebagaimana sabda Nabi Shallahu ‘alaihi wa Sallam :<br /><br />إذا اجتهد الحاكم … الحديث<br /><br />Apabila seorang hakim (berilmu) telah berijtihad … *5<br /><br />Nabi Shallahu ‘alaihi wa Sallam pernah mendo’kan shahabat Abu Hurairah Radhiyallah ‘anhu agar diberi kekuatan hafalan. *6 <br /><br />Beliau Shallahu ‘alaihi wa Sallam juga mendo’akan shahabat Ibnu ‘Abbas agar diberi karunia ilmu. beliau berdo’a :<br /><br />اللهم فقهه في الدين ، وعلمه التأويل<br /><br />Ya Allah, jadikan ia faqih (berilmu) tentang agama, dan ajarkanlah padanya ilmu tafsir.” *7<br /><br />Allah pun mengabulkan doa beliau Shallahu ‘alaihi wa Sallam. Maka shahabat Abu Hurairah Radhiyallah ‘anhu tidaklah beliau mendengar satu hadits/ilmu kecuali beliau menghafalnya. Dan jadilah Ibnu ‘Abbas Radhiyallah ‘anhuma sebagai hibrul ummah dan turjumanul qur`an (gelar bagi shahabat Ibnu ‘Abbas karena keilmuannya yang sangat luas dan pemahamannya yang sangat mendalam terhadap tafsir Al-Qur’an).<br /><br />Para ‘ulama pun senantiasa berjalan di atas prinsip ini. Inilah Syaikh Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah, beliau menuju ke masjid, kemudian sujud kepada Allah dan meminta kepada-Nya dengan mengatakan: “Wahai Dzat yang telah mengajari Nabi Ibrahim, ajarilah aku. Wahai Dzat yang telah memberikan pemahaman kepada Nabi Sulaiman, pahamkanlah aku.”<br /><br />Maka Allah pun mengabulkan doa beliau. Sampai-sampai Ibnu Daqiqil ‘Id rahimahullah mengatakan: “Sungguh Allah telah mengumpulkan ilmu untuknya, sampai seakan-akan ilmu tersebut berada di antara kedua matanya, yang bisa beliau ambil sekehendak beliau.”<br /><br />>> Keempat: Kebaikan Hati<br /><br />Hati merupakan wadah bagi ilmu. apabila wadah tersebut bagus, maka bisa melindung dan menjaga sesuatu yang ada di dalamnya. Namun apabila wadanya rusak, maka sesuatu yang ada di dalamnya bisa hilang.<br /><br />Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam menjadikan hati sebagai dasar bagi segala sesuatu. Beliau bersabda :<br /><br />ألا وإن في الجسد مضغه ، إذا صلحت صلح الجسد كله ، وإذا فسدت فسد الجسد كله ، ألا وهي القلب<br /><br />“Ketahuilah bahwa dalam jasad itu terdapat segumpal daging. Apabila segumpal daging tersebut baik, maka baiklah seluruh jasad. Namun jika jelek, maka jasad seluruhnya pun jelek. Ketahulah bahwa segumpal daging tersebut adalah hati.” *8<br /><br />Kebaikan hati akan terwujud dengan ma’rifatullah (mengenal Allah Subhanahu wa Ta’ala) dengan nama-nama, sifat-sifat, dan perbuatan-perbuatan-Nya, serta merenungkan makhluk-makhluk dan ayat-ayat-Nya.<br /><br />Kebaikan hati juga akan terwujud dengan merenungkan Al-Qur`anul ‘Azhim. Demikian juga kebiakan hati akan terwujud dengan banyak sujud dan shalat malam.<br /><br />Hendaknya seseorang menjauh/menghindarkan dari perusak-perusak dan penyakit-penyakit hati. Perusak dan penyakit tersebut apabila ada dalam hati, maka hati tersebut tidak akan mampu membawa ilmu, kalau pun bisa membawanya namun ia tidak akan memahaminya. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang orang-orang munafik yang sakit hatinya,<br /><br />Mereka punya hati namun mereka tidak bisa memahaminya. [Al-A'raf: 179]<br /><br />Penyakit-penyakit hati, terbagi dua: syahwat dan syubhat.<br /><br />Syahwat, seperti cinta dunia dan berbagai kelezatannya, serta menyibukkan diri denganya, senang kepada gambar-gambar yang haram, suka mendengarkan sesuatu yang diharamkan berupa suara musik atau lagu, dan juga melihat sesuatu yang haram.<br /><br />Syubhat, seperti keyakinan-keyakinan yang rusak, amal-amal yang bid’ah, menisbahkan diri pada berbagai paham pemikiran bid’ah yang menyimpang dan menyelisihi manhaj salaf.<br /><br />Termasuk penyakit hati yang bisa menghalangi dari ilmu adalah, hasad ,khianat, dan sombong.<br /><br />Termasuk perusak hati juga adalah kebanyakan tidur, banyak bicara, dan banyak makan.<br /><br />Maka hendaknya dihindarkan penyakit-penyakit dan perusak-perusak kebaikan hati di atas.<br /><br />>> Kelima: Kecerdasan<br /><br />Kecerdasan itu ada yang alami, ada pula yang muktasab (bisa diupayakan). Apabila seseorang memang cerdas, maka dia harus semakin menguatkannya. Kalau tidak, maka dia harus menampa diri agar bisa meraih kecerdasan tersebut.<br /><br />Kecerdasan merupakan di antara sebab kuat yang menunjang dalam pengumpulan ilmu, memahami, dan menghafalnya, serta membedakan antara berbagai masalah, memadukan dalil-dalil, dan sebagainya.<br /><br />>> Keenam: Antusias Mengumpulkan Ilmu merupakan sebab untuk bisa memperolehnya dan mendapatkan pertolongan Allah Ta’ala terhadapnya<br /><br />Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :<br /><br />( إن الله مع الذين اتقوا والذين هو محسنون ) [ النحل: 128]<br /><br />“Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat ihsan.” [An-Nahl: 128]<br /><br />Seseorang apabila dia tahu tentang nilai penting sesuatu, maka ia akan antusias untuk meraihnya. Sedangkan ilmu merupakan suatu terbesar yang semestinya diraih oleh seseorang.<br /><br />Maka wajib atas penuntut ilmu: Antusias yang kuat untuk menghafal dan memahami ilmu, duduk bersama para ‘ulama dan talaqqi ilmu langsung dari mereka, semangat untuk banyak membaca, menyibukkan umur dan waktunya (untuk ilmu), dan sangat perhitungan terhadap waktunya.<br /><br />>> Ketujuh: Keseriusan, Kesungguhan, dan Kontiunitas dalam Meraih Ilmu<br /><br />Menjauh dari kemalasan dan kelemahan. Mujahadatun Nafs (memerangi diri sendiri) dan memerangi syaithan. Jiwa dan Syaithan merupakan dua penghalang amalan menuntut ilmu.<br /><br />Di antara sebab yang membantu membangkitkan kesungguhan dalam menuntut ilmu adalah: Membaca biografi-biografi para ‘ulama, tentang kesabaran, kekokohan menanggung beban/resiko, dan perjalanan mereka dalam meraih ilmu dan hadits.<br /><br />>> Kedelapan: Konsentrasi<br /><br />Yaitu seorang penuntut ilmu mencurahkan segala kesungguhannya hingga ia berhasil sampai kepada tujuannya dalam ilmu dan kekokohan padanya, baik kekuatan hafalan, pemahaman, dan pondasi yang kokoh.<br /><br />>> Kesembilan: Terus Berada di Sisi Guru dan Pengajar<br /><br />Ilmu itu diambil dari mulut para ‘ulama. Maka seorang penuntut ilmu, agar kokoh dalam ilmu di atas pondisi yang benar, maka hendaknya ia bermulazamah kepada ‘ulama, talaqqi (mengambil) ilmu langsung dari mereka. Sehingga pencarian ilmunya tegak di atas kaidah-kaidah yang benar. mampu melafazhkan nash-nash qur’ani dan hadits dengan pelafazhan yang benar, tidak ada kesalahan maupun kekeliruan. Memahami ilmu dengan pemahaman yang tepat sesuai maksudnya. Dan lebih dari itu, dia bisa mengambil faidah dari ‘ulama: adab, akhlaq, dan sifat wara’. Hendaknya dia menghindar agar jangan sampai yang menjadi gurunya adalah kitab. Karena sesungguhnya barangsiapa yang gurunya adalah kitabnya maka ia akan banyak salahnya sedikit benarnya.<br /><br />Demikianlah, inilah yang terjadi pada umat ini. Tidak seorang tampil menonjol dalam ilmu kecuali ia sebelumnya telah tertarbiyyah dan terdidik di hadapan ‘ulama.<br /><br />>> Kesepuluh: Menempuh Waktu yang Lama<br /><br />Janganlah seorang penuntut ilmu mengira bahwa menuntut ilmu akan selesai sehari atau dua hari, setahun atau dua tahun. Bahkan menuntut ilmu itu butuh kesabaran bertahun-tahun.<br /><br />Al-Qadhi ‘Iyadh ditanya,<br />“Sampai kapan seseorang itu menuntut ilmu?”<br /><br />Beliau menjawab,<br />“Sampai mati, sehingga tintanya menemaninya sampai ke kuburnya.”<br /><br />Al-Imam Ahmad berkata:<br />“Aku duduk mempelajari Kitabul Haidh selama sembilan tahun hingga aku memahaminya.”<br /><br />Demikianlah, para penuntut ilmu yang cerdas senantiasa duduk bermulazamah kepada ‘ulama selama sepuluh tahun atau dua puluh tahun. Bahkan sebagian mereka terus bermulazamah hingga Allah mewafatkannya.<br /><br />Inilah beberapa prinsip yang perlu untuk diperhatikan oleh penuntut ilmu guna meraih ilmu.<br /><br />Saya memohon kepada Allah agar memberikan taufiq terhadap kita dan antum kepada ilmu yang bermanfaat dan amal yang shalih.<br /><br />وصلي الله على نبينا محمد ، وعلي آله وصحبه ومن تبعهم واقتفي أثرهم بإحسان إلي يوم الدين .<br /><br />تم ولله الحمد .<br /><br />Catatan Kaki :<br /><br />* 1: HR. Ahmad (I/30), At-Tirmidzi (2344), Ibnu Majah (4164), dari shahabat ‘Umar bin Al-Khaththab Radhiyallah ‘anhu. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 310.<br /><br />* 2: HR. Abu Dawud (5095). At-Tirmidzi (3426), dari shahabat Anas bin Malik Radhiyallah ‘anhu. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Al-Kalimuth Thayyib no. 59.<br /><br />* 3: Yaitu hadits dari shahabat Abu Hurairah Radhiyallah ‘anhu bahwa Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam menceritakan tentang tiga orang yang pertama kali diadili para hari Kiamat nanti, salah satu di antara mereka adalah orang yang diberi karunia ilmu :<br /><br />… وَرَجُلٌ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ وَعَلَّمَهُ وَقَرَأَ الْقُرْآنَ فَأُتِىَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ تَعَلَّمْتُ الْعِلْمَ وَعَلَّمْتُهُ وَقَرَأْتُ فِيكَ الْقُرْآنَ. قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ تَعَلَّمْتَ الْعِلْمَ لِيُقَالَ عَالِمٌ. وَقَرَأْتَ الْقُرْآنَ لِيُقَالَ هُوَ قَارِئٌ. فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِىَ فِى النَّارِ. …<br /><br />“… dan seorang yang mempelajari ilmu dan mengajarkannya, serta rajin membaca Al-Qur’an. Maka ia pun didatangkan, kemudian diperlihatkan kenikmatan-kenikmatan yang telah diberikan kepadanya, maka ia pun mengakuinya. Allah berkata: ‘Apa yang kamu amalkan dengan nikmat-nikmat tersebut?’ Dia menjawab: ‘Saya mempelajari ilmu dan mempelajarinya, serta aku rajin membaca Al-Qur’an karena Engkau.’ Allah menjawab: ‘kamu telah berdusta!! Engkau mempelajari ilmu karena ingin dikatakan sebagai seorang yang ‘alim (berilmu), dan engkau rajin membaca Al-Qur’an supaya dikatakan dia adalah qari’, dan kamu telah dikatakan demikian.’ Maka dia diperintahkan diseret di atas wajah, kemudian dicampakkan ke dalam Neraka. …” [HR. Muslim 1905]<br /><br />* 4: HR. Al-Bukhari 1145, Muslim 758, dari shahabat Abu Hurairah Radhiyallah ‘anhu<br /><br />* 5: HR. Al-Bukhari 7352, Muslim 1716 dari shahabat ‘Amr bin Al-’Ash dan shahabat Abu Hurairah Radhiyallah ‘anhuma.<br /><br />* 6: Lihat HR. Al-Bukhari 119<br /><br />* 7: Penggal pertama do’a ini: (اللهم فقهه في الدين ) diriwayatkan oleh Al-Bukhari 143. Adapun penggal kedua diriwayatkan oleh Ath-Thabarani. Lihat Ash-Shahihah no. 2589.<br /><br />* 8: HR. Al-Bukhari no. 52, Muslim 1599, dari shahabat An-Nu’man bin Basyir Radhiyallah ‘anhu.<br /><br />Sumber: www.dammajhabibah.wordpress.comNurcahya Dwi Asmorohttp://www.blogger.com/profile/15561792746335811319noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1684264261408049525.post-32726121780342090792011-02-11T06:04:00.000-08:002011-02-11T06:05:48.684-08:00Prof. Azyumardi: Pendidikan Islam di IAIN adalah “Islam Liberal”Oleh: Dr. Adian Husaini<br /><br />“Sebagai lembaga akademik, kendati IAIN terbatas memberikan pendidikan Islam kepada mahasiswanya, tetapi Islamyang diajarkan adalah Islam yang liberal. IAIN tidak mengajarkan fanatisme mazhab atau tokoh Islam, melainkan mengkaji semua mazhab dan tokoh Islam tersebut dengan kerangka, perspektif dan metodologi modern. Untuk menunjang itu, mahasiswa IAIN pun diajak mengkaji agama-agama lain selain Islam secara fair, terbuka, dan tanpa prasangka. Ilmu perbandingan agama menjadi mata kuliah pokok mahasiswa IAIN.”<br /><br />“Jika di pesantren mereka memahami dikotomi ilmu: Ilmu Islam (naqliyah dan ilmu keagamaan) dan ilmu umum (sekuler dan duniawiah), maka di IAIN merekadisadarkan bahwa hal itu tidak ada. Di IAIN mereka bisa memahami bahwa belajar sosiologi, antropologi, sejarah, psikologi, sama pentingnya dengan belajar ilmu Tafsir al-Quran. Bahkan ilmu itu bisa berguna untuk memperkaya pemahaman mereka tentang tafsir. Tetapi, IAIN tidak mengajarkan apa yang sering disebut dengan “islamisasi ilmu pengetahuan” sebab semua ilmu yang ada di dunia ini itu sama status dan arti pentingnya bagi kehidupan manusia.”<br /><br />Itulah pernyataan Prof. Dr. Azyumardi Azra saat menjabat sebagai Rektor IAIN Syarif Hidayatullah, Ciputat. Pernyataan itu dimuat dalam buku IAIN dan Modernisasi Islam di Indonesia (2002, hal. 117), yang diterbitkan atas kerjasama Canadian International Development Agency (CIDA) dan Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Islam (Ditbinperta) Departemen Agama.<br /><br />Pengakuan Profesor Azyumardi Azra tentang corak liberal dan liberalisasi pendidikan Islam di IAIN itu tentu saja menarik untuk kita simak, sebab disampaikan bukan dengan nada penyesalan, tetapi justru dengan nada kebanggaan. IAIN merasa bangga, sebab sudah berhasil mengubah banyakn mahasiswanya yang kebanyakan berbasis pesantren/madrasah menjadi mahasiswa atau sarjana-sarjana liberal.<br /><br />Ditulis dalam buku ini:<br /><br />”Model studi Islam tersebut membuka wawasan mahasiswa IAIN yang pada umumnya berbasis pesantren dan madrasah. Memang, pada tahun-tahun pertama studi di IAIN, sebagian mahasiswa yang telah terdidik dengan budaya pengkajian Islam pesantren mengalami goncangan. Tetapi setelah itu umumnya bisa memahami arti penting model studi Islam di IAIN. Selain itu dalam pengamatan Azyumardi, liberalisasi studi Islam di IAIN juga telah mengubah caara pandang mahasiswa umumnya terhadap ilmu.” (hal. 117).<br /><br />Saya tidak ingin berkomentar terlalu jauh terhadap pernyataan Prof. Azyumardi atau fakta-fakta liberalisasi IAIN yang dipaparkan oleh para aktor utamanya di perguruan tinggi Islam. Pada catatan-catatan sebelumnya, kita sudah sering membahas masalah ini. Karena masalah ini teramat sangat penting bagi masa depan pendidikan Islam dan bahkan masa depan umat Islam di Indonesia, ada baiknya kita simak kembali sejumlah pemaparan tentang proses liberalisasi IAIN, sebagaimana diuraikan dalam buku tersebut.<br /><br />Proses liberalisasi itu dimulai dari pulangnya para kafilah yang menimba ilmu di Institute of Islamic Studies of McGill University. Mereka mendapat didikan dari profesor-profesor Islamic Studies kenamaan semisal Charles J. Adam, pakar dalam sejarah Islam; Wilfred Cantwell Smith, pakar sejarah peradaban Islam dan perbandingan agama; N. Barkes, ahli Turki dan sekularisasi di dunia Muslim, Herman Landolt, pakar filsafat, sufism, dan Syiah; Wael Hallaq, pakar hukum Islam, dan sebagainya. ”Para alumni McGill ini, dengan latar belakang dan keahlian yang berbeda, pada gilirannya memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam pengembangan wacana akademik kajian keislaman dan dunia birokrasi di tanah air.” (hal. vii-viii).<br /><br />Dijelaskan juga dalam buku ini, bahwa IAIN kini sudah berubah, dari lembaga dakwah menjadi lembaga akademis.<br /><br />“IAIN mulanya dimaknai sebagai lembaga dakwah Islam yang bertanggung jawab terhadap syiar agama di masyarakat. Sehingga orientasi kepentingannya lebih difokuskan pada pertimbangan-pertimbangan dakwah. Tentu saja orientasi ini tidaklah keliru. Hanya saja, menjadikan IAIN sebagai lembaga dakwah pada dasarnya telah mengurangi peran yang semestinya lebih ditonjolkan, yaitu sebagai lembaga pendidikan tinggi Islam.<br /><br />Karena IAIN sebagai lembaga akademis, maka tuntutan dan tanggung jawab yang dipikul oleh IAIN adalah tanggung jawab akademis ilmiah.” (hal. x).<br /><br />Perubahan status IAIN dari lembaga dakwah menjadi lembaga akademis, memang dilandasi dengan perubahan metodologi studi Islam, dari metode para ulama menjadi metode para orientalis, seperti diungkapkan oleh buku ini:<br /><br />“Salah satu yang menonjol adalah tradisi keilmuan yang dibawa pulang oleh kafilah IAIN (dan STAIN) dari studi mereka di McGill University secara khusus dan universitas-universitas lain di Barat secara umum. Berbeda dengan tradisi keilmuan yang dikembangkan oleh jaringan ulama yang mempunyai kecenderungan untuk mengikuti dan menyebarkan pemikiran ulama gurunya, tradisi keilmuan Barat, kalau boleh dikatakan begitu, lebih membawa pulang metodologi maupun pendekatan dari sebuah pemikiran tertentu. Sehingga mereka justru bisa lebih kritis sekalipun terhadap pikiran profesor-profesor mereka sendiri. Disamping aspek metodologis itu, pendekatan sosial empiris dalam studi agama juga dikembangkan.” (hal. xi).<br /><br />*****<br /><br />Dalam beberapa hari ini, saya mendapatkan beberapa buku menarik tentang “Islam Liberal”. Buku pertama berjudul Islam Liberal 101 (2010), karya Akmal Sjafril, sarjana Teknik Sipil ITB yang juga alumnus Program Kaderisasi Ulama DDII-Baznas di Magister Pendidikan Islam—Universitas Ibn Khaldun Bogor. Buku ini berhasil mengkritisi berbagai pemikiran liberal dengan membalikkan dan mengkritisi logika-logika kaum liberal yang seringkali rancu dan paradoks.<br /><br />Satu buku lagi yang saya dapatkan berjudul "Argumen Islam untuk Pluralisme" (2010), karya Budhy Munawar Rachman, Program Officer and Development, The Asia Foundation. Sebenarnya saya sudah agak malas membaca sejumlah karya yang mendukung Pluralisme Agama, karena banyak yang tidak jelas dan tegas dalam merumuskan definisi “Pluralisme” itu sendiri, sehingga bisa diambil satu acuan penilaian. Yang sering terjadi ada manipulasi data, khususnya saat mengutip pendapat ulama atau tokoh Islam tertentu untuk mendukung paham Pluralisme. Sejumlah logika teologis dan hukum Islam yang digunakan juga asal-asalan, dan jauh dari semangat akademis.<br /><br />Sebagai contoh, di halaman 182 tertulis: “Karena itu pandangan yang memasukkan non-Muslim sebagai musyrik – seperti sering dilakukan oleh kalangan Islam Radikal – harus ditolak.”<br /><br />Bukankah pernyataan itu sangat keliru? Begitu banyak ayat dalam al-Quran yang mengecam keras kaum musyrik, karena menyekutukan Allah dengan makhluk-Nya. Orang non-Muslim yang melakukan tindakan semacam itu jelas-jelas tergolong musyrik. Orang non-Muslim yang menyembah batu, setan, atau makhluk apa pun; atau yang mengangkat derajat makhluk ke derajat al-Khaliq, jelas-jelas telah melakukan tindakan syirik. Orang yang mengaku Muslim saja bisa terjatuh dalam dosa syirik, apalagi orang non-Muslim. Ini bukan soal pernyataan Radikal atau moderat, karena begitu jelasnya ajaran Islam tentang hal ini.<br /><br />Di halaman yang sama, penulis --dengan logika asal-asalan-- melakukan penghalalan terhadap hukum pernikahan antara Muslimah dengan laki-laki non-Muslim. Dikatakannya:<br /><br />“Soal perkawinan laki-laki non-Muslim dengan perempuan Muslim merupakan wilayah ijtihadi dan terikat dengan konteks tertentu, di antaranya konteks dakwah Islam pada saat itu, yang mana jumlah umat Islam tidak sebesar saat ini, sehingga perkawinan antaragama merupakan sesuatu yang terlarang.” Bagaimana cara mengukur bahwa jumlah umat Islam sudah “banyak” atau “sedikit”?<br /><br />Dibandingkan dengan kaum non-Muslim seluruh dunia, umat Islam masih sedikit. Kita maklum, yang mereka inginkan adalah kebebasan perkawinan lintas agama. Soal dalil atau logika, bisa dicari-cari!<br /><br />Yang saya sayangkan berulang kali adalah kutipan yang salah – sengaja atau tidak -- terhadap tulisan ulama Islam, hanya untuk mendukung paham Pluralisme. Di buku ini dikutip pendapat Buya Hamka:<br /><br />“Buya Hamka, seorang ulama besar dan berpengaruh, yang pandangan-pandangannya sangat progresif-liberal, dalam buku tafsirnya, al-Azhar, mengatakan bahwa ayat tersebut (QS 2:62. Pen.), adalah satu tuntunan bagi menegakkan jiwa, untuk orang yang percaya kepada Allah, baik dia bernama Mukmin atau Muslim, Yahudi, Kristen, dan Shabiin yang beriman kepada Allah, hari akhir dan diikuti amal yang shaleh, mereka akan mendapat ganjaran di sisi Tuhan. Tiga nilai universal tersebut adalah syarat yang mutlak. Namun, menurut Buya, meskipun seorang manusia telah mengaku beriman kepada Allah, mengaku beriman kepada Nabi Muhammad saw, kalau iman itu tidak dibuktikannya dengan amal saleh, tidaklah akan diberi ganjaran oleh Tuhan.” (hal. 122-123).<br /><br />Soal pendapat Hamka tentang QS 2:62 sudah pernah kita bahas di CAP ke-172. Pendapat Hamka tentang keselamatan kaum non-Muslim dalam pandangan Islam sebenarnya juga tidak berbeda dengan para mufassir terkemuka yang lain.<br /><br />Termasuk ketika menafsirkan QS 2:62 dan 5:69. Karena itu, Hamka memandang, ayat itu tidak bertentangan dengan QS 3:85 yang menyatakan: "Dan barangsiapa yang mencari selain dari Islam menjadi agama, sekali-kali tidaklah tidaklah akan diterima daripadanya. Dan di Hari Akhirat akan termasuk orang-orang yang rugi." Jadi, QS 3:85 tidak menasakh QS 2:62 dan 5:69 karena memang maknanya sejalan.<br /><br />Menurut Hamka hakikat Islam ialah percaya kepada Allah dan Hari Akhirat. Percaya kepada Allah, artinya percaya kepada segala firmanNya, segala Rasul-Nya dengan tidak terkecuali. Termasuk percaya kepada Nabi Muhammad s.a.w. dan hendaklah iman itu diikuti oleh amal yang shalih."<br /><br />Jadi, Hamka tetap menekankan siapa pun, pemeluk agama apa pun, akan bisa mendapatkan pahala dan keselamatan, dengan syarat dia beriman kepada segala firman Allah, termasuk al-Quran, dan beriman kepada semua nabi dan rasul-Nya, termasuk Nabi Muhammad saw. Jika seseorang beriman kepada al-Quran dan Nabi Muhammad saw, maka itu sama artinya dia telah memeluk agama Islam. Dengan kata lain, dalam pandangan Hamka, siapa pun yang tidak beriman kepada Allah, al-Quran, dan Nabi Muhammad saw, meskipun dia mengaku secara formal beragama Islam, tetap tidak akan mendapatkan keselamatan. Itulah makna QS 3:85 yang sejalan dengan makna QS 2:62 dan 5:69.<br /><br />Soal keimanan kepada Nabi Muhammad saw dan al-Quran itulah yang sejak awal ditolak keras oleh kaum Yahudi dan Nasrani. Orang Yahudi menolak mengimani Nabi Isa dan Nabi Muhammad saw. Dan kaum Nasrani menolak untuk beriman kepada Nabi Muhammad saw. Sedangkan kaum Muslim mengimani Nabi Musa, Nabi Isa, dan juga Nabi Muhammad saw, sebagai penutup para Nabi.<br /><br />Kaum Pluralis – seperti penulis buku ini – kemudian berusaha mengecilkan arti penting keimanan kepada kenabian Muhammad saw, sebagai dasar keselamatan. Di sini ditulis:<br /><br />“Keselamatan dicapai dengan iman yang benar yang menguasai jiwa dan amal yang memperbaiki manusia. Tidak ada masalah sama sekali jika mereka orang-orang Yahudi, Kristen, dan Shabi’in, yang tidak beriman kepada Nabi saw. Keselamatan tidaklah mensyaratkan iman kepada Nabi Muhammad.” (hal. 130).<br /><br />Dengan membaca buku ini, kita tidak perlu terlalu cerdas untuk memahami kesalahan paham Pluralisme Agama. Justru buku ini memaparkan dengan sangat gamblang betapa bathilnya paham ini. Jika orang tidak beriman kepada Nabi Muhammad saw, dia pasti tidak beriman kepada al-Quran. Lalu, bagaimana dia bisa mengenal Allah? Bagaimaan dia bisa menyembah Allah dengan benar? Bagaimana dia bisa beramal shalih? Amal shalih menurut siapa?<br /><br />Lalu, untuk apa dia bersyahadat: saya bersaksi bahwa “Tiada Tuhan selain Allah dan saya bersaksi bahwa Muhammad itu utusan Allah.”? [Depok, 14 Januari 2011/hidayatullah.com]Nurcahya Dwi Asmorohttp://www.blogger.com/profile/15561792746335811319noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1684264261408049525.post-82594290299019749342011-02-11T04:58:00.000-08:002011-02-11T05:11:16.948-08:00Bahaya Absolutisme dan Universalitas HAMOleh: Dr. Saharuddin Daming, SH. MH<br /><br />DALAM peradaban modern yang berlangsung dewasa ini masyarakat dunia menikmati secara relatif nilai perdamaian dan kestabilan yang berpangkal dari komitmen Negara beradab untuk menghormati dan menjunjung tinggi serta memberikan perlindungan HAM bagi warga negaranya. Masyarakat dunia telah menyadari dengan sungguh-sungguh betapa berbahayanya kekuasaan Negara di bawah rezim absolute. <br /><br />Untuk mencegah terulangnya trauma bencana kemanusiaan akibat penyelenggaraan Negara secara absolute, maka pada tanggal 10 Desember 1948 Majelis Umum PBB mengesahkan sebuah dokumen monumental HAM yang disebut Universal Declaration of Human Rights atau Deklarasi Universal HAM (DUHAM). Selanjutnya pada tahun 1966, Majelis Umum PBB kembali menoreh tinta emas dalam sejarah pemajuan dan penegakan HAM dengan diadopsinya kovenan ECOSOB dan SIPOL.<br /><br />Banyak kalangan menilai bahwa sejak itu dunia relatif bebas dari ancaman pelanggaran HAM akibat absolutisme kekuasaan Negara. Namun timbul masalah yang penulis nilai jauh lebih berbahaya dari pada absolutisme Negara. Dewasa ini, HAM pada sebagian kalangan telah dipahami sebagai sebuah tatanan yang berlaku secara absolut bahkan universal. Pelembagaan HAM sebagai tatanan absolute dan universal berarti semua pranata kehidupan masyarakat pada tingkat nasional maupun di bawahnya, tidak diperhitungkan sama sekali. <br /><br />Begitu absolutnya keberlakuan HAM secara universal, maka semua nilai-nilai sosial budaya termasuk agama, ternyata harus tunduk sepenuhnya pada dewa global yaitu HAM. Jika ada nilai dan pranata sosial, budaya bahkan agama tidak sesuai dengan prinsip dan standar HAM maka ajaran agama seperti Islam yang diyakini pemeluknya sebagai kebenaran hakiki walaa yu’la Alaihi, harus disingkirkan.<br /><br />Bagi kita yang masih mampu mendayagunakan logika sehat dan hati yang diselimuti Nur Ilahi, tentu dengan mudah dapat menyimpulkan bahwa supremasi HAM atas agama khususnya Islam, tidak lain merupakan bagian dari serangan penyakit nifaq kalau bukan syirik. <br /><br />Betapa tidak karena HAM yang diletakkan sebagai prinsip dan standar universal dan absolute bagi penganutnya, pada hakekatnya hanyalah cetusan hati dan pikiran anak cucu Adam yang tidak mungkin setara apalagi berkedudukan lebih tinggi dari pada nilai kebenaran Ilahiyah. <br /><br />Sudah merupakan dogma absolute dan universal bahwa setiap hasil karya insaniyah yang dipuja bahkan sempat didewakan pada jaman kejayaannya, pastilah tunduk pada hukum keterbatasan ruang dan waktu. Hanya Allah dan segala yang di Wahyukan, bebas dari keterikatan itu. <br /><br />Kebablasan dan standar ganda<br /><br />Sebenarnya penempatan HAM sebagai prinsip dan standar universal secara historis dipahami dari komposisi tim perumus naskah Deklarasi Universal HAM. Tim perumus tersebut memang sengaja direkrut dari sejumlah tokoh berpengaruh yang sedapat mungkin mencerminkan representasi semua bangsa di muka bumi ini.<br /><br />Namun keberadaan tokoh dalam tim perumus dimaksud, bukan dan tidak boleh diartikan sebagai mandataris penuh dari bangsa atau masyarakat yang kebetulan menjadi asal muasal mereka. <br /><br />Sayangnya karena legitimasi universalitas HAM oleh para penganutnya tidak hanya karena prinsip dan standarnya tergali dari nilai-nilai semua bangsa, etnis dan agama, tetapi juga disandarkan pada tim perumusnya yang berlatar belakang multikultural nasional dan lain-lain.<br /><br />Pandangan yang menempatkan HAM sebagai tatanan absolute dan universal, sebenarnya telah lama ditentang dan dikritik tidak hanya oleh penguasa Negara di China, Rusia, serta Negara-negara di Timur Tengah dan lain-lain, tetapi juga datang dari sederet pakar HAM sendiri yang melahirkan aliran relativisme dan partikularistik HAM. Mereka menilai bahwa penerapan HAM secara absolute dan universal, sangat berat sebelah dan kebablasan. Bahkan lebih banyak digunakan oleh <br /><br />Negara-negara Barat yang sangat mendewakan HAM sebagai alat penekan dan sebagai instrumen penilai (tools of judgement) terhadap praktek kenegaraan di tempat lain. Padahal “Barat” sendiri sangat sering munafik dalam menerapkan HAM dengan standar ganda <br /><br />Herannya karena pluralisme sebagai pilar penting HAM, dirasakan sangat bias dan paradoks dengan pelembagaan absolutisme dan universalitas HAM. Karena penganut absolutisme dan universalitas HAM, mencita-citakan terbentuknya peradaban tunggal yaitu peradaban HAM. Semua peradaban termasuk pemikiran dari tokoh yang tidak sejalan dengan standar dan prinsip HAM, sering dijadikan sebagai target pengucilan dan kebencian. <br /><br />Sikap dan perilaku antagonis kaum pendewa Universal dan absolutisme HAM seperti itu mengingkari agama sebagai parian dari keberagaman (part of diversity). <br /><br />Tengoklah tren pemikiran para penganut liberalisme dan sekularisme, yang sangat membenci dan mengucilkan konsepsi Islam. Kebencian itu bertumpu pada tuduhan bahwa Islam melarang dan mengganggu ritus pendewaan mereka terhadap praktik sekularisme dan liberalisme sebagai berhala baru masyarakat modern.<br /><br />Seorang muslim yang ingin ber-Islam secara kaffah dan konsisten dapat terancam sebagai pihak yang dibenci dan dikucilkan oleh kaum sekuler dan liberal. Tengok saja upaya umat Islam yang gigih mempertahankan ajaran agamanya dengan memberlakukan Syariah sebagai hukum positif di Indonesia, terus mendapat tentangan keras dari kaum sekuler dan liberal yang menilai bahwa syariah bertentangan dengan HAM. <br /><br />Ironisnya karena meski diterangkan secara panjang lebar bahwa pemberlakuan Syariah, hanya mencakup dan mengikat kalangan Umat Islam sendiri, sehingga kalangan non Muslim tidak terjangkau ketentuan ini. Namun kenyataannya penjelasan ini tidak juga menghilangkan keraguan kalangan anti Syariah mengenai ide tentang formalisasi Syariah.<br /><br />Sejumlah Perda Syariah yang dilegitimasi oleh dukungan mayoritas anggota DPRD masing-masing daerah tetap dipersoalkan dengan berbagai tuduhan miring yang merefleksikan Islamofobia. Kaum sekuler dan liberal menggunakan segala cara untuk mendistorsi kesucian syariah dengan menciptakan kesan yang menakutkan. <br />Parahnya lagi karena dekonstruksi syariah dengan berpegang pada tuduhan bahwa syariah melembagakan ajaran sadisme, justru sering bersumber dari tokoh yang tidak memahami Islam secara betul. Syariah lalu dibentur-benturkan dengan HAM demi memperoleh legitimasi bahwa Syariah harus dilarang karena bertentangan dengan HAM.<br /><br />Penulis adalah Komisioner Komnas HAMNurcahya Dwi Asmorohttp://www.blogger.com/profile/15561792746335811319noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1684264261408049525.post-38558087149654779592011-02-10T20:18:00.000-08:002011-02-10T20:20:07.740-08:00Hukum Merayakan Valentine DayOleh: Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin<br /><br />Pertanyaan:<br />Bagaimana hukum merayakan hari Kasih Sayang / Valentine Day?<br /><br />Jawab:<br />“Merayakan hari Valentine itu tidak boleh, karena:<br /><br />Pertama: ia merupakan hari raya bid‘ah yang tidak ada dasar hukumnya di dalam syari‘at Islam.<br /><br />Kedua: ia dapat menyebabkan hati sibuk dengan perkara-perkara rendahan seperti ini yang sangat bertentangan dengan petunjuk para salaf shalih (pendahulu kita) – semoga Allah meridhai mereka. Maka tidak halal melakukan ritual hari raya, baik dalam bentuk makan-makan, minum-minum, berpakaian, saling tukar hadiah ataupun lainnya. Hendaknya setiap muslim merasa bangga dengan agamanya, tidak menjadi orang yang tidak mempunyai pegangan dan ikut-ikutan. Semoga Allah melindungi kaum muslimin dari segala fitnah (ujian hidup), yang tampak ataupun yang tersembunyi dan semoga meliputi kita semua dengan bimbingan-Nya.”<br /><br />Maka adalah wajib bagi setiap orang yang mengucapkan dua kalimat syahadat untuk melaksanakan wala’ dan bara’ ( loyalitas kepada muslimin dan berlepas diri dari golongan kafir) yang merupakan dasar akidah yang dipegang oleh para salaf shalih. Yaitu mencintai orang-orang mu’min dan membenci dan menyelisihi (membedakan diri dengan) orang-orang kafir dalam ibadah dan perilaku.<br /><br />Di antara dampak buruk menyerupai mereka adalah: ikut mempopulerkan ritual-ritual mereka sehingga terhapuslah nilai-nilai Islam. Dampak buruk lainnya, bahwa dengan mengikuti mereka berarti memperbanyak jumlah mereka, mendukung dan mengikuti agama mereka, padahal seorang muslim dalam setiap raka’at shalatnya membaca,<br /><br />“Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” (Al-Fatihah:6-7)<br /><br />Bagaimana bisa ia memohon kepada Allah agar ditunjukkan kepadanya jalan orang-orang yang mukmin dan dijauhkan darinya jalan golongan mereka yang sesat dan dimurkai, namun ia sendiri malah menempuh jalan sesat itu dengan sukarela. Lain dari itu, mengekornya kaum muslimin terhadap gaya hidup mereka akan membuat mereka senang serta dapat melahirkan kecintaan dan keterikatan hati.<br /><br />Allah Subhannahu wa Ta’ala telah berfirman, yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (Al-Maidah:51)<br /><br />“Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya.” (Al-Mujadilah: 22)<br /><br />Ada seorang gadis mengatakan, bahwa ia tidak mengikuti keyakinan mereka, hanya saja hari Valentine tersebut secara khusus memberikan makna cinta dan suka citanya kepada orang-orang yang memperingatinya.<br /><br />Saudaraku! Ini adalah suatu kelalaian, padahal sekali lagi: Perayaan ini adalah acara ritual agama lain! Hadiah yang diberikan sebagai ungkapan cinta adalah sesuatu yang baik, namun bila dikaitkan dengan pesta-pesta ritual agama lain dan tradisi-tradisi Barat, akan mengakibatkan seseorang terobsesi oleh budaya dan gaya hidup mereka.<br /><br />Mengadakan pesta pada hari tersebut bukanlah sesuatu yang sepele, tapi lebih mencerminkan pengadopsian nilai-nilai Barat yang tidak memandang batasan normatif dalam pergaulan antara pria dan wanita sehingga saat ini kita lihat struktur sosial mereka menjadi porak-poranda.<br /><br />Alhamdulillah, kita mempunyai pengganti yang jauh lebih baik dari itu semua, sehingga kita tidak perlu meniru dan menyerupai mereka. Di antaranya, bahwa dalam pandangan kita, seorang ibu mempunyai kedudukan yang agung, kita bisa mempersembahkan ketulusan dan cinta itu kepadanya dari waktu ke waktu, demikian pula untuk ayah, saudara, suami …dst, tapi hal itu tidak kita lakukan khusus pada saat yang dirayakan oleh orang-orang kafir.<br /><br />Semoga Allah Subhannahu wa Ta’ala senantiasa menjadikan hidup kita penuh dengan kecintaan dan kasih sayang yang tulus, yang menjadi jembatan untuk masuk ke dalam Surga yang hamparannya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa.<br /><br />Menyampaikan Kebenaran adalah kewajiban setiap Muslim. Kesempatan kita saat ini untuk berdakwah adalah dengan menyampaikan buletin ini kepada saudara-saudara kita yang belum mengetahuinya.<br /><br />Semoga Allah Ta’ala Membalas ‘Amal Ibadah Kita.<br /><br />(Dicopy dari http://www.salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=443)Nurcahya Dwi Asmorohttp://www.blogger.com/profile/15561792746335811319noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1684264261408049525.post-9368614924382804942011-02-10T20:13:00.000-08:002011-02-10T20:14:06.513-08:00Ulama: Haram Rayakan ValentineHidayatullah.com-- Kalangan ulama Aceh menyatakan "haram" merayakan Hari Valentine, khususnya untuk masyarakat muslim di provinsi itu.<br /><br />"Haram bagi kaum muslimin merayakan valentine day karena Islam mengaktualisasikan hari kasih sayang tidak hanya sekali dalam setahun, tapi setiap detik dan waktu sepanjang kehidupan," kata Tgk Faisal Ali di Banda Aceh, Kamis (10/2).<br /><br />Sekjen Himpunan Ulama Dayah Aceh itu menyatakan, perayaan itu tidak bisa diterima logika ketika ajaran menyayangi yang sudah menyatu dengan orang muslim harus diperingati setahun sekali. <br /><br />"Karenanya, wajib adanya pencegahan dari aparatur penegak hukum dan pemerintahan. Jangan biarkan benih-benih yang merusak kemurnian Islam tumbuh, khususnya di Aceh," katanya.<br /><br />Ketua PWNU Aceh itu mengimbau polisi dan petugas pengawas Syariat Islam (Wilayatul Hisbah/WH) tidak menoleransi kegiatan yang dapat merusak budaya Aceh yang Islami. <br /><br />"Itu penting dilakukan sebagai upaya pencegahan. Jangan sampai ada warga yang terpaksa bertindak sendiri untuk menertibkan kegiatan menyimpang dari syariat Islam," ujarnya.<br /><br />Faisal Ali mengimbau orangtua di Aceh untuk mengajarkan kepada anak-anaknya perayaan-perayaan yang dianjurkan Islam, seperti hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.<br /><br />Hal senada disampaikan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Dumai, Riau, Roza`i Akbar. Ia menegaskan, perayaan Hari Valentine (Valentine`s Day) pada 14 Februari adalah haram bagi umat Islam.<br /><br />"Hari Valentine adalah sebuah hari kasih sayang bagi warga di dunia Barat di luar agama Islam. Dilihat dari asal muasalnya, diketahui bahwa Valentine merupakan hari raya bagi kaum non-Islam di Roma, Italia. Untuk itu, Valentine haram bagi mereka yang beragama Islam," tegasnya.<br /><br />Roza`i menyatakan, peringatan Hari Valentine merupakan budaya yang tidak pantas diterapkan dalam ajaran Islam karena identik dengan kebebasan kaum remaja dalam menjalin atau mengikat suatu hubungan di luar nikah.<br /><br />"Apa jadinya jika Valentine membudaya di tubuh Islam. Hal ini yang menjadi pertimbangan kenapa perayaan yang dikenal dengan hari kasih sayang ini haram bagi mereka yang beragama Islam," katanya.*Nurcahya Dwi Asmorohttp://www.blogger.com/profile/15561792746335811319noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1684264261408049525.post-78318491494988523072011-02-10T05:30:00.000-08:002011-02-10T05:33:05.739-08:00Alasan kenapa Malaysia negara paling dibenci di ASEANmaaf tulisan ini hanya copas dari tulisan asli di kaskus dan chikmonk tau dari postingan om bobyhikaru …. inilah fakta yang pertama:<br /><br />Malaysia negara pencuri:<br /><br />*mencuri PERLIS dari THAILAND pada tahun 1959<br /><br />*mencuri serawak dan sabah dari INDONESIA PADA TAHUN 1957<br /><br />*MENCURI PULAU SIPADAN DAN LIGITAN dari indonesia<br /><br />*mencuri langkawi pada tahun 1961<br /><br />*mencuri kebudayaan INDONESIA<br /><br />*NEGARA PENGGANGGU kedaulatan WILAYAH INDONESIA,THAILAND DAN PHILIPINA<br /><br />*pencuri perairan PALAWAN SELATAN dari PHILIPINA<br /><br />*PNCURI LAUT BARAT DAYA PHLIPINA<br /><br />*PENCURI PULAU SEBATIK UTARA dari INDONESIA<br /><br />*PENCURI LAGU TERANG BULAN dan menjadikan lagu ini sebagai lagu kebangsaan MALAYSIA dari INDONESIA<br /><br />*PENCURI LAGU RASA SAYANG-SAYANGE DARI INDONESIA<br /><br />*PENCURI TARIAN REOG PNOROGO ASAL INDONESIA<br /><br />*PENCURI TARI PENDET ASAL INDONESIA<br /><br />*PENCURI ALAT MUSIK ANGKLUNG DARI INDONESIA<br /><br />*PENCURI KEBUDAYAAN PHILIPINA SELATAN<br /><br />*PENCURI KEBUDAYAAN MELAYU VIETNAM<br /><br />*PENCURI KEBUDAYAAN INDIA<br /><br />*PENCURI WAYANG KULIT ASAL INDONESIA<br /><br />*SULTAN MALAYSIA PENCURI WANITA-WANITA CANTIK contoh nya:<br /><br />-manohara asal indonesia<br /><br />-calvahneazer nahru asal india<br /><br />-puitu selawang asal thailand<br /><br />*negara yg berusaha menguasai AMBALAT dari INDONESIA tetapi TIDAK BERHASIL<br /><br />*NEGARA YG MASUK DAFTAR HITAM DUNIA SEBAGAI NEGARA PENJUAL MANUSIA<br /><br />*NEGARA TIDAK MEMBABASKAN PENDAPAT DARI RAKYATNYA<br /><br />*NEGARA SATU-SATUNYA DI ASIA TENGGARA YG PERNAH MELAKUKAN PEMBANTAIAN TERHADAP ETNIS TIONGHOA SAMPAI 4450 ETNIS TIONGHOA TEWAS DI TANGAN MILITER MALAYSIA<br /><br />*NEGARA YG MENDUKUNG KOMUNIS DI VIETNAME<br /><br />NEGARA YG PERNAH MENEMBAKAN PELURU KE KAPAL THAILAND (padahal kapal thailand yg menyelamatkan rakyat malaysia dari tsunami)<br /><br />*negara yg tidak mengakui suku LAOT BELUT (padhal suku inilah yg membunuh jendral inggris di sabah)<br /><br />*NEGARA yg membantai suku-suku ISLAM di tanah asli TIONGHOA yaitu SABAH<br /><br />*negara yg tidak pernah MENGAKUI ADANYA PALESTINA (baru pada tahun 2001)<br /><br />*negara satu-satunya di asia tenggara yg pernah MENDUKUNG ISRAEL (pada tahun 1957-2000)<br /><br />*kurangnya berpendapat di MALAYSIA<br /><br />*tidak adanya HUKUM ISLAM di NEGARA MALAYSIA<br /><br />*NEGARA PENCURI PULAU JEMUR INDONESIA (TIDAK BERHASIL)<br /><br />DAN MASIH BANYAK KARNA MALAYSIA NEGARA YG TIDAK PUNYA ADAB……….<br />ingin tau yang lainnya ??? tapi pasti kalo baca pada ketawa semua disini tempatnya kaskus ngakakNurcahya Dwi Asmorohttp://www.blogger.com/profile/15561792746335811319noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1684264261408049525.post-38598695053108556062011-02-07T05:55:00.000-08:002011-02-07T05:57:43.820-08:00Biografi Imam At-TirmidziNama lengkapnya adalah Imam al-Hafidz Abu ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Saurah bin Musa bin ad-Dahhak As-Sulami at-Tirmidzi, salah seorang ahli hadits kenamaan, dan pengarang berbagai kitab yang masyur lahir pada 279 H di kota Tirmiz.<br /><br />.<br /><br />Perkembangan dan Perjalanannya<br />.<br /><br />Kakek Abu ‘Isa at-Tirmidzi berkebangsaan Mirwaz, kemudian pindah ke Tirmiz dan menetap di sana. Di kota inilah cucunya bernama Abu ‘Isa dilahirkan. Semenjak kecilnya Abu ‘Isa sudah gemar mempelajari ilmu dan mencari hadits. Untuk keperluan inilah ia mengembara ke berbagai negeri: Hijaz, Irak, Khurasan dan lain-lain. Dalam perlawatannya itu ia banyak mengunjungi ulama-ulama besar dan guru-guru hadits untuk mendengar hadits yang kem dihafal dan dicatatnya dengan baik di perjalanan atau ketika tiba di suatu tempat. Ia tidak pernah menyia-nyiakan kesempatan tanpa menggunakannya dengan seorang guru di perjalanan menuju Makkah. Kisah ini akan diuraikan lebih lanjut.<br />.<br /><br />Setelah menjalani perjalanan panjang untuk belajar, mencatat, berdiskusi dan tukar pikiran serta mengarang, ia pada akhir kehidupannya mendapat musibah kebutaan, dan beberapa tahun lamanya ia hidup sebagai tuna netra; dalam keadaan seperti inilah akhirnya at-Tirmidzi meninggal dunia. Ia wafat di Tirmiz pada malam Senin 13 Rajab tahun 279 H dalam usia 70 tahun.<br /><br />Guru-gurunya<br /><br />Ia belajar dan meriwayatkan hadits dari ulama-ulama kenamaan. Di antaranya adalah Imam Bukhari, kepadanya ia mempelajari hadits dan fiqh. Juga ia belajar kepada Imam Muslim dan Abu Dawud. Bahkan Tirmidzi belajar pula hadits dari sebagian guru mereka.<br /><br />Guru lainnya ialah Qutaibah bin Saudi Arabia’id, Ishaq bin Musa, Mahmud bin Gailan. Said bin ‘Abdur Rahman, Muhammad bin Basysyar, ‘Ali bin Hajar, Ahmad bin Muni’, Muhammad bin al-Musanna dan lain-lain.<br /><br />Murid-muridnya<br /><br />Hadits-hadits dan ilmu-ilmunya dipelajari dan diriwayatkan oleh banyak ulama. Di antaranya ialah Makhul ibnul-Fadl, Muhammad binMahmud ‘Anbar, Hammad bin Syakir, ‘Ai-bd bin Muhammad an-Nasfiyyun, al-Haisam bin Kulaib asy-Syasyi, Ahmad bin Yusuf an-Nasafi, Abul-‘Abbas Muhammad bin Mahbud al-Mahbubi, yang meriwayatkan kitab Al-Jami’ daripadanya, dan lain-lain.<br /><br />Kekuatan Hafalannya<br /><br />Abu ‘Isa aat-Tirmidzi diakui oleh para ulama keahliannya dalam hadits, kesalehan dan ketakwaannya. Ia terkenal pula sebagai seorang yang dapat dipercaya, amanah dan sangat teliti. Salah satu bukti kekuatan dan cepat hafalannya ialah kisah berikut yang dikemukakan oleh al-Hafiz Ibnu Hajar dalam Tahzib at-Tahzib-nya, dari Ahmad bin ‘Abdullah bin Abu Dawud, yang berkata:<br /><br />“Saya mendengar Abu ‘Isa at-Tirmidzi berkata: Pada suatu waktu dalam perjalanan menuju Makkah, dan ketika itu saya telah menuslis dua jilid berisi hadits-hadits yang berasal dari seorang guru. Guru tersebut berpapasan dengan kami. Lalu saya bertanya-tanya mengenai dia, mereka menjawab bahwa dialah orang yang kumaksudkan itu. Kemudian saya menemuinya. Saya mengira bahwa “dua jilid kitab” itu ada padaku. Ternyata yang kubawa bukanlah dua jilid tersebut, melainkan dua jilid lain yang mirip dengannya. Ketika saya telah bertemu dengan dia, saya memohon kepadanya untuk mendengar hadits, dan ia mengabulkan permohonan itu. Kemudian ia membacakan hadits yang dihafalnya. Di sela-sela pembacaan itu ia mencuri pandang dan melihat bahwa kertas yang kupegang masih putih bersih tanpa ada tulisan sesuatu apa pun. Demi melihat kenyataan ini, ia berkata: ‘Tidakkah engkau malu kepadaku?’ lalu aku bercerita dan menjelaskan kepadanya bahwa apa yang ia bacakan itu telah kuhafal semuanya. ‘Coba bacakan!’ suruhnya. Lalu aku pun membacakan seluruhnya secara beruntun. Ia bertanya lagi: ‘Apakah telah engkau hafalkan sebelum datang kepadaku?’ ‘Tidak,’ jawabku. Kemudian saya meminta lagi agar dia meriwayatkan hadits yang lain. Ia pun kemudian membacakan empat puluh buah hadits yang tergolong hadits-hadits yang sulit atau garib, lalu berkata: ‘Coba ulangi apa yang kubacakan tadi,’ Lalu aku membacakannya dari pertama sampai selesai; dan ia berkomentar: ‘Aku belum pernah melihat orang seperti engkau.”<br /><br />Pandangan Para Kritikus Hadits Terhadapnya<br /><br />Para ulama besar telah memuji dan menyanjungnya, dan mengakui akan kemuliaan dan keilmuannya. Al-Hafiz Abu Hatim Muhammad ibn Hibban, kritikus hadits, menggolangkan Tirmidzi ke dalam kelompok “Siqat” atau orang-orang yang dapat dipercayai dan kokoh hafalannya, dan berkata: “Tirmidzi adalah salah seorang ulama yang mengumpulkan hadits, menyusun kitab, menghafal hadits dan bermuzakarah (berdiskusi) dengan para ulama.”Abu Ya’la al-Khalili dalam kitabnya ‘Ulumul Hadits menerangkan; Muhammad bin ‘Isa at-Tirmidzi adalah seorang penghafal dan ahli hadits yang baik yang telah diakui oleh para ulama. Ia memiliki kitab Sunan dan kitab Al-Jarh wat-Ta’dil. Hadits-haditsnya diriwayatkan oleh Abu Mahbub dan banyak ulama lain. Ia terkenal sebagai seorang yang dapat dipercaya, seorang ulama dan imam yang menjadi ikutan dan yang berilmu luas. Kitabnya Al-Jami’us Sahih sebagai bukti atas keagungan derajatnya, keluasan hafalannya, banyak bacaannya dan pengetahuannya tentang hadits yang sangat mendalam.<br /><br />Fiqh Tirmidzi dan Ijtihadnya<br /><br />Imam Tirmidzi, di samping dikenal sebagai ahli dan penghafal hadits yang mengetahui kelemahan-kelemahan dan perawi-perawinya, ia juga dikenal sebagai ahli fiqh yang mewakili wawasan dan pandangan luas. Barang siapa mempelajari kitab Jami’nya ia akan mendapatkan ketinggian ilmu dan kedalaman penguasaannya terhadap berbagai mazhab fikih. Kajian-kajiannya mengenai persoalan fiqh mencerminkan dirinya sebagai ulama yang sangat berpengalaman dan mengerti betul duduk permasalahan yang sebenarnya. Salah satu contoh ialah penjelasannya terhadap sebuah hadits mengenai penangguhan membayar piutang yang dilakukan si berutang yang sudah mampu, sebagai berikut: “Muhammad bin Basysyar bin Mahdi menceritakan kepada kami Sufyan menceritakan kepada kami, dari Abi az-Zunad, dari al-A’rai dari Abu Hurairah, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam, bersabda: ‘Penangguhan membayar utang yang dilakukan oleh si berutang) yang mampu adalah suatu kezaliman. Apabila seseorang di antara kamu dipindahkan utangnya kepada orang lain yang mampu membayar, hendaklah pemindahan utang itu diterimanya.” Imam Tirmidzi memberikan penjelasan sebagai berikut: Sebagian ahli ilmu berkata: ” apabila seseorang dipindahkan piutangnya kepada orang lain yang mampu membayar dan ia menerima pemindahan itu, maka bebaslah orang yang memindahkan (muhil) itu, dan bagi orang yang dipindahkan piutangnya (muhtal) tidak dibolehkan menuntut kepada muhil.” Diktum ini adalah pendapat Syafi’i, Ahmad dan Ishaq. Sebagian ahli ilmu yang lain berkata: “Apabila harta seseorang (muhtal) menjadi rugi disebabkan kepailitan muhal ‘alaih, maka baginya dibolehkan menuntut bayar kepada orang pertama (muhil).” Mereka memakai alas an dengan perkataan Usma dan lainnya, yang menegaskan: “Tidak ada kerugian atas harta benda seorang Muslim.” Menurut Ishak, maka perkataan “Tidak ada kerugian atas harta benda seorang Muslim” ini adalah “Apabila seseorang dipindahkan piutangnya kepada orang lain yang dikiranya mampu, namun ternyata orang lain itu tidak mampu, maka tidak ada kerugian atas harta benda orang Muslim (yang dipindahkan utangnya) itu.”<br /><br />Itulah salah satu contoh yang menunjukkan kepada kita, bahwa betapa cemerlangnya pemikiran fiqh Tirmidzi dalam memahami nas-nas hadits, serta betapa luas dan orisinal pandangannya itu.<br /><br />Karya-karyanya<br /><br />Imam Tirmidzi banyak menulis kitab-kitab. Di antaranya: 1. Kitab Al-Jami’, terkenal dengan sebutan Sunan at-Tirmidzi. 2. Kitab Al-‘Ilal. 3. Kitab At-Tarikh. 4. Kitab Asy-Syama’il an-Nabawiyyah. 5. Kitab Az-Zuhd. 6. Kitab Al-Asma’ wal-kuna. Di antara kitab-kitab tersebut yang paling besar dan terkenal serta beredar luas adalah Al-Jami’.<br /><br />Sekilas tentang Al-Jami’<br /><br />Kitab ini adalah salah satu kitab karya Imam Tirmidzi terbesar dan paling banyak manfaatnya. Ia tergolonga salah satu “Kutubus Sittah” (Enam Kitab Pokok Bidang Hadits) dan ensiklopedia hadits terkenal. Al-Jami’ ini terkenal dengan nama Jami’ Tirmidzi, dinisbatkan kepada penulisnya, yang juga terkenal dengan nama Sunan Tirmidzi. Namun nama pertamalah yang popular.<br /><br />Sebagian ulama tidak berkeberatan menyandangkan gelar as-Sahih kepadanya, sehingga mereka menamakannya dengan Sahih Tirmidzi. Sebenarnya pemberian nama ini tidak tepat dan terlalu gegabah.<br /><br />Setelah selesai menyususn kitab ini, Tirmidzi memperlihatkan kitabnya kepada para ulama dan mereka senang dan menerimanya dengan baik. Ia menerangkan: “Setelah selesai menyusun kitab ini, aku perlihatkan kitab tersebut kepada ulama-ulama Hijaz, Irak dan Khurasan, dan mereka semuanya meridhainya, seolah-olah di rumah tersebut ada Nabi yang selalu berbicara.”<br /><br />Imam Tirmidzi di dalam Al-Jami’-nya tidak hanya meriwayatkan hadits sahih semata, tetapi juga meriwayatkan hadits-hadits hasan, da’if, garib dan mu’allal dengan menerangkan kelemahannya.<br /><br />Dalam pada itu, ia tidak meriwayatkan dalam kitabnya itu, kecuali hadits-hadits yang diamalkan atau dijadikan pegangan oleh ahli fiqh. Metode demikian ini merupakan cara atau syarat yang longgar. Oleh karenanya, ia meriwayatkan semua hadits yang memiliki nilai demikian, baik jalan periwayatannya itu sahih ataupun tidak sahih. Hanya saja ia selalu memberikan penjelasan yang sesuai dengan keadaan setiap hadits.<br /><br />Diriwayatkan, bahwa ia pernah berkata: “Semua hadits yang terdapat dalam kitab ini adalah dapat diamalkan.” Oleh karena itu, sebagian besar ahli ilmu menggunakannya (sebagai pegangan), kecuali dua buah hadits, yaitu: Pertama, yang artinya: “Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam menjamak shalat Zuhur dengan Asar, dan Maghrib dengan Isya, tanpa adanya sebab “takut” dan “dalam perjalanan.”<br /><br />“Jika ia peminum khamar, minum lagi pada yang keempat kalinya, maka bunuhlah dia.” Hadits ini adalah mansukh dan ijma ulama menunjukan demikian. Sedangkan mengenai shalat jamak dalam hadits di atas, para ulama berbeda pendapat atau tidak sepakat untuk meninggalkannya. Sebagian besar ulama berpendapat boleh (jawaz) hukumnya melakukan salat jamak di rumah selama tidak dijadikan kebiasaan. Pendapat ini adalah pendapat Ibnu Sirin dan Asyab serta sebagian besar ahli fiqh dan ahli hadits juga Ibnu Munzir.<br /><br />Hadits-hadits da’if dan munkar yang terdapat dalam kitab ini, pada umumnya hanya menyangkut fada’il al-a’mal (anjuran melakukan perbuatan-perbuatan kebajikan). Hal itu dapat dimengerti karena persyaratan-persyaratan bagi (meriwayatkan dan mengamalkan) hadits semacam ini lebih longgar dibandingkan dengan persyaratan bagi hadits-hadits tentang halal dan haram.<br /><br />Disalin dari Biografi Tirmidzi dalam Kutubus Sittah;Abu Syuhbah no.83Nurcahya Dwi Asmorohttp://www.blogger.com/profile/15561792746335811319noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1684264261408049525.post-76206827729418557472011-02-07T05:41:00.000-08:002011-02-07T05:48:17.847-08:00Dokumen Polisi Tunisia: Polisi yang Rajin Shalat di Masjid Harus DicurigaiHampir mirip dengan era orde barunya Suharto beberapa waktu yang lalu, sebuah dokumen rahasia kepolisian Tunisia di kota Naqradan, provinsi Mednin mengungkapkan sesuatu yang 'aneh' untuk sebuah negara muslim.<br /><br />Dokumen tersebut ditemukan setelah para demonstran anti-pemerintah mengobrak-abrik kantor pusat kepolisian kota Naqradan.<br /><br />Yang menarik dari dokumen rahasia tersebut adalah dokumen itu menyebutkan bahwa kepala kepolisian di provinsi Mednin telah memerintahkan kepada tim khusus kepolisian untuk memata-matai anggota polisi dan para komandan polisi yang rajin shalat, khususnya yang rajin shalat berjamaah di masjid serta yang memiliki istri mengenakan pakaian muslimah/jilbab.(fq/fje)Nurcahya Dwi Asmorohttp://www.blogger.com/profile/15561792746335811319noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1684264261408049525.post-56683634635713818712011-02-01T23:04:00.000-08:002011-02-01T23:19:48.923-08:00Menag Kembali Ajak Bangkitkan Tradisi Maghrib MengajiREPUBLIKA.CO.ID, SERANG - Menteri Agama H Suryadharma Ali mengajak seluruh ulama, pemuka agama serta kepala daerah untuk membangkitkan kembali tradisi lama yang sudah banyak terlupakan. Yaitu tradisi megaji usai shalat Maghrib. ''Saya mengajak seluruh ulama, kyai, pemuka agama dan kepala daerah untuk membangkitkan Gerakan Masyarakat Maghrib Megaji atau GM3,'' tegas Menag dalam sambutannya pada silaturahmi dengan ulama, kyai dan pemuka agama se-Banten di Serang, Selasa (25/1).<br /><br />Ajakan ini, diakui Menag karena banyaknya tokoh, ulama, pemimpin serta pemuka agama yang gelisah dengan kondisi merosotnya akhlak, moral dan etika anak. ''Ini tradisi atau kebiasaan lama yang perlu kita hidupkan lagi. Ini untuk membentuk dan membentengi moral etika anak-anak kita,'' tandas Menag yang didampingi Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah.<br /><br />Dikatakan Menag, jangan sampai anak-anak generasi bangsa dicekoki dengan tayangan-tayangan infotainment dan sinetron-sinetron. Pada kesempatan itu, Menag juga memberikan penghargaan pada Gubernur Banten Ratu Atut atas upaya dan keberpihakan gubernur terhadap pembangunan keagamaan yang dinilai sangat baik.<br />Red: Siwi Tri Puji B<br />Rep: Rahmat Santosa BasarahNurcahya Dwi Asmorohttp://www.blogger.com/profile/15561792746335811319noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1684264261408049525.post-4513106326957381202011-01-30T23:19:00.000-08:002011-01-30T23:23:21.155-08:00Bahaya Faham Pluralisme Di Era ModernKondisi dunia dewasa ini sangat sesuai dengan gambaran Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم lima belas abad yang lalu:<br /><br />قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِي جُحْرِ ضَبٍّ لَاتَّبَعْتُمُوهُمْ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ<br /><br />Rasulullah صلى الله عليه و سلم bersabda: "Sungguh, kalian benar-benar akan mengikuti tradisi/kebiasaan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga sekiranya mereka masuk ke dalam lubang biawak-pun kalian pasti akan mengikuti mereka." Kami bertanya; "Wahai Rasulullah, apakah mereka itu kaum Yahudi dan Nasrani?" Beliau menjawab: "Siapa lagi kalau bukan mereka." (HR. Muslim, No. 4822)<br /><br />Di era modern dewasa ini kita tidak bisa pungkiri bahwa yang sedang Allah سبحانه و تعالى beri giliran memimpin masyarakat dunia ialah masyarakat Barat atau biasa disebut The Western Civilization. Sedangkan masyarakat Barat terdiri dari masyarakat kaum Yahudi dan Nasrani. Merekalah yang mengarahkan masyarakat dunia –termasuk ummat Islam- mengikuti selera kebiasaan dan tradisi mereka. Ironisnya, tidak sedikit ummat Islam yang dijuluki sebagai Ahlul-Qur’an juga mengekor kepada apa saja yang ditawarkan oleh mereka. Seolah mereka tidak pernah memperoleh petunjuk dari Allah سبحانه و تعالى bagaimana seharusnya menata kehidupan pribadi dan sosial dalam kehidupan nyata. Padahal Al-Qur’an merupakan satu-satunya Kitabullah yang masih terpelihara keasliannya. Sedangkan Kitabullah yang diturunkan kepada Nabiyullah dari kalangan Bani Israel –yakni Taurat dan Injil– telah mengalami distorsi yang tidak bisa dibantah oleh para rabbi Yahudi dan pendeta/pastor Nasrani.<br /><br />Akhirnya The Western Civilization yang memimpin dunia membuat berbagai bid’ah (hal-hal yang mengada-ada) dalam me-manage kepemimpinan mereka atas segenap ummat manusia dewasa ini. Di antara bid’ah tersebut ialah dikampanyekannya secara massif berbagai faham sesat produk akal (baca: hawa nafsu) manusia yang sudah barang tentu terputus dari landasan wahyu ilahi. Kita mengenal adanya berbagai faham seperti pluralisme, sekularisme, liberalisme, humanisme, materialisme, hedonisme, konsumerisme dan masih banyak lainnya.<br /><br />Tulisan ini ingin menyoroti bahaya faham pluralisme yang sedang gencar-gencarnya dipromosikan di seantero dunia. Tidak kurang seorang pemimpin negara adidaya Obama melazimkan dirinya untuk memberikan kuliah umum di salah satu kampus ternama ibukota negara berpenduduk muslim terbesar di dunia saat kunjungannya beberapa waktu yang lalu. Kalau kita perhatikan secara seksama, maka di antara pokok pikiran utama yang ingin dipromosikan melalui kuliah umum tersebut ialah faham pluralisme. Faham ini telah diterima oleh banyak sekali manusia yang ingin disebut modern, tanpa kecuali sebagian ummat Islam.<br /><br />Pada tahap awal kampanye Pluralisme terasa manis bak madu. Ajaran ini menyuruh manusia modern agar “menghormati manusia lainnya apapun latar belakang keyakinan dan agamanya.” Sampai di sini tentunya kita tidak punya masalah dengan faham ini. Termasuk ajaran Islam-pun menganjurkan hal itu. Tetapi yang menjadi masalah ialah bahwa faham Pluralisme tidak berhenti sampai di situ. Faham sesat ini menuntut agar manusia modern lebih jauh lagi mengembangkan keyakinannya, yaitu bahwa “semua agama sama” malah “semua agama baik”, bahkan “semua agama adalah benar”. Nah, sampai di sini tentunya seorang muslim yang sungguh-sungguh beriman kepada Allah سبحانه و تعالى sebagai Rabbnya, Islam sebagai din-nya dan Muhammad صلى الله عليه و سلم sebagai Nabi dan Rasulullah harus secara tegas menolaknya. Mengapa? Sebab bila ia menerima keyakinan seperti ini, maka ia berada dalam bahaya besar. Ia terancam. Bukan terancam oleh sembarang fihak, tetapi terancam oleh Allah سبحانه و تعالى<br /><br />Apakah ancaman Allah سبحانه و تعالى yang dimaksud? Di dalam ajaran Islam pelanggaran terhadap aturan Allah سبحانه و تعالى ada dua macam: pertama, sebuah pelanggaran yang menyebabkan pelakunya berdosa namun ia tetap dihukumi sebagai seorang yang beriman di mata Allah سبحانه و تعالى . Orang ini berarti telah melakukan suatu kemaksiatan dan tentunya dia harus memohon ampunan Allah سبحانه و تعالى atas dosanya tersebut. Lalu kedua, pelanggaran yang menyebabkan pelakunya tidak saja dicatat sebagai berdosa, tetapi bahkan dicatat sebagai terlibat dalam nawaqidhul-iman (pembatalan iman). Artinya, disebabkan pelanggaran tersebut Iman-Islamnya menjadi batal di mata Allah سبحانه و تعالى. Dengan kata lain ia telah menjadi murtad...! Wa na’udzubillahi min dzaalika...<br /><br />Dalam kitab “Vonis Kafir”, Ustadz Mas’ud Izzul Mujahid Lc menyebut adanya sembilan Pembatal Keimanan yang disepakati oleh para ulama. Ketika menerangkan Pembatal Keimanan nomor lima yang berjudul “Tidak Mengkafirkan Orang-orang Musyrik, atau Ragu Terhadap Kekafiran Mereka, atau Membenarkan Mazhab Mereka,” beliau menulis sebagai berikut:<br /><br />Siapa saja yang meragukan kekafiran orang-orang kafir berarti ia telah meragukan ayat-ayat Al-Qur’an, sedangkan orang yang meragukan kebenaran Al-Qur’an dihukumi kafir.<br /><br />Di dalam kitabullah Al-Qur’anul Karim terdapat beberapa ayat yang jelas-jelas menolak pemahaman apalagi keyakinan bahwa “semua agama sama” atau “semua agama baik”, apalagi “semua agama adalah benar”. Di antaranya sebagai berikut:<br /><br />إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الإسْلامُ<br /><br />Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. (QS. Ali Imran [3] : 19)<br /><br />وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الإسْلامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ<br /><br />Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi. (QS. Ali Imran [3] : 85)<br /><br />رُبَمَا يَوَدُّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ كَانُوا مُسْلِمِينَ<br /><br />Orang-orang yang kafir itu sering kali (nanti di akhirat) menginginkan, kiranya mereka dahulu (di dunia) menjadi orang-orang muslim. (QS. Al-Hijr [15] : 2)<br /><br />Tiga ayat di atas secara tegas menjelaskan bahwa di mata Allah سبحانه و تعالى tidaklah benar bahwa “semua agama sama” atau “semua agama baik”, apalagi “semua agama adalah benar”. Hanya ada satu saja dien (agama/jalan hidup) yang Allah سبحانه و تعالى ridhai, yaitu ajaran Al-Islam. Allah سبحانه و تعالى tidak meridhai berbagai agama selain Al-Islam. Bahkan Allah سبحانه و تعالى telah memberi gambaran kelak di akhirat nanti dimana kaum kafir bakal menyesal dan menginginkan kalau seandainya mereka sewaktu di dunia termasuk ke dalam golongan kaum muslimin alias penganut ajaran Al-Islam. Tetapi tentunya keinginan tersebut telah terlambat. Sebuah penyesalan yang tiada berguna saat itu. Maka, janganlah hendaknya seorang yang mengaku beriman berfikir bahwa dirinya lebih berpengetahuan daripada Pencipta dirinya, Allah سبحانه و تعالى . Jika Allah سبحانه و تعالى sudah dengan tegas mendekritkan bahwa hanya Islamlah din yang diridhai di sisiNya, maka jangan lagi seorang muslim memiliki pendangan selain mengikuti apa yang Allah سبحانه و تعالى telah tegaskan itu. Bahkan dalam ayat lainnya Allah سبحانه و تعالى menggunakan istilah dinul-haq (agama yang benar) untuk menyebut agamaNya Islam ini.<br /><br />هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ<br /><br />Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Al Qur'an) dan dinul-haq (agama yang benar/Al-Islam) untuk dimenangkan-Nya atas segala agama lainnya, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai. (QS. At-Taubah [9] : 33)<br /><br />Maka sudah sepatutnya seorang muslim bersyukur bahwa dirinya telah diberikan Allah سبحانه و تعالى hidayah kepada iman dan Islam. Dan untuk itu seorang muslim tidak dibenarkan untuk memberikan “cek kosong” setelah memperoleh nikmat iman dan Islam. Ia dituntut terus-menerus di dunia untuk membuktikan kejujuran pengakuannya sebagai seorang yang beriman. Oleh karenanya seorang yang mengaku beriman bakal dihadapkan oleh aneka fitnah (ujian) untuk mendeteksi kejujurannya.<br /><br />أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَ وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ<br /><br />Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. (QS. Al-Ankabut [29] : 2-3)<br /><br />Di antara ujian tersebut adalah apa yang sedang dialami kaum muslimin di era modern penuh fitnah dewasa ini. Ia diuji dengan berbagai faham sesat yang sengaja dilansir oleh musuh-musuh Islam yang sedang memimpin dunia secara hegemonik. Salah satunya ialah faham Pluralisme yang sangat berbahaya ini. Barangsiapa yang begitu saja mengekor kepada the Western Civilization alias the Judeo-Christian Civilization (Peradaban yahudi-Nasrani), berarti ia telah merelakan dirinya masuk bersama mereka ke dalam lubang biawak di dunia dan jurang neraka di akhirat kelak nanti. Wa na’udzubillaahi min dzaalika.<br /><br />اللهم إنا نعوذبك مِنْ جَهْدِ الْبَلَاءِ وَدَرَكِ الشَّقَاءِ وَسُوءِ الْقَضَاءِ وَشَمَاتَةِ الْأَعْدَاءِ<br /><br />“Ya Allah, kami berlindung kepada Engkau dari cobaan yang memayahkan, kesengsaraan yang menderitakan, takdir yang buruk dan cacian musuh.”Nurcahya Dwi Asmorohttp://www.blogger.com/profile/15561792746335811319noreply@blogger.com0